Virus Corona
KPAI Terima Banyak Aduan Soal PPDB dan Siswa Dilarang Ujian Akhir karena Nunggak SPP Selama Pandemi
Selama Masa Pandemi Covid-19, KPAI Terima Lima Aduan Soal Siswa Dilarang Ujian Akhir Karena Nunggak SPP dan Tujuh Aduan Soal PPDB
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Dwi Rizki
WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima lima pengaduan terkait tunggakan SPP yang membuat para siswa tidak diperkenankan mengikuti ujian kenaikan kelas atau Penilaian Akhir Semester (PAT) oleh sekolah selama masa pandemi Covid-19.
Selain itu, KPAI juga menerima tujuh pengaduan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selama pandemi Covid.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan untuk tujuh aduan terkait PPDB, yang berasal dari DKI Jakarta sebanyak lima kasus, lalu Banten satu kasus, dan Jawa Barat satu kasus.
Ketiga wilayah ini termasuk yang terdepan dalam membuat juknis dan pembagian zonasi.
Pengaduan diterima KPAI mulai 27 Mei sampai 5 Juni 2020.
Sedangkan terkait lima pengaduan terkait tunggakan SPP yang membuat siswa tidak diperkenankan mengikuti ujian kenaikan kelas atau Penilaian Akhir Semester (PAT), kata Retno, berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta dan Tangsel.
"Untuk pengaduan PPDB berupa masalah teknis ada 4 kasus, yaitu kekeliruan pendaftar dalam mengisi data seperti asal sekolah. Ada pengadu yang berasal dari SMPN 6 Tangerang, tetapi salah data menjadi SMPN 6 Serang," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Kota, Minggu (7/6/2020).
Pengaduan teknis semacam itu kata Retno, merupakan kewenangan Dinas Pendidikan setempat.
Sehingga staf pengaduan KPAI memberikan nomor telepon pengaduan PPDB Disdik setempat yang dapat dihubungi langsung oleh orangtua calon peserta didik tersebut.
"Selain itu, ada 3 pengaduan lagi terkait kebijakan yang dianggap tidak adil bagi anak-anak, yaitu ketetapan zonasi di DKI Jakarta yang hanya 40 persen dari yang seharusnya minimal 50 persen menurut Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB," kata Retno.
Lalu kata Retno ada pengaduan terkait penggunaan indikator seleksi, berupa usia, di mana semakin tua usia siswa maka peluang diterima semakin besar.
"Sementara anak pengadu mau mendaftar ke jenjang SMA dengan usia 14 tahun. Orangtua pengadu khawatir anaknya tidak diterima di sekolah negeri karena usianya masih terlalu muda. Padahal secara ekonomi, keluarga pengadu mengalami kesulitan kalau harus bersekolah di SMA swasta," ujarnya.
Selain itu, kata Retno ada satu keluarga inti beranggotakan 4 orang yang sedang menjalani isolasi di RS Wisma Atlet kebingungan mendaftarkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi karena mereka sekeluarga sedang diisolasi.
'Dimana seluruh dokumen anak ada di rumah dan bingung dengan sistem daring PPDB DKI Jakarta. Kasus yang terakhir ini, yang mengadukan adalah tetangganya," kata Retno.
Tidak Bayar SPP