Museum
Seramnya Lonceng Kematian dan Penjara Bawah Tanah di Gedung Bekas Balaikota Belanda di Jakarta
Museum ini, kini menjadi salah satu ajang untuk menapak tilas sejarah berdirinya Jakarta serta menjadi wadah bagi beragam benda-benda bersejarah
Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Feryanto Hadi
Dalam perkembangannya, Stadhuis tak hanya berfungsi sebagai kantor pemerintahan atau Balaikota saja. Gedung ini juga difungsikan untuk aneka urusan seperti Kantor Dewan Urusan Perkawinan, Panitia Kesejaheraan Anak Yatim-Piatu dan sebagainya.
Namun, gedung ini lebih banyak berperan sebagai kantor pemerintahan dan kantor pengadilan. Karena itu, sejak tahun 1649, gedung ini dilengkapi dengan sel atau ruang penjara.
Ruang penjara ini, digunakan bagi mereka yang tengah menunggu vonis dari majelis hakim pengadilan. Ruang penjara itu berada di lantai dasar bangunan utama bagian belakang, dan kini kerap disebut sebagai penjara bawah tanah yang konon menyimpan segudang misteri.
Dikisahkan pula, selain memiliki koleksi-koleksi berharga serta cerita-cerita sejarah yang lain, museum ini juga menyimpan beberapa kisah tragis seperti pernah digunakan sebagai tempat hukum gantung bagi ribuan etnis Tionghoa yang terlibat dalam pemberontakan melawan kekuasaan kolonial tahun 1740 dihalaman depannya (sekarang Taman Fatahillah).
Lonceng kematian
Menara merupakan bagian yang paling menonjol dari Gedung Museum Sejarah Jakarta. Jika dilihat dari luar, bangunan berbentuk segi delapan ini terletak persis di tengah-tengah gedung.
Tempat ini bisa diakses melalui anak tangga yang menghubungan satu lantai dengan lantai lain, di dalam Gedung Museum Sejarah Jakarta.
Berada di dalam ruangan ini, dijamin jantung akan berdebar kencang. Apalagi jika sebelumnya kita sudah tahu atau pernah membaca sejarah benda-benda yang ada di menara ini.
Di ruang menara ini, terdapat lonceng dan dan besar. Dikisahkan, jam tersebut dipasang oleh Pemerintah Inggris pada saat berkuasa di Batavia (1811-1815).
Jam tersebut kini sudah tidak bida dipergunakan lagi, tinggal mesinnya saja.
Berbeda dengan jam, kondisi lonceng masih terpelihara dengan baik. Lonceng ini dibuat pada tahun 1742.
Pada lonceng terdapat inskripsi atau tulisan Soli Deo Gloria-Johannae Reynhard Lempke Baas Koper-Schlager-Anno Batavia 1742. Lempke adalah pandai besi dan tembaga diperkampungan tukang dari tahun 1731-1752.
Dahulu, lonceng tersebut dikenal dengan lonceng kematian. Dari julukannya saja, sudah bisa kita bayangkan betapa ngerinya keberadaan lonceng ini di masa dulu. Lonceng kematian ini dibunyikan jika ada tahanan yang akan dieksekusi mati.
Jika lonceng ini berbunyi, semua tahanan yang menempati beberapa ruang di gedung ini dipastikan akan gelisah. Pasalnya, para tahanan tersebut akan segera berpisah dengan salah salah kawan mereka, yang akan segera dihukum mati.
Lonceng kematian dibunyikan terakhir kalinya pada tahun 1896 saat Tjoen Boen Tjeng dihukum gantung karena terlibat dalam penjarahan. Tjoen tercatat sebagai tahanan terakhir yang dieksekusi hukuman mati di gedung ini.