Kolom Trias Kuncahyono

Vladimir Putin: Anggur Lama, Botol Baru

Hasil referendum terhadap amandemen Konstitusi Rusia menegaskan bahwa Vladimir Putin adalah orang kuat di Rusia, atau bahkan paling kuat.

Istimewa
Lapangan Merah, Gereja St Basil, dan Kremlin 

Dan sekali lagi di bawah Boris Yeltsin, presiden pertama setelah Uni Soviet yang komunis bubar (1991), yang menghasilkan Konstitusi 1993.

Konstitusi 1993 ini oleh Dmitry Anatolyevich Medvedev ketika menjadi presiden antara 2008-2012 (sekarang Medvedev menjadi perdana menteri), diubah.

Medvedev mengubah masa jabatan presiden dari empat tahun menjadi enam tahun. Ini sangat menguntungkan Putin.

Bahkan, ada yang berpendapat bahwa perubahan masa jabatan itu sengaja dibuat untuk Putin.

Medvedev yang adalah protégé, anak didik Putin menjadi presiden karena Putin menurut ketentuan Konstitusi tidak bisa maju lagi untuk menjadi presiden.

Putin sudah berkuasa dua kali masa jabatan berturut-turut.

Medvedev yang ketika itu menjadi perdana menteri, mencalonkan sebagai presiden (dan terpilih) sementara Putin menempati posisi Medvedev, menjadi perdana menteri.

Ini yang menurut Edwin Bacon (2017) dikenal sebagai “tandemocracy” atau “tandemology” mengacu istilah yang digunakan para Kreminolog (Angus Rozburgh, 2012).

Keduanya—Putin dan Medvedev—sangat kompak. 

Sejak Medvedev menjadi presiden, dan Putih perdana menterinya, baik orang-orang Rusia maupun asing menyebut mereka “tandem” yang berkuasa. Tandem demi kekuasaan.

Dengan itu, Rusia telah menjadi negara yang meremehkan hak-hak rakyatnya.

Bahkan, ketua komisi pemilihan umum mengatakan, panduan utamanya (dalam bekerja) adalah apa pun yang dikatakan Putin benar.

Ketua parlemen menggambarkannya sebagai ‘tidak ada tempat untuk berdiskusi’.

Ini adalah negara di mana keputusan paling penting tentang siapa yang akan menjadi presiden secara efektif diambil secara pribadi oleh dua orang (Putin dan Medvedev), tanpa mempedulikan rakyat.

Inilah yang terjadi pada September 2011, ketika anak didik dan penerus Putin sebagai presiden, Dmitry Medvedev, setuju untuk tidak mencalonkan lagi sebagai presiden, guna membuka jalan bagi Putin untuk kembali menjadi presiden pada tahun 2012 (Edwin Bacon, 2017).

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved