Kasus Novel Baswedan

IPW Apresiasi Jaksa yang Hanya Tuntut 1 Tahun Penjara ke Pelaku Penyiraman Air Keras Novel

Neta justru memberi apresiasi kepada aparatur kejaksaan yang hanya menuntut satu tahun penjara kepada terdakwa pelaku penyiraman air keras Novel Baswe

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Istimewa
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane 

Menurutnya, persidangan ini menjadi ukuran fakta betapa rusaknya hukum di Indonesia.

"Lalu bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan? Sedangkan pemerintah tak pernah terdengar suaranya [abai]," ungkap Novel.

Hal senada disampaikan Tim Advokasi Novel. Tim Advokasi menyatakan tuntutan satu tahun pidana penjara terhadap dua terdakwa peneror Novel menginformasi sandiwara hukum yang selama ini dikhawatirkan masyarakat.

Tidak hanya tuntutan tersebut sangat rendah, Tim Advokasi juga menilai tuntutan tersebut memalukan dan tidak berpihak pada korban kejahatan.

 Sah! Jokowi Teken PP Pemotongan Gaji 2,5 Persen untuk PNS, TNI/Polri hingga Swasta, ASN Mulai 2021

 Mengenal Lebih Dekat Sosok Dokter Cantik Reisa Broto Asmoro, kini Masuk Tim Gugus Tugas Covid-19

 Jenazah Pasien PDP Covid-19 ini Menghilang, ada yang Membongkar Makam dan Mengambilnya

 Masih Bingung Cara Daftar PPDB Online? Ini Nomor Telepon dan WA Disdik DKI yang bisa Dihubungi

"Terlebih ini adalah serangan brutal kepada Penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi. Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru Penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elit mafia korupsi dan kekerasan," kata salah seorang anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana dalam keterangan persnya.

Kurnia mengatakan, sejak awal Tim Advokasi Novel Baswedan berulang kali mengungkap banyak kejanggalan dalam persidangan ini.

Beberapa di antaranya, dakwaan Jaksa yang berupaya menafikan fakta kejadian yang sebenarnya dengan hanya mendakwa Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan terhadap kedua terdakwa.

Padahal teror yang dialami Novel berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia.

Dengan demikian, Jaksa seharusnya mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Kejanggalan lainnya, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan Jaksa di persidangan.

Terdapat setidaknya tiga saksi yang semestinya dapat dihadirkan di Persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya.

Tiga saksi itu pun pernah diperiksa oleh Penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.

"Namun, Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini. Padahal esensi persidangan pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah Jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," katanya.

Kejanggalan lainnya, peran penuntut umum yang terlihat justru seperti pembela para terdakwa.

Hal ini disimpulkan ketika melihat tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved