Kerusuhan di AS
Facebook dan Twitter Kompak Hapus Video Kampanye Donald Trump, Ini Penyebabnya
Facebook dan Twitter hapus video kampanye Donald Trump jadi perbincangan publik.
Harian itu juga menjelaskan, pernyataan Cotton bahwa polisi "menanggung beban" kekerasan di sejumlah kota haruslah mendapat sanggahan.
Surel yang diberikan Sulzberger mengumumkan, Jim Dao, yang bertindak sebagai wakil Bennet, bakal dipindahkan ke kanal lain.
Sementara Katie Kingsbury akan bertindak sebagai editor opini sementara koran yang dulunya bernama New-York Daily Times tersebut.
30 Menit terakhir kehidupan Floyd
Opini yang terbit di New Yorks Times tersebut menjadi bagian dari dampak kerusuhan isu rasialisme yang terjadi di sejumlah kota AS, yang dipicu oleh tewasnya seorang pria kulit hitam oleh polisi setempat.
Siapa sih pria kulit hitam Afrika-Amerika yang tewas itu?
Apa masalah awalnya hingga ia berurusan dengan polisi?
Dan, apa momen penting yang terjadi dalam 30 menit sebelum Floyd tewas?
George Floyd, pria kulit hitam berusia 46 tahun, itu meninggal setelah ditangkap oleh polisi di luar sebuah toko di Minneapolis, Minnesota.

Rekaman penangkapan
Dari rekaman penangkapan pada 25 Mei lalu menunjukkan seorang polisi kulit putih, Derek Chauvin, berlutut di leher Floyd ketika dirinya telungkup di jalan, membuatnya terhimpit.
Chauvin yang berusia 44 tahun sejak saat itu didakwa melakukan pembunuhan.
Adapun peristiwa penting yang menyebabkan kematian Floyd terjadi hanya berlangsung selama 30 menit.
Laporan dugaan uang palsu
Bermula dari laporan akan dugaan uang palsu senilai 20 dollar AS (atau setara dengan Rp 289.000).
Laporan polisi dibuat pada 25 Mei sore, ketika Floyd membeli sebungkus rokok dari Cup Foods, sebuah toko kelontong.
Meyakini uang kertas 20 dollar AS yang Floyd gunakan sebagai uang palsu, seorang karyawan toko melaporkannya ke polisi.
Floyd sendiri diketahui telah tinggal di Minneapolis selama beberapa tahun setelah pindah ke sana dari kota asalnya Houston, Texas.
Dia baru-baru ini bekerja sebagai tukang pukul di kota itu, tetapi, seperti jutaan orang Amerika lainnya, menjadi pengangguran akibat pandemi virus corona.

"Floyd merupakan langganan toko kelontong Cup Foods. Dia memiliki raut muka yang bersahabat, pelanggan baik yang tak membuat masalah," ujar pemilik toko Mike Abumayyaleh, kepada NBC.
Akan tetapi, Abumayyaleh tidak berada di tokonya ketika insiden terjadi.
Laporan uang palsu yang mencurigakan disebut berasal dari penjaga berusia remaja yang hanya mengikuti protokol.
Tak mau kembalikan rokok
Dalam panggilan kepada 911 yang dilakukan pada pukul 20.01 waktu setempat, penjaga toko mengatakan kepada operator bahwa dia mau rokok itu dikembalikan, tetapi "dia (Floyd) tidak mau melakukannya", menurut transkrip yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Penjaga toko itu mengatakan pria tersebut tampak "mabuk" dan "tidak bisa mengendalikan dirinya", menurut transkrip itu.

Ditangkap, menolak diborgol
Tak lama setelah panggilan tersebut, pada pukul 20.08, dua petugas polisi tiba.
Saat itu Floyd sedang duduk bersama dua orang lainnya yang sedang terparkir di sudut jalan.
Setelah mendekati mobilnya, salah satu petugas, Thomas Lane, mengambil senjatanya dan memerintahkan Floyd mengangkat tangannya.
Dalam laporan akan kasus ini, jaksa penuntut tidak menjelaskan mengapa Lane merasa perlu mengambil senjatanya.
Lane, kata jaksa penuntut, "memegang Floyd dan menariknya keluar dari mobil".
Kemudian Floyd "secara aktif menolak diborgol".
Setelah diborgol, Floyd patuh, sedangkan Lane menjelaskan bahwa dia ditangkap karena "memberikan uang palsu".

Pergolakan, Chauvin tiba
Ketika petugas mencoba untuk memasukkan Floyd ke dalam mobil patroli mereka, terjadilah pergolakan.
Sekitar pukul 20.14, Floyd "menegang, jatuh ke tanah, dan mengatakan kepada petugas bahwa dia sesak," menurut laporan itu.
Chauvin tiba di tempat kejadian.
Dia dan petugas lainnya terlibat dalam upaya lebih lanjut untuk memasukkan Floyd ke mobil polisi.
Selama upaya ini, pada pukul 20.19, Chauvin menarik Floyd keluar dari sisi penumpang, menyebabkannya jatuh ke tanah, kata laporan itu.
Tak bisa bernapas
Dia berbaring di sana, menghadap ke bawah, masih terborgol.
Saat itulah saksi mulai merekam Floyd, yang tampaknya dalam keadaan tertekan.
Momen-momen ini, yang ditangkap melalui beberapa ponsel dan dibagikan secara luas di media sosial, akan terbukti sebagai rekaman terakhir bagi Floyd.
Floyd ditahan oleh petugas, sedangkan Chauvin menempatkan lutut kirinya di antara kepala dan lehernya.
"Aku tidak bisa bernapas," kata Floyd berulang kali, memanggil ibunya dan memohon, "Tolong, tolong, tolong."
Selama delapan menit dan 46 detik, Chauvin berlutut di leher Floyd, kata laporan jaksa penuntut.

Tak responsif
Sekitar enam menit sejak saat itu, Floyd menjadi tidak responsif.
Dalam video yang merekam kejadian tersebut, pada saat itulah Floyd terdiam, seiring dengan orang-orang yang berseliweran mendesak para petugas untuk memeriksa denyut nadinya.
Salah satu petugas lainnya, JA Kueng, melakukan hal itu, memeriksa pergelangan tangan kanan Floyd, tetapi "tidak dapat menemukannya".
Namun, para petugas tidak bergerak.
Dinyatakan meninggal dunia
Pada 20.27, Chauvin mengangkat lututnya dari leher Floyd.
Tanpa bergerak, Floyd dibawa ke Pusat Medis Hennepin dengan ambulans.
Dia dinyatakan meninggal sekitar satu jam kemudian.

Pemalsuan, bukan karakter Floyd
Malam sebelum kematiannya, Floyd menghubungi salah satu teman baiknya, Christopher Harris.
Harris enyarankan Floyd untuk menghubungi agen pekerjaan sampingan.
Aksi pemalsuan, katanya, bukanlah karakter Floyd.
"Cara dia meninggal tidak masuk akal. Dia memohon untuk hidupnya," tutur Harris.
Ia juga mengatakan, "Ketika Anda berusaha keras untuk menaruh kepercayaan pada sistem ini, sebuah sistem yang Anda tahu tidak dirancang untuk Anda."
"Dan, ketika Anda terus mencari keadilan dengan cara yang sah dan Anda tidak bisa dapatkan itu, Anda mulai menempuh hukum dengan cara Anda sendiri," tutur Harris. (Kompas.com/BBC News)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Facebook dan Twitter Hapus Video Kampanye Donald Trump" dan "Opini Politisi Republik Picu Kegaduhan, Editor New York Times Mundur"