Kerusuhan di AS
Cerita Donald Trump yang Tak Berani Memecat Menhan AS Meski Terang-terangan Menolak Perintahnya
Penolakan Menteri Pertahanan Mark Esper untuk mengerahkan militer hadapi domonstran membuat Presiden Donald Trump marah besar, Mengapa tak Memecatnya
Eks ketua kepala Gabungan Mike Mullen mengkhawatirkan bahwa ketika mereka (Esper dan Milley) melaksanakan perintah, anggota militer kita akan dikooptasi untuk tujuan politik tertentu.
Ada pun terkait pemukulan mundur demonstran di dekat Gedung Putih itu Esper.
• Laporan Lia Ladysta Dibuka Kembali, Syahrini Kemungkinan Akan Laporkan Lagi Pihak yang Merugikannya
"Saya tidak menyadari adanya penegakan hukum di taman (dekat Gedung Putih)."
"Saya tahu kami tengah berjalan menuju gereja, namun saya tidak tahu bahwa foto op tengah berlangsung."
"Saya lakukan apa yang saya bisa untuk tetap bersikap apolitis dan terhindar dari situasi yang mungkin menjadi politis.
"Dan terkadang saya berhasil, terkadang saya gagal. Namun tujuan saya tetap menjaga departemen saya di luar politik, tutup Esper.
• VIDEO: Jelang New Normal, Taman Mini Indonesia Indah Simulasi Operasional Kepada Pegawai
Mantan Kepala Pentagon Sindir Trump
Mantan Kepala Pentagon, Jim Mattis pada Rabu (3/6/2020) membela Menhan.
Ia memberi tuduhan terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan mengatakan bahwa Trump berusaha memecah belah Amerika.
Dia juga mengatakan kalau Trump telah gagal memberikan kepemimpinan yang dewasa ketika negara itu dilanda kerusuhan protes berhari-hari.
Mattis yang mengundurkan diri pada Desember 2018 atas perintah Trump yang menarik penuh pasukan dari Suriah ini juga menyuarakan dukungan bagi para demonstran yang melakukan protes anti-rasialisme.
"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba untuk menyatukan orang-orang Amerika dan bahkan tidak berpura-pura mencobanya," ungkap Mattis dalam tulisannya di situs web The Atlantic.
• Peran Besar Sang Ibunda Megiringi Kisah Sukses Young Lex
"Dia malah mencoba mencerai-beraikan kita," ujar Mattis sang jenderal pensiunan marinir yang sebelumnya pernah berargumen bahwa tidak pantas baginya untuk mengkritik presiden yang masih menjabat.
"Kita menyaksikan konsekuensinya dalam tiga tahun dalam kepemimpinan (Trump) yang mumpuni," tulisnya.
Mattis juga mendeskripsikan dirinya 'marah dan takut' setelah menyaksikan peristiwa sepekan terakhir yang menunjukkan Trump mengancam akan menurunkan pasukan militer atas gelombang protes rusuh yang tak berkesudahan di berbagai kota.
Kerusuhan itu dipicu oleh pembunuhan terhadap George Floyd pada 25 Mei lalu, seorang pria kulit hitam yang mati lemas di bawah lutut seorang polisi kulit putih, yang kematiannya direkam dalam sebuah video amatir warga dan menjadi viral.
• VIDEO Traffic Report: New Normal, Jalan Perimeter Bandara Soekarno-Hatta Sepi Kamis Siang
Demonstrasi sebagian besar telah damai, tetapi beberapa telah berubah menjadi kekerasan dan penjarahan saat malam tiba.
Mattis menulis bahwa seruan para pemrotes untuk keadilan yang sama adalah "permintaan yang sehat dan bersifat menyatukan, sesuatu yang kita semua harus bisa lakukan sebelumnya."
Dia juga menyalahkan keputusan menggunakan pasukan aparat dalam memukul mundur pendemo dari jarak dekat di Gedung Putih pada Senin (1/6/2020) agar Trump dapat lewat dan berpose di depan Gereja Episkopal St. John sambil memegang Alkitab.
Peristiwa foto op itu telah menjadi penangkal atas kritik yang dilangsungkan kepada penanganan Trump terhadap krisis, dengan para pemimpin agama, politisi dan masyarakat internasional yang mengekspresikan marah atas foto itu.
• VIDEO Traffic Report: New Normal, Jalan Perimeter Bandara Soekarno-Hatta Sepi Kamis Siang
"Ketika saya bergabung dengan militer, kira-kira 50 tahun lalu, saya bersumpah untuk mendukung dan membela Konstitusi."
"Saya tidak pernah bermimpi bahwa pasukan yang mengambil sumpah yang sama akan diperintah dalam keadaan apa pun untuk melanggar hak-hak Konstitusi sesama warga negara mereka."
"Apalagi untuk memberikan foto aneh untuk komandan terpilih dengan kepemimpinan militer yang berdiri di sampingnya," kata Mattis.
• Dididik Secara Adil, Young Lex: Mama Suruh Gua Berantem Jika Benar
Alasan Penolakan Menhan
Seperti diketahui, Menteri Pertahanan AS Mark Esper menentang penggunaan pasukan militer untuk mengatasi demo di AS seperti diinginkan Presiden Donald Trump.
Hal itu disampaikan Mark Esper dalam keterangan pers, Rabu (03/6/3030) waktu setempat.
Ia menegaskan, penggunaan pasukan militer untuk penegakan hukum dalam menahan protes jalanan saat ini tidak diperlukan.
Dilansir dari Associated Press (AP), Esper mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Pemberontakan yang berlaku di Amerika Serikat, memungkinkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menggunakan militer tugas aktif untuk penegakan hukum dalam menahan protes jalanan.
Esper mengatakan, UU Pemberontakan menyatakan, penggunaan pasukan militer bisa diajukan di Amerika Serikat “hanya dalam situasi yang paling mendesak dan mengerikan.”
Esper menyatakan, “Kami tidak berada dalam situasi seperti itu sekarang.”

Undang-Undang Pemberontakan telah dibahas karena Trump telah menyatakan akan menggunakan militer untuk memadamkan protes dan kekerasan di kota-kota AS seminggu terakhir.
Esper telah mengizinkan pergerakan beberapa unit Angkatan Darat yang aktif ke pangkalan-pangkalan militer di luar ibu kota negara, tetapi mereka belum dipanggil untuk bertindak.
Tepat sebelum Esper berbicara, Trump mengambil langkah penyebaran besar-besaran pasukan Garda Nasional (National Guard) dan petugas penegak hukum federal ke ibu kota negara.
Trump mengatakan, ia menawarkan model kepada negara tentang cara menghentikan kekerasan yang menyertai beberapa protes nasional.
• Liga 1 2020 Kembali Dilanjutkan September, Aditya Putra Dewa Ubah Jadwal Latihan Mandiri
Argumentasi Trump
Trump berargumen bahwa unjuk kekuatan besar-besaran bertanggung jawab mengatasi protes di Washington dan kota-kota lain agar menjadi lebih tenang dalam beberapa hari terakhir.
Ia mengulangi kritiknya terhadap gubernur yang belum mengerahkan Garda Nasional mereka sepenuhnya.
“Anda harus memiliki kekuatan yang dominan,” kata Trump kepada Fox New Radio, Rabu.
“Kami membutuhkan hukum dan ketertiban.”
Ungkapan Trump itu menuai kritik pedas, bahkan oleh koleganya sendiri.
Kepala Polisi Houston Art Acevedo bahkan meminta Trump tutup mulut terkait komentarnya kepada gubernur negara bagian saat demo George Floyd.
Kegusaran Acevedo terungkap dalam wawancara dengan televisi CNN yang diunggah ke Youtube.
Pada bagian lain Esper dalam keterangannya di Pentagon sangat mengkritik tindakan polisi Minneapolis atas insiden pekan lalu yang memicu protes.
Seorang pria kulit hitam, George Floyd, meninggal setelah seorang perwira kulit putih menekan lututnya ke leher Floyd selama beberapa menit.
Esper menyebut tindakan itu “pembunuhan” dan “kejahatan mengerikan.”
• ANIES Baswedan Jelaskan Alasan Perpanjang PSBB Jakarta hingga Juni 2020, Berlakukan Zona Warna Warni
Esper dikritik
Sebelumnya Esper mendapat kecaman dari para kritikus, termasuk pensiunan perwira senior militer, karena berjalan dari Gedung Putih bersama Trump dan yang lainnya untuk berfoto di depan Gereja Episkopal St. John.
Gereja itu yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat ulah pengunjuk rasa.
Esper mengatakan bahwa ketika dia sadar mereka menuju ke St. John’s, dia tidak tahu apa yang akan terjadi di sana.
“Saya tidak tahu operasi foto sedang terjadi,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia juga tidak tahu bahwa polisi secara paksa telah memindahkan para pemrotes damai di Lafayette Square untuk membersihkan jalan bagi Trump dan rombongannya.
Departemen Pertahanan telah menyusun rencana darurat untuk mengerahkan militer tugas aktif jika diperlukan.
Dokumen-dokumen Pentagon yang ditinjau oleh The Associated Press menunjukkan rencana untuk prajurit dari divisi Angkatan Darat untuk melindungi Gedung Putih dan bangunan federal lainnya.
Langkah itu diambil jika situasi keamanan di ibu kota negara itu memburuk dan Garda Nasional tidak dapat mengamankan fasilitas itu.
Sebelumnya Presiden Donald Trump bahkan sudah memerintahkan Menteri Pertahanan Mark Esper untuk menyiagakan pasukan militer.
• Ini Dakwaan Terhadap 3 Polisi Terlibat Kasus Pembunuhan Goerge Floyd, Selain Terdakwa Derek Chauvin
Menurut tiga sumber yang dikutip South China Morning Post, para serdadu di tangsi militer Fort Bragg (North Carolina) dan Fort Drum (New York) sudah diperintahkan bersiap dalam waktu empat jam.
Serdadu di tangsi atau pangkalan militer Fort Carson (Colorado), dan Fort Riley (Kansas) juga sudah diperintahkan bersiaga dalam waktu 24 jam.
Perintah siap siaga tersebut muncul setelah pada Kamis larut malam, Presiden Trump mengeluarkan perintah lisan kepada Menhan Esper.
Menurut sumber tersebut, Presiden Trump memerintahkan Esper untuk menerjunkan pasukan secara cepat jika kerusuhan di Minneapolis sampai tak terkontrol.
Presiden Trump akan mengunakan UU Antipemberontakan yang dibuat tahun 1807, sebagai dasar pengerahan pasukan militer dalam kasus tersebut.
Kewenangan pada UU tersebut terakhir digunakan pada 1992 sewaktu terjadi kerusuhan di Los Angeles, dalam kasus pembunuhan Rodney King.
Satuan polisi militer bahkan sudah diperintahkan untuk berangkat ke Minneapolis pada Sabtu pagi, 30 Mei 2020.
Mereka diperintahkan untuk memantau situasi, dan menyiapkan pengerahan pasukan.
Kemungkinan tentara yang akan diterjunkan sebanyak 800 personel jika sudah ada permintaan dari Gubernur Minnesota Tim Walz.
Namun, sampai hari ini Gubernur Tim Walz masih mengandalkan pada 500 tentara dari Garda Nasional untuk mengamankan situasi.
Dalam sistem Amerika Serikat, setiap negara bagian (ada 50) mempunyai Garda Nasional, selain polisi lokal untuk pengamanan setempat.
Garda Nasional dikerahkan jika gubernur menilai bahwa polisi membutuhkan bantun pengamanan.
Kesatuan militer ini hanya bisa dikerahkan di batas wilayah negara bagiannya sendiri.
Garda Nasional juga dilengkapi dengan senjata berat, tapi tidak mempunyai peralatan untuk pertempuran besar seperti pesawat tempur, kapal perang, dan sebagainya.
Sementara, kekuatan perang berada di tangan pemerintah federal (pusat) di bawah Kementerian Pertahanan, yang langsung di bawah otoritas presiden.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Keinginan Pakai Tentara Redam Demo George Floyd Ditolak, Trump Ingin Pecat Menhan AS", Penulis : Ardi Priyatno Utomo