OTT KPK

Update DPR Cecar KPU Terkait Penangkapan Koruptor KPU Wahyu Setiawan yang Membuat Kepercayaan Runtuh

Penangkapan koruptor KPU bernama Wahyu Setiawan itu telah mengakibatkan nama KPU kembali tercoreng dan sulit dipulihkan.

Antara/Kompas.com
Koruptor KPU Wahyu Setiawan ditangkap dan diborgol KPK. 

UPAYA penegakan hukum masih terus dilaksanakan oleh Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melaksanakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap koruptor KPU, Wahyu Setiawan.

KPK melakukan penggeledahan terkait OTT yang dilakukan tersebut dengan barang bukti berupa sejumlah uang korupsi.

Penangkapan koruptor KPU bernama Wahyu Setiawan itu telah mengakibatkan nama KPU kembali tercoreng dan sulit dipulihkan.

Apalagi diketahui keputusan untuk melaksanakan Pergantian Antar Waktu (PAW) tidak bisa hanya diputuskan oleh Wahyu Setiawan karena merupakan putusan lembaga.

Polisi Sedang Memburu Pemilik Akun Twitter @digeeembok yang Dilaporkan Pramugari Garuda Siwi Sidi

Dalam kaitan ini, Kompas.com mengungkap bahwa Komisi II DPR mencecar Komisi Pemilihan Umum ( KPU) soal operasi tangkap tangan ( OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) terhadap komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang tertangkap basah melakukan korupsi.

Pertanyaan tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Anggota Komisi II Fraksi PAN, Guspardi Gaus mengatakan, bakal sulit bagi KPU untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap kinerja mereka.

Ia menyebut KPU telah luluh lantak akibat peristiwa tersebut.

"Menurut saya, ini sulit mengembalikan kepercayaan. KPU pusat saja berbuat begitu, ini kan yang tertangkap, bagaimana dengan yang lain-lain," kata Guspardi.

"Saya berharap bagaimana mengambalikan trust ini," katanya.

Gelombang Protes Rakyat Iran Terjadi Dampak Pesawat Berpenumpang 176 Jiwa Tega Dihabisi dengan Rudal

Sementara itu, anggota Fraksi PDIP DPR, Cornelis Lay meminta KPU segera melakukan penggantian terhadap pihak yang bermasalah di KPU.

Menurut dia, KPU harus bersiap-siap maksimal jelang Pilkada 2020.

"Saya harap pihak yang bermasalah di KPU segera diganti agar tidak mencederai integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pilkada 2020 nanti," kata Cornelis.

Selanjutnya, adalah anggota Fraksi Gerindra Kamrussamad yang menyatakan prihatin atas kasus dugaan suap yang melibatkan Wahyu dengan politikus PDI-P Harun Masiku.

Ia pun mendukung sikap KPU yang tegas menolak putusan dan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang dianggap bertentangan dengan UU Pemilu.

"Kita tidak mengenal pengadilan umum dalam sengketa pemilu, apalagi fatwa."

"Karena itu, saya hargai keputusan pleno KPU yang konsisten berpegang teguh terhadap keputusan pleno KPU sebelumnya dengan menetapkan sistem suara terbanyak sebagai anggota DPR terpilih," kata Kamrussamad.

Dalam rapat sore ini, selain KPU juga hadir Bawaslu dan DKPP. Agenda rapat membahas persiapan penyelenggaraan Pilkada 2020 serta isu-isu aktual lain. (Tsarina Maharani)

Tautan asal

Sebelumnya diberitakan, penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai dilakukan setelah sebelumnya, mereka gagal memasuki DPP PDIP.

Awalnya, hal itu terjadi sebagai akibat KPK dinilai belum mempunyai surat izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK, sehingga penyergapan dan upaya penggeledahan yang dilakukan tidak bisa terlaksana.

Diduga penggeledahan yang tertunda bisa mengakibatkan penghilangan barang bukti atau perusakan barang bukti, tapi KPK sudah mengantongi dua alat bukti saat menetapkan tersangka yang langsung dijebloskan ke tahanan.

Meski demikian, KPK sudah mengantongi bukti korupsi yang dilakukan oleh Wahyu Setiawan dan sejumlah tersangka yang telah ditetapkan oleh KPK.

Selain Wahyu Setiawan yang ditangkap, KPK juga menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka, sejumlah pihak lainnya termasuk staf Hasto Kristiyanto juga telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang mantan Bawaslu.

Peristiwa itu diawali dengan tindak pidana korupsi yang melibatkan sejumlah nama dalam kasus Pergantian Antar Waktu (PAW) yang dilaksanakan oleh PDIP akibat caleg terpilih yakni Nazaruddin Kiemas meninggal dunia.

 Terungkap Keberadaan Harun Masiku Dipastikan di Luar Negeri pada Saat Dua Hari Sebelum Ditangkap KPK

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Ketua KPU, Arief Budiman membenarkan ruang kerja mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan digeledah oleh penyidik KPK di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).

Penggeledahan berkaitan dengan ditetapkannya Wahyu sebagai tersangka suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 ketika masih menjabat sebagai Komisioner KPU.

"Yang dimasuki (penyidik KPK) hanya ruangannya Pak Wahyu saja," kata Arief di Kantor KPU, Senin.

Ketua KPU, Arief Budiman dengan jajarannya menjelaskan tentang penggeledahan yang dilakukan oleh KPK.
Ketua KPU, Arief Budiman dengan jajarannya menjelaskan tentang penggeledahan yang dilakukan oleh KPK. (Kompas.com)

Arief menjelaskan, penggeledahan dimulai sekitar pukul 11.30 WIB. Ketika penggeledahan dimulai, Arief dan komisioner lainnya tidak berada di kantor lantaran tengah menghadiri sidang uji materi Undang-undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi ( MK).

"Jadi, kami sidang di MK, terus menerima pemberitahuan bahwa akan dilakukan penggeledahan," ujar Arief.

"Terus, Pak Sekjen sudah mempersilahkan memberitahu dan juga sudah menugaskan beberapa orang untuk di situ membantu mempermudah proses pemeriksaan dokumen pengecekan," kata dia.

Selama ini, diketahui penetapan PAW oleh KPU merupakan keputusan kolektif dengan mengacu pada UU Pemilu, dalam kasus Harun Masiku, keputusan itu juga bukan keputusan Wawan Setiawan saja.

 Wacana untuk Melaksanakan Relokasi Perumahan Pondok Gede Permai Menunggu Keputusan Pemerintah Pusat

Meski demikian, setelah selesai menghadiri sidang di MK., Arief dan komisioner KPU lainnya sempat bertemu dengan penyidik KPK.

Kepada para penyidik KPK, Arief dan komisioner KPU lainnya menegaskan, mereka akan bersikap kooperatif bila nantinya dimintai keterangan.

Namun, hingga saat ini, belum ada permintaan dari penyidik KPK untuk meminta keterangan dari dirinya atau komisioner lain, terkait kasus yang menjerat Wahyu Setiawan.

"Prinsipnya, KPU terbuka kooperatif siap bekerjasama bilamana diperlukan klarifikasi informasi, tambahan dokumen, kan kita belum tahu yang dibutuhkan apa, nanti kita siap hadir dan sedia," ujar Arief.

Soal dokumen apa saja yang disita oleh penyidik, Arief belum dapat memastikannya.

Sebab, penggeledahan masih berlangsung.

 Pelajar SMK Dirawat karena Ditusuk Begal yang Mengincar Sepeda Motor Meski Pelaku Gagal Membawanya

Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

Wahyu diduga menerima suap dari politisi PDIP, Harun Masiku, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Harun Masiku mengawali dengan mendapatkan rekomendasi DPP PDIP yang di antaranya telah mendapatkan tanda tangan dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (Twitter)

Selain menetapkan Wahyu dan Harun, dalam kasus ini KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta bernama Saeful.

Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap.

Sementara, kedudukan Harun dan Saeful disebut sebagai pihak yang memberi suap. (Fitria Chusna Farisa)

Tautan asal

Sebelumnya, diungkap oleh kalangan netizen dari video debat di layar kaca, saat anggota KPU, Wahyu Setiawan menjelaskan tentang dugaan korupsi yang dilakukan oleh KPU di tahun 2004.

Sindiran dan ejekan itu diberikan Wahyu Setiawan saat menyerang Chusnul Mariyah, yang mengeritisi kinerja KPU.

Bukannya menerima kritik yang disampaikan Chusnul Mariyah, Wahyu Setiawan malah menyerang Chusnul Mariyah, yang hadir dengan sejumlah data di diskusi Indonesia Lawyer Club (ILC) di saat Wahyu Setiawan masih berkuasa dan berjaya.

Padahal, Chusnul Mariyah menyarankan agar KPU membaca hampir 600 pasal di dalam UU Penyelenggaraan Pemilu.

Ternyata KPU tidak membacanya dan malah membuat aturan di luar UU.

 Rudal Iran Menembak Jatuh Pesawat Sipil yang Menewaskan 176 Jiwa dengan Memanasnya Konflik Lawan AS

Dalam diskusi yang dilakukan itu, sebenarnya Chusnul Mariyah menunjuk anggaran KPU tahun 2004 yang nilainya Rp 7 trilun, tapi digunakan untuk menyelenggarakan tiga kali pemilu.

"Tiga kali pemilu adalah pemilihan legislatif, pilpres putaran pertama, dan pilpres putaran kedua," katanya.

Apa yang disampaikan oleh Chusnul Mariyah kemudian ditanggapi Wahyu Setiawan bahkan dengan membawa nama Tuhan dalam pernyataannya.

"Kalau diperbandingkan dengan KPU 2004, anggaran Rp 24,9 triliun dipergunakan sebaik-baiknya."

"Insya Allah anggaran dipergunakan sebaik-baiknya, kami pertanggungjawabkan kepada Tuhan dan rakyat Indonesia."

"Kami akan berupaya kasus korupsi 2004 tidak terulang lagi di tahun 2019."

Ternyata sumpah yang disampaikan oleh Wahyu Setiawan di depan jutaan penonton dan bahkan video itu masih bisa diulang-ulang untuk disaksikan, Wahyu Setiawan malah kena cokok KPK karena korupsi.

Sementara itu, diungkap Kompas.com, sebelumnya, Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril mengatakan, banyak yang tidak menduga peristiwa ini karena selama ini KPU dianggap cukup keras dengan gagasan-gagasan antikorupsi.

Menurut dia, dampak dari penangkapan tersebut juga akan berimbas terhadap institusi KPU.

Pengaruhnya, penangkapan Wahyu Setiawan bisa membuat kepercayaan publik terhadap KPU menjadi menurun.

 Pramugari Siwi Sidi Melaporkan Pihak yang Menghancurkan Nama Baik dengan Ungkap Dirinya Simpanan

Pascakasus ini, ia mengingatkan KPU untuk meyakinkan publik bahwa mereka tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi.

KPU juga harus tetap memegang integritas dalam penyelenggaraan pemilu KPU dan jajarannya harus bisa menunjukkan komitmen pada publik bahwa mereka menggunakan standar integritas yang tinggi dalam bekerja.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, Komisi Pemilihan Umum ( KPU) harus mendukung penuh langkah KPK dalam membongkar kasus dugaan suap yang diduga melibatkan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

 Update Warga Mengenal Satu Keluarga Korban Penganiayaan Tidak Punya Musuh dan Dikenal Orang Penyabar

Wahyu Setiawan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Setelah ditetapkan tersangka, Wahyu Setiawan yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK itu, kemudian mengundurkan diri sebagai anggota KPU.

Penetapan tersangka dilakukan setelah Wahyu Setiawan ditangkap dalam OTT oleh KPK.

Menurut Titi, KPU perlu meyakinkan publik bahwa kasus yang menjerat Wahyu Setiawan adalah tindakan oknum dan kasus yang terkait KPU secara kelembagaan.

"Kekhawatiran terbesar adalah kasus WS ini akan dipakai untuk mendegradasi sistem demokrasi langsung, dengan mengait-ngaitkan ketidakcakapan KPU sebagai penyelenggara pemilu berintegritas," kata Titi, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/1/2020).

 Update Diungkap Tidak Ada Harta Hilang di Rumah Korban Penganiayaan yang Dilakukan Pakai Gagang Besi

Titi menilai, KPU harus bersikap terbuka dan komunikatif kepada publik, sehingga tak memunculkan spekulasi yang bisa mendelegitimasi KPU.

"Kita harus bedakan antara orang dan fungsi lembaganya."

"Tentu, pembenahan dan pembersihan internal institusi mutlak dilakukan," kata dia.

Saat Wahyu Setiawan masih berkuasa tidak mau menerima masukan dari mantan anggota KPU 2004, Chusnul Mariyah yang diserang oleh Wahyu Setiawan yang sampai bawa nama Tuhan tidak korupsi seperti KPU 2004.
Saat Wahyu Setiawan masih berkuasa tidak mau menerima masukan dari mantan anggota KPU 2004, Chusnul Mariyah yang diserang oleh Wahyu Setiawan yang sampai bawa nama Tuhan tidak korupsi seperti KPU 2004. Saat Wahyu Setiawan nyengir meledek Chusnul Mariyah yang memberikan masukan kepada KPU karena mempunyai anggaran sangat besar. (YouTube)

Titi mengatakan, KPU sebaiknya belajar dari MK pascakasus yang terjadi pada Akil Mochtar, saat masih menjabat Ketua MK.

"MK setidaknya butuh dua tahun untuk kembali stabil secara kelembagaan dan tentu itu tidak mudah."

"Memerlukan komitmen utuh, konsisten, dan terus menerus dari jajaran KPU dalam hal ini, baik komisioner maupun sekretariat," kata Titi.

 Satu Keluarga di Depok Dianiaya Orang Tak Dikenal dengan Benda Tumpul Untungnya Diselamatkan Warga

Menurut dia, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan KPU.

Salah satunya, melakukan audit atas sistem integritas internal KPU.

"Selain itu, memastikan jajaran KPU di pusat maupun daerah bekerja profesional didorong membangun whistle blower system di kelembagaan KPU untuk memberi iklim yang kondusif bagi ekosistem antikorupsi dan iklim kontrol yang efektif di kelembagaan KPU," ujar dia.

 Komisioner KPU Wahyu Setiawan Jadi Tersangka Minta Uang Rp 900 Juta untuk Muluskan Caleg PDIP

Titi juga menyarankan KPU untuk memperkuat budaya kerja yang terbuka, transparan, dan akuntabel dalam tata kelola internal KPU maupun dalam menyelenggarakan tahapan kepemiluan dan pilkada.

Tautan asal

Kasus korupsi memang menjerat anggota KPU di tahun 2004 dengan diawali penangkapan terhadap Mulyana W Kusumah.

Ketika itu, Chusnul Mariyah adalah anggota KPU bersama dengan Valina Sinkha, yang dipimpin oleh Nazaruddin Sjamsuddin.

Sejumlah upaya pengusutan oleh KPK memang membuat KPU di masa tersebut tercoreng kiprahnya.

Wahyu Setiawan malu dan menutupi borgol pakai ransel.
Wahyu Setiawan malu dan menutupi borgol pakai ransel. (Antara/Kompas.com)

Karena itu, saat Wahyu Setiawan mengejek Chusnul Mariyah yang memberikan nasihat, Wahyu Setiawan akhirnya dipakaikan rompi oranye.

Selain itu, Wahyu Setiawan diborgol dan karena malu, dia sampai menutupi borgolnya dengan ransel.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved