Virus Corona

KIsah Perjuangan Pasien Positif Corona di Tengah Ketidakpastian dan Kebingungan

Seorang pasien terjangkit virus corona mengisahkan perjuangannya saat hendak mendapatkan pemeriksaan terhadap dirinya di rumah sakit.

Editor: Mohamad Yusuf
AFP/STR
Foto ini diambil pada Selasa (18/02/2020) Seorang dokter sedang menangani pasien yang telah pulih dari infeksi virus corona (COVID-19) menyumbangkan plasma di Wuhan di Hubei, China. Sebelumnya Pejabat kesehatan China pada 17 Februari kemarin mendesak pasien yang telah pulih dari coronavirus untuk menyumbangkan darah sehingga plasma dapat diekstraksi untuk mengobati orang lain yang sakit kritis. (STR/AFP/China OUT) 

Darahnya kemudian diperiksa di laboratorium.

Berbekal rontgen dari rumah sakit dan hasil tes darah, dokter yang menemuinya mengatakan, ”Negatif dan tidak ada indikasi terjangkit corona.”

Padmi (50-an tahun), bukan nama sebenarnya yang menemani temannya selama
pemeriksaan itu memastikan kembali, ”Apakah boleh pulang, Dok?”

Dokter menjawab tenang, ”Boleh.” Setelah membayar Rp 190.000 untuk konsultasi dan pemeriksaan laboratorium, keduanya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan lega.

Namun, demam dan batuk yang diderita lelaki itu makin parah.

Padmi kemudian mengantar temannya itu ke rumah sakit swasta, dengan bekal keterangan hasil pemeriksaan dari rumah sakit rujukan.

Di sana pasien dirawat di ruang biasa, tetapi kondisinya tak juga membaik.

Setelah dua hari perawatan, kondisinya kritis.

Pihak rumah sakit menghubungi Posko Tanggap Covid-19 DKI Jakarta sehingga kemudian diambil swab.

Sampel pasien itu dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan saat itu juga.

”Baru pada saat itulah kami tahu bahwa tes corona ternyata harus memakai swab. Jadi, selama ini pemeriksaan rontgen dan diambil darah hanya untuk mengetahui gejala. Kenapa tidak dari awal diambil swab?” keluh Padmi.

Tiga hari kemudian, Padmi mewakili pasien menanyakan hasil pemeriksaan ke rumah sakit, dinas kesehatan, hingga Litbangkes.

Namun, hingga 11 Maret itu rupanya sampel pasien belum diobservasi.

Alasannya, pasien tidak masuk daftar terduga corona yang harus segera diperiksa, tetapi hanya dikategorikan sebagai orang dengan riwayat kontak.

”Padahal, jelas-jelas teman saya dalam kondisi kritis,” ujarnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved