Breaking News
BREAKING NEWS: Tarif Baru Iuran BPJS Kesehatan Per 1 Juli 2020 Naik Hingga 50 Persen
Tarif baru iuran BPJS Kesehatan mulai berlaku hari ini, Rabu (1/7/2020). Berapa rinciannya, simak infonya di sini
Hal itu berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kementerian Keuangan.
“Kalau dari sisi keuangan, memang dari Kementerian Keuangan mengatakan, perhitungan itu juga sudah memperhitungkan terkait dengan ability to pay dalam melakukan pembayaran,” kata Abetnego Tarigan.
Tarif iuran BPJS mengalami kenaikan untuk peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Abetnego pun mempersilahkan peserta kelas I dan II untuk turun ke kelas III jika memang keberatan dengan kenaikan iuran.
"Kan orang diberi kebebasan untuk movement, pindah," kata dia.
Abetnego menyadari kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit karena dampak pandemi virus corona Covid-19.
Namun, ia mengingatkan bahwa negara juga saat ini dalam masa sulit.
"Negara juga dalam situasi yang sulit. Penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita dalam situasi ini,” ujar dia.
Abetnego pun menegaskan, kenaikan iuran BPJS ini dalam rangka perbaikan jaminan kesehatan nasional.
Karena itu, seiring dengan kenaikan iuran, BPJS juga akan meningkatkan layanannya kepada masyarakat.
Silahkah Gugat Presiden
Pihak Istana tidak mempermasalahkan masyarakat jika ingin menggugat Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan ke Mahkamah Agung.
"Setiap warga negara berhak menggunakan hak-haknya termasuk juga menggugat kebijakan pemerintah di dalam melalui mekanisme yang ada," kata Abetnego Tarigan
Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) berniat menggugat Perpres 64/2020 itu.
Komunitas ini juga yang menggugat kenaikan BPJS dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Perpres itu kemudian dibatalkan oleh MA. Kendati demikian, Abetnego menegaskan, Perpres 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA berbeda dengan Perpres 64 Tahun 2020.
Meski sama-sama mengatur kenaikan iuran BPJS, perpres terbaru yang diterbitkan Jokowi turut mengatur subsidi iuran bagi peserta kelas III.
"Berbeda kan, karena ada bantuan iuran," ujar dia.
Kenaikan iuran dalam perpres terbaru juga sedikit lebih kecil dibandingkan perpres yang dibatalkan MA.
Meski begitu, Abetnego enggan berandai-andai apakah ia optimistis kali ini MA tak akan membatalkan kenaikan iuran BPJS.
"Saya enggak mau berandai-andai ya, tapi kalau nanti misalnya ada warga yang mau menggugat, ya itu hak setiap warga negara untuk menggunakan hak gugatnya," kata Abetnego.
Berikut rincian kenaikan iuran dalam Perpres 64/2020 yang baru diterbitkan Jokowi:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 untuk kelas III sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah untuk kelas III berkurang menjadi Rp 7.000 sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Sementara itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur dalam Perpres 75 Tahun 2019 dan dibatalkan MA sebagai berikut:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 160.000, dari semula Rp 80.000
Iuran peserta mandiri kelas II naik menjadi Rp 110.000, dari semula Rp 51.000
Iuran peserta mandiri kelas III naik menjadi Rp 42.000, dari semula Rp 25.500
Anggota DPR Ini Minta Dibatalkan
Sementara itu Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kebijakan penyesuaian besaran iuran BPJS Kesehatan.
Lewat perpres tersebut, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Pemerintah diminta untuk membatakan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Ada beberapa alasan fundamental mengapa perpres itu perlu dibatalkan," kata Saleh kepada wartawan, Jumat (15/5/2020).
Sejumlah alasan yang disebutkan Saleh di antaranya adalah Perpres 64/2020 dianggap tidak mengakomodasi anjuran yang telah disampaikan DPR.
Menurut dia, DPR keberatan jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan. Sebab, kemampuan ekonomi masyarakat dinilai masih rendah sehingga belum tepat untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
“Waktu itu, kita merasakan belum tepat waktunya untuk menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah. Kan aneh sekali, justru pada saat pandemi Covid-19 ini pemerintah malah menaikkan iuran," kata Saleh.
"Padahal, semua orang tahu bahwa masyarakat dimana-mana sedang kesusahan," ucapnya.
Berikutnya, kata Saleh, pemerintah dinilai tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres 75/2019 soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan, putusan MA bersifat final dan mengikat bagi siapa pun dan semestinya pemerintah tidak boleh membuat peraturan yang sama seperti yang telah dibatalkan.
Menurut dia, hal ini merujuk pada Pasal 31 UU No 5 Tahun 2004 tentang MA.
"Pasal ini mengamanatkan dua hal. Pertama, sesuatu yang dibatalkan berarti tidak dapat digunakan lagi. Kedua, kalau sudah dibatalkan tidak boleh dibuat lagi. Apalagi, substansinya sama, yaitu kenaikan iuran," tutur Saleh.
Saleh pun menilai kenaikan iuran ini belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan.
Sebab, menurut dia, belum ada proyeksi kekuatan keuangan yang jelas dari BPJS Kesehatan setelah menaikkan iuran.
(Kompas.com/Mutia Fauzia)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Iuran BPJS Kesehatan Resmi Naik Mulai Hari Ini" dan "Iuran BPJS Naik, Istana Jamin Tak Ada Lagi Penolakan Pasien" dan "Istana: Kenaikan BPJS Sudah Perhitungkan Kemampuan Membayar Masyarakat",