Bulan Suci Ramadan

Bak Cerita di Zaman Umar Bin Khattab, Wanita Kenya ini Masak Batu untuk 8 Anaknya yang Kelaparan

Peninah Bahati Kitsao, nama wanita itu, memasak batu agar meyakinkan anak-anaknya yang kelaparan bahwa ia sedang memasak makanan.

Editor: Mohamad Yusuf
(Caroline Mwawasi/Tuko via BBC)
Peninah Bahati Kitsao janda 8 anak di Kenya yang memasak batu untuk menenangkan anak-anaknya yang kelaparan. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kisah pilu terjadi di Kenya.

Di mana seorang janda di Kenya ia memasak batu untuk delapan anaknya yang kelaparan.

Namun, kisah tersebut justru seperti yang terjadi pada zaman Umar Bin Khattab, sahabat nabi Muhammad SAW.

Saat itu ia juga mendapati seorang wanita yang memasak batu untuk menenangkan anaknya yang kelaparan.

Dilansir dari Kompas.com, perbuatan janda di Kenya tersebut menarik perhatian banyak orang, karena ia melakukannya untuk delapan anaknya.

Peninah Bahati Kitsao, nama wanita itu, memasak batu agar meyakinkan anak-anaknya yang kelaparan bahwa ia sedang memasak makanan.

 Ramadan, Habib Rizieq Asyik Berkuda di Gurun Pasir

 Tolak Bansos Pemerintah, Wanita Tua di Alor, NTT: Saya masih punya 10 Jari dari Tuhan untuk Berusaha

 Ridwan Kamil Pamerkan Fasilitas Teknologi Tinggi Pemusnahan Sampah Medis Corona, ini Kelebihannya

 Iuran BPJS Kesehatan Anda Per 1 Mei 2020 belum Turun? Laporkan ke sini

BBC pada Kamis (30/4/2020) mengisahkan, Kitsao berharap anak-anaknya akan tertidur sambil menunggu "makanan" mereka.

Kitsao biasanya bekerja mencuci pakaian di kawasan tempat tinggalnya, tetapi pekerjaan itu sekarang sulit didapat karena orang-orang membatasi interaksi terkait pandemi virus corona yang sedang berlangsung.

Salah seorang tetangganya yang bernama Prisca Momanyi memberi tahu media tentang keadaan Kitsao.

Setelah diwawancarai oleh NTV Kenya, Kitsao pun menerima bantuan uang dari ponsel dan rekening bank yang dibuka untuknya oleh Momanyi, karena ibu 8 anak tersebut tidak bisa baca tulis.

Kitsao tinggal di rumah dengan 2 kamar tidur tanpa air atau listrik. Ia menggambarkan kedermawanan sebagai "keajaiban".

"Saya masih belum percaya warga Kenya bisa sangat peduli, setelah saya menerima telepon dari seluruh negeri bertanya bagaimana mereka bisa membantu," katanya kepada situs berita Tuko.

Dia mengatakan kepada NTV bahwa anak-anaknya yang kelaparan tidak terus-menerus tertipu oleh trik memasak batu.

"Mereka mulai memberi tahu saya bahwa mereka tahu saya berbohong, tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa karena saya tidak punya apa pun."

 Nasib Apriyadi, Kena PHK, hanya Mampu Hidupi Istri dan Dua Anaknya sampai Lebaran saja

 PLN Bantah Gratiskan tagihan listrik Pelanggan PLN 900 VA Non Subsidi dan 1300 VA, ini Penjelasannya

 Kasus Narkoba Meningkat 120 Persen, Pengguna Ekstasi Berpindah ke Hotel dan Apartemen

Tetangganya kemudian datang untuk melihat apakah keluarganya baik-baik saja setelah mendengar anak-anak menangis, lapor NTV.

Sebagai bagian dari langkah-langkah untuk melindungi golongan rentan dari krisis Covid-19, pemerintah Kenya telah meluncurkan program pemberian makanan.

Peninah Bahati Kitsao janda 8 anak menempatkan batu di tungku agar kelihatan memasak oleh anak-anaknya. Ia berharap anak-anaknya tertidur saat menanti makanan-nya selesai dimasak.
Peninah Bahati Kitsao janda 8 anak menempatkan batu di tungku agar kelihatan memasak oleh anak-anaknya. Ia berharap anak-anaknya tertidur saat menanti makanan-nya selesai dimasak. ((Caroline Mwawasi/Tuko via BBC))

Akan tetapi bantuan ini belum sampai ke tangan Kitsao, yang menjanda sejak tahun lalu ketika suaminya dibunuh oleh sekelompok geng.

Tetangganya juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah daerah dan Palang Merah Kenya, yang ikut datang untuk membantu Kitsao.

Lebih banyak rumah tangga di lingkungan kota pesisir itu kini juga akan mendapat bantuan pangan, kata pihak berwenang.

Seperti banyak warga Kenya berpenghasilan rendah lainnya, Kitsao kesulitan mendapatkan penghasilan selama sebulan terakhir, sejak pemerintah memberlakukan aturan-aturan guna membatasi penyebaran virus corona.

Aturan-aturan itu di antaranya termasuk larangan bepergian ke dalam dan ke luar kota-kota besar, lapor wartawan BBC Basillioh Mutahi dari ibu kota Nairobi.

Banyak perusahaan telah mengurangi operasional mereka, atau telah menangguhkan semuanya. Itu berarti pekerja dengan kontrak pendek atau pekerja kasar akan kehilangan pekerjaan utamanya.

Warga yang menjalankan bisnis kecil juga terkena dampak penerapan jam malam.

Kisah tragis Kitsao bertepatan dengan kabar Kementerian Kesehatan Kenya yang menghabiskan banyak uang hasil sumbangan Bank Dunia untuk menanggapi pandemi, untuk para stafnya.

Uang itu dipakai untuk membelanjakan teh, makanan ringan, dan biaya telepon seluler.

Rincian tentang berapa banyak staf yang disediakan bantuan itu tidak jelas, tetapi kadung memantik kemarahan di media sosial bahwa pemerintah telah membelanjakan dana itu saat warga Kenya terus menderita.

Negara di Afrika Timur ini hingga Jumat (1/5/2020) siang WIB telah mencatatkan 396 kasus Covid-19 dengan 17 korban meninggal dan 144 pasien sembuh, menurut data dari Worldometers.

Kisah Umar Bin Khattab

Berikut ini kisah Umar bin Khattab, sosok kepala negara yang sangat peduli kepada warganya.

Umar bin Khattab adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat getol membela umat Islam dari gangguan para kafir Quraisy.

Dia menjadi khalifah kedua umat Islam menggantikan Abu Bakar Ash Shiddiq yang meninggal karena sakit.

Umar bin Khattab menjadi khalifah dari tahun 634 sampai 644 Masehi.

Ia juga merupakan ayah dari Hafshah, istri Nabi Muhammad.

Umar memiliki julukan Al Faruq, artinya orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Julukan Umar Al Faruq ia dapat langsung dari Nabi Muhammad SAW.

Ada sebuah kisah teladan mengenai Umar sebagai khalifah yang patut ditiru para pemimpin era kini.

Ketika itu, Tanah Arab sedang dilandada paceklik atau dikenal sebagai Tahun Abu.

Musim kemarau panjang yang membuat tanah-tanah di Arab menjadi tandus.

Suatu sore, Khalifah Umar mengajak sahabatnya Aslam blusukan ke kampung terpencil di sekitar Madinah.

Di dekat sebuah gubuk reot, langkah Umar terhenti.

Ia mendengar tangisan seorang gadis kecil.

Karena penasaran, Umar pun mengajak Aslam mendekati gubuk lusuh itu memastikan keberadaan penghuninya.

Khalifah Umar berpikir mungkin penghuni gubuk itu membutuhkan bantuan.

Umar pun sampai.

Di dalam gubuk, seorang perempuan dewasa sedang duduk di depan perapian.

Perempuan itu terlihat sedang mengaduk-aduk bejana.

Setelah mengucapkan salam, Umar meminta izin untuk mendekat.

Khalifah Umar bertanya, "Siapa yang menangis di dalam?"

"Anakku," jawab perempuan itu agak ketus.

"Kenapa anak-anakmu menangis? Apa dia sakit?" tanya Umar.

"Tidak, mereka lapar," jawab perempuan itu.

Seketika Umar dan Aslan tertegun.

Keduanya masih duduk di tempatnya cukup lama.

Sementara gadis di dalam gubuk masih saja menangis.

Dalam keadaan seperti itu, perempuan yang menjadi ibunya terus saja mengaduk bejana.

"Apa yang kau masak? Mengapa tidak juga matang masakanmu?" tanya Umar penasaran.

"Kau lihatlah sendiri!" jawab perempuan itu.

"Apakah kau memasak batu?" tanya Umar dengan terkaget.

"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum," kata perempuan itu.

"Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rezeki.

Namun ternyata tidak. Sesudah maghrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut kosong.

Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air.

Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku dengan harapan dia akan tertidur lelap sampai pagi.

Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar dia bangun dan menangis minta makan," ucap perempuan itu.

"Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Dia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya," lanjut perempuan itu.

Perempuan itu tidak tahu jika yang dihadapannya adalah Khalifah Umar.

Mendengar semua itu, Aslam sempat hendak menegur tetapi dicegah oleh Umar.

Umar lantas menitikkan air mata.

Ia segera bangkit lalu mengajak Aslam kembali ke Madinah.

Sampai di Madinah, Umar segera pergi ke Baitul Mal dan mengambil sekarung gandum.

Umar langsung mengangkut karung gandum tersebut di pinggangnya.

"Wahai amirul mukminin, biarlah aku yang memikul karung itu," kata Aslam mencegah Umar.

Wajah Umar marah padam.

"Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Kau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau mau memikul beban di pundakku ini di Hari Pembalasan kelak?" kata Umar dengan nada tinggi.

Aslam tertunduk mendengar perkataan Khalifah Umar.

Sembari terseok-seok, Khalifah Umar mengangkat karung itu dan diantarkan ke gubuk tempat tinggal perempuan itu.

Sesampai di sana, Umar meminta Aslam membantunya menyiapkan makanan.

Umar sendiri yang memasak makanannya.

Setelah matang, Umar segera mengajak keluarga miskin tersebut makan.

Melihat mereka bisa makan, Umar pun merasa tenang.

Umar kemudian pamit.

Ia meminta perempuan itu esoknya menemui Khalifah Umar di kediamannya.

"Berkatalah yang baik-baik. Besok temuilah amirul mukminin dan kau bisa temui aku juga di sana. Insya Allah dia akan mencukupimu," kata Umar sebelum pergi.

Keesokan harinya, perempuan itu pergi menemui Khalifah Umar bin Khattab.

Perempuan itu kaget.

Sebab sosok amirul mukminin yang kemarin telah memasakkan makanan untuk dia dan anaknya.

"Aku mohon maaf. Aku telah menyumpahi dengan kata-kata dzalim kepada engkau. Aku siap dihukum," kata perempuan itu.

"Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku berdosa membiarkan seorang ibu dan anak kelaparan di wilayah kekuasaanku. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan ini di hadapan Allah? Maafkan aku, ibu," kata Khalifah Umar.

Begitulah kisah Umar bin Khattab yang takut masuk neraka karena menelantarkan rakyatnya.

Ia begitu sedih karena ternyata ada rakyatnya di daerah terpencil yang tidak sejahtera.

Ia pun takut apabila di hadapan Allah ia dinyatakan tidak adil.

Hingga Umar memutuskan sendiri mengangkat sekarung gandung sebagai rasa bersalahnya.

Demikian kisah Umar bin Khattab, sosok pemimpin yang mempunya kepedulian yang sangat besar kepada rakyatnya.

Semoga bermanfaat bagi Anda. (tribunjateng/fajar bahruddin achmad)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Umar Bin Khattab dan Ibu yang Memasak Batu, Blusukan Khalifah Umar di Tahun Abu
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Janda Kenya Memasak Batu untuk 8 Anaknya yang Kelaparan"
Penulis : Aditya Jaya Iswara

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved