Virus Corona Jabodetabek
Hasil Rapid Test Virus Corona, 24 Tahanan Rutan Pondok Bambu Positif Covid-19, Masuk Golongan OTG
Ada 24 tahanan Rutan Pondok Bambu positif virus corona atau Covid-19, dari hasil dari rapid test.
Penulis: Rangga Baskoro | Editor: PanjiBaskhara
WARTAKOTALIVE.COM, DUREN SAWIT - Ada 24 tahanan Rutan Pondok Bambu positif virus corona atau Covid-19, dari hasil dari rapid test.
Walau hasil rapid test tahanan positif virus corona, ternyata 24 tahanan Rutan Pondok Bambu tergolong Orang Tanpa Gejala (OTG).
Mengenai 24 tahanan Rutan Pondok Bambu OTG Covid-19, dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Rita Wedya Astuti.
Rita Wedya Astutu mengatakan, meski harus isolasi mandiri, 24 tahanan Rutan Pondok Bambu bisa beraktivitas tanpa perlu dibantu.
• Kepala Rutan Cipinang Datangi Rumah Narapidana Asimilasi
• Tidak Ada Sel Khusus, Pelaksana Tugas Kepala Rutan Pondok Bambu: Lucinta Luna Salat Pakai Mukena
• Ada 24 Narapidana Rutan Pondok Bambu Positif Covid-19 Hasil Rapid Test
"Semua stabil, tanpa gejala (terjangkit Covid-19)," kata Rita saat dikonfirmasi di Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2020).
Sementara kepastian mereka positif Covid-19 atau tidak menunggu pemeriksaan sampel swab yang diproses lewat mesin PCR.
Pasalnya penentuan seseorang positif Covid-19 atau sudah sembuh dinyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan PCR sesuai ketetapan WHO.
"Hari ini kita ambil swab dari 12 tahanan, 12 lainnya sudah diambil sebelumnya. Jadi sudah semua tahanan yang hasil rapidnya reaktif diambil swab," ujarnya.
Dalam rapid test yang digelar di Rutan Pondok Bambu pada 9-11 Mei 2020 lalu 24 tahanan dan 2 petugas dinyatakan positif Covid-19.
Rapid test tersebut bekerja sama dengan Sudin Kesehatan Jakarta Timur guna memastikan tak ada tahanan dan petugas yang terjangkit Covid-19.
3 Tahanan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Positif Virus Corona
Sejumlah tahanan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dinyatakan positif terjangkit virus corona atau Covid-19.
Sebagian dari mereka tertular dalam satu sel tahanan.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Andhi Ardhani mengatakan, setidaknya ada tiga tahanan yang positif Covid-19 karena pernah menghuni di kamar sel yang sama.
"Pernah satu kamar tapi akhirnya pisah sebelum kejadian," kata Andhi saat dihubungi, Minggu (19/4/2020).
Menurut Andhi, ketiga tahanan itu masih berstatus menjalani proses penyidikan dan persidangan kasus masing-masing. Ketiganya berusia sekitar 40 tahun.
Namun, belum diketahui siapa dan di mana di antara ketiga tahanan itu pernah kontak atau berinteraksi dengan orang yang positif corona.
Ia menjelaskan, kasus positif corona tahanan ini diketahui setelah seorang dari tiga tahanan mengeluh badan lemas dan linu di sekujur badan.
Akhirnya, tahanan itu dirawat di RS Adhyaksa, Jakarta Timur.
Setelah dilakukan tes cepat atau rapid test Covid-19, tahanan tersebut dinyatakan positif.
Hasil pemeriksaan swab juga menunjukkan hasil serupa hingga akhirnya tahanan itu dipindahkan ke rumah sakit rujukan Covid-19.
Selanjutnya, petugas melakukan tes swab terhadap dua tahanan yang menghuni satu sel dengan tahanan tersebut. Dan hasilnya, kedua tahanan itu juga positif Covid-19.
Andhi menambahkan, pihaknya telah menerapkan protokoler kesehatan Covid-19 untuk para tahanan.
"Sudah kami jalankan protap Covid-19, yang sakit dipisah, yang sehat masih di sel rutan dan diterapkan karantina mandiri sesuai dengan protokol pemerintah," ujarnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna menyampaikan, total ada 11 tahanan di Rutan Kejari Jaksel yang positif terjangkit virus corona.
Empat tahanan di antaranya adalah tahanan titipan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang sedang proses tuntutan di pengadilan.
Anang berharap ada keputusan pengadilan agar para tahanan tidak ditahan di dalam sel rutan atau dievakuasi ke tempat lebih aman untuk mencegah penyebaran virus corona.
"Sebaiknya langkahnya jadi tahanan kota karena situasi seperti ini, agar mereka mengisolasi mandiri," ujarnya.
Diketahui, tahanan yang ditahan di rutan masih dapat berinteraksi atau kontak dengan warga lainnya saat menjalani proses penyidikan dan sidang di pengadilan.
Sementara, narapidana yang telah divonis pengadilan menjalani masa hukuman di dalam lembaga pemasyarakatan.
Beralasan mencegah penyebaran virus corona di dalam lapas, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah mengeluarkan kebijakan kontroversi denga membebaskan lebih 35.000 narapidana dan anak kasus pidana umum di seluruh Indonesia.
Ratusan ribu napi itu dibebaskan dengan cara asimilasi dan integrasi.
Bahkan, ratusan narapidana kasus narkoba di Lapas Manado sempat melakukan kerusuhan di dalam lapas karena menuntut hal yang sama, yakni dibebaskan.
Selain itu, sejumlah narapidana yang baru dibebaskan itu justru kembali ditangkap polisi karena melakukan kejahatan.
Kemenkumham Sudah Bebaskan 35.676 Narapidana dan Anak
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengeluarkan dan membebaskan 35.676 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi.
Hal ini terkait pandemi Virus Corona. Data tersebut dirilis per Rabu (8/4/2020) pukul 09.00 WIB.
"Hingga saat ini yang keluar dan bebas 35.676."
"Melalui asimilasi 33.861 dan integrasi 1.815 narapidana dan anak," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti kepada wartawan, Rabu (8/4/2020).
Kementerian yang dipimpin oleh Yasonna H Laoly itu tengah menggalakkan program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi penularan Virus Corona (Covid-19), di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang melebihi kapasitas.
Kemenkumham menargetkan sekitar 30.000 hingga 35.000 narapidana dan anak dapat keluar dan bebas melalui program asimilasi dan integrasi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nugroho menyatakan, pihaknya bakal menyelesaikan tugas tersebut dalam target waktu tujuh hari sebagaimana arahan Yasonna.
"Harapan kami bahwa perkiraan kurang lebih 30 ribu itu bisa tercapai."
"Pesan dari Pak Menteri sedapat-dapatnya pelaksanaan Permenkumham Nomor 10 ini dalam 7 hari bisa dilaksanakan," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pembebasan narapidana (napi) sebagai bentuk antisipasi penyebaran Covid-19, hanya untuk napi pidana umum.
Pembebasan narapidana dilakukan karena kondisi lapas kelebihan kapasitas.
"Jadi pembebasan untuk napi hanya untuk napi pidana umum," kata Presiden dalam Rapat terbatas mendengar laporan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona, Senin (6/4/2020).
Presiden mengatakan, kondisi lapas yang sesak tersebut sangat berisiko mempercepat penyebaran Covid-19.
Sehingga, pemerintah melakukan pembebasan dengan sejumlah syarat, kriteria, serta pengawasan kepada napi pidana umum.
Pemerintah, menurut Presiden, tidak akan membebaskan narapidana kasus korupsi.
Bahkan, menurut Presiden, rencana tersebut sama sekali tidak pernah dibicarakan dalam rapat.
"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita."
"Jadi, PP 99 tahun 2012, perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan simpang siur informasi di masyarakat terkait wacana pembebasan pelaku tindak pidana korupsi di tengah pandemi Covid-19.
Dia mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Tetapi, kata dia, upaya pembebasan narapidana korupsi, terorisme, dan bandar narkoba dengan cara merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 itu diberikan secara ketat.
Dia mencontohkan, untuk narapidana kasus narkotika hanya yang masa tahanan mulai dari 5 sampai 10 tahun.
Sehingga, bandar narkoba yang pada umumnya divonis 10 tahun tidak termasuk yang dibebaskan.
Selain itu, dia mengungkapkan, untuk narapidana kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan, berdasarkan pertimbangan daya tahan tubuh lemah.
"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," ujar Yasonna, Sabtu (4/4/2020) malam.
Dia membantah meloloskan narapidana kasus korupsi.
"Saya disebut mau meloloskan napi korupsi dan kasus korupsi."
"Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar," ujar politikus PDIP itu.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Upaya itu dilakukan untuk mengatasi over capacity (kelebihan penghuni) di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kondisi over capacity itu mengkhawatirkan di tengah situasi pandemi Covid-19.
“Perkiraan kami adalah bagaimana merevisi PP 99 dengan beberapa kriteria ketat yang dibuat sementara ini,” kata Yasonna, dalam sesi rapat kerja virtual dengan Komisi III DPR, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan, kriteria pertama, narapidana kasus tindak pidana narkotika yang masa hukuman di antara 5 sampai 10 tahun, dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.
“Kami berikan asimilasi di rumah. Diperkirakan 15.482 per hari ini."
"Data mungkin bertambah hari bertambah jumlah,” ucap politikus PDIP itu.
Untuk kriteria kedua, kata dia, narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun dan telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana.
“(Jumlah) sebanyak 300 orang,” terangnya.
Kriteria ketiga, ungkapknya, narapidana yang melakukan tindak pidana khusus, yang sedang sakit kronis.
Untuk kriteria ini, dia menegaskan, harus ada surat keterangan dari dokter di rumah sakit pemerintah.
“Narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan dokter rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua per tiga dari masa hukuman pidana."
"Sebanyak 1.457 orang,” paparnya.
Kriteria terakhir, kata dia, narapidana warga negara asing (WNA).
“Napi asing, karena ini juga tidak boleh diskriminasi ada 53 orang,” ucapnya.
Usulan Yasonna itu memunculkan pro dan kontra di masyarakat.
Belakangan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak ada rencana merevisi PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
“Agar clear ya, sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan mengubah atau merevisi PP 99 Tahun 2012."
"Juga tidak memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi."
"Juga tidak terhadap teroris juga tidak terhadap bandar narkoba,” kata Mahfud MD, saat menyampaikan keterangan melalui video yang tersebar luas, Sabtu (4/4/2020) malam.
(ABS/Wartakotalive.com/Tribunnetwork/ILH/GLE/COZ)