Kecurangan Pemilu Terungkap Hingga Menangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Gus Nur Sumpah Mubahalah

Kecurangan Pemilu terungkap hingga menangkap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, Gus Nur sumpah mubahalah minta pelaku kecurangan dilaknat tujuh keturunan

Editor: Dwi Rizki
Twitter @FarisLangkat
Gus Nur Sumpah Muhabalah 

Terungkapnya kasus dugaan suap yang melibatkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan serta sejumlah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) disesalkan banyak pihak.

Terlebih bagi Sugi Nur Raharja alias Gus Nur yang sejak lama menjadi oposisi dalam pemerintahan Joko Widodo.

Menanggapi kasus korupsi tersebut, Gus Nur melakukan sumpah mubahalah di bawah Al Quran.

Momen sumpah yang dilakukannya dihadapan jemaahnya itu terekam dan diunggah oleh akun milik Ketua Yayasan Darul Fatah Hidayatullah, Muhammad Faris @FarisLangkat; pada Senin (13/1/2020).

Dalam video tersebut, mengawali sumpah muhabalah, Gus Nur meminta maaf kepada Tuhan apabila sumpah yang dilakukannya melanggar ajaran Islam.

Akan tetapi, pilihannya untuk melakukan sumpah muhabalah karena Gus Nur mengaku telah berputus asa atas kondisi bangsa yang kini kian memprihatinkan.

"Ya Allah maafkan saya kalau ini salah di mata-Mu, Saya nggak punya pilihan lain ya Allah. Ya Allah maafkan kalau ini salah di dalam pandangan-Mu, saya sudah putus asa ya Allah," ungkap Gus Nur.

"Ya Allah maafkan kalau ini salah menurut penilaian-Mu, terpaksa jalan ini kami ambil ya Allah. Ya Allah, kalau ini riya, kalau ini sensasi, kalau ini popularitas, kalau ini main-main, maafkan saya ya Allah. Bersihkan hatiku dari semua unsur popularitas, sensasi atau main-main ya Allah," jelasnya.

Dalam sumpahnya, Gus Nur mengungkapkan kondisi bangsa yang menurutnya membutuhkan bantuan Allah.

Rakyat kini tidak percaya dengan pemerintahan saat ini yang disebut Gus Nur sebagai maling.

PKS Nilai Dewan Pengawas KPK Bikin Penyelidikan Kasus Suap Komisioner KPU Birokratis dan Memble

Kasus OTT Komisioner KPU dan 3 Surat Bertanda Tangan Megawati-Hasto untuk KPU, Ini Penjelasan PDIP

"Ya Allah, aku hidup di Indonesia, aku hidup di negara Indonesia, dan di dalam pandangan mataku sekarang negara yang aku cintai dalam kondisi sakit yang tidak ada obatnya. Dalam kondisi makar yang teramat makar kepada-Mu ya Allah. Tidak ada solusi kecuali engkau langsung yang turunkan keadilan-Mu ya Allah," ungkap Gus Nur.

"Di dalam pandanganku kami sebagai rakyat kecil selalu didzalimi, difitnah, diadu domba, disakiti, dikhianati, dicurangi, dituduh-tuduh, makar, dibohongi, ditipu secara terang-terangan ya Allah. Ya Allah, di mataku sekarang ini pengendali republik ini semuanya adalah maling-maling. garong-garong, penjahat-penjahat besar ya Allah," jelasnya.

Kecurangan dan tipu muslihat dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) yang digelar pada tahun 2019 lalu katanya semakin terlihat.

Kecurangan tersebut bahkan tidak sederhana, tetapi sistematis dan masif.

"Ya Allah, baru saja kami kami menyelesaikan hajat besar Pemilihan Umum Presiden (Pilpres), ternyata makin ke sini semakin membingungkan ya Allah. Dan imanku mengatakan bahwa memang terjadi kecurangan yang tidak sederhana, terjadi kecurangan yang tidak kecil ya Allah, sistematis dan masif ya Allah," ungkap Gus Nur.

"Mulai dari KPU-nya sampai oknum polisinya, sampai oknum camatnya, sampai penjaga TPS-nya, semuanya curang ya Allah," tambahnya.

Apabila sangkaannya tidak benar, Gus Nur meminta kepada Allah agar melaknat 21 keturunannya, termasuk dirinya, istri dan anak-cucunya.

"Ya Rabb, kalau penialianku ini salah, mudah-mudahan kau laknat 21 turunanku ya Allah," tegas Gus Nur.

"Anaku, istriku, cucuku, laknat, hancurkan sehancur-hancurnya ya Allah, kalau aku memang salah di mata-Mu ya Allah," ungkapnya memelas.

Buntut OTT Wahyu Setiawan, KPU Harus Bangun WBS dengan KPK

Ini Calon Kuat Pengganti Wahyu Setiawan di KPU, Tak Perlu Jalani Fit and Proper Test Lagi

Namun, lanjutnya, apabila sangkaannya terbukti nyata, Gus Nur meminta kepada Tuhan untuk melaknat penguasa hingga tujuh keturunan.

"Tapi ternyata memang rezim ini yang dzolim, KPU-nya yang curang, KPU-nya yang bohong, polisinya yang bohong, camatnya yang bohong, TPS-nya yang bohong, penjilat-munafik yang bohong, siapapun ya Allah, Rabb, laknat tujuh turunannya ya Allah," tegas Gus Nur.

"Hancurkan sehancur-hancurnya ya Allah. Hancurkan sehancur-hancurnya ya Allah. Kecuali mereka bertaubat ya Allah," teriaknya.

Selanjutnya Gus Nur melanjutkan sumpah muhabalah dengan melantunkan sahadat dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Lebih lanjut diungkapkannya, sumpah muhabalah tersebut ditujukannya kepada penyelenggara pemilu mulai dari KPU, Bawaslu hingga pemerintahan Joko Widodo saat ini.

Sumpah ditegaskannya ditujukan kepada setipa pihak yang telah membohongi rakyat.

"Sumpah muhabalah ini kita tujukan kepada KPU-nya, terutama. KPU dan semua jajarannya," ungkap Gus Nur.

"KPU-nya, Bawaslu-nya, rezimnya, presidennya, menterinya, polisinya, camatnya, pegawai TPS-nya, siapapun yang terlibat andil dalam kecurangan yang menyebabkan kehancuran ini dilaknat oleh Allah," ungkap Gus Nur diamini para jemaah.

"Kecuali mereka bertobak dan minta maaf dan mengaku secara terang-terangan di hadapan rakyat," tutupnya.

Sekjen PDIP Hasto Kristianto dan stafnya, Saeful, dalam pusaran OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Sekjen PDIP Hasto Kristianto dan stafnya, Saeful, dalam pusaran OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan (photocollage/wartakotalive.com/tribunnews.com/kompas.com/gelora)

Tanda Tangan Megawati dan Hasto

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun menjelaskan soal surat dari PDI-P untuk KPU yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarno Putri dan Sekjen Hasto Kristiyanto.

Komarudin mengatakan ketiga surat tersebut merupakan permohonan PDI-P kepada KPU terkait gugatan uji materil PKPU No 3/2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Gugatan itu diajukan Mega dan Hasto dengan memberikan kuasa kepada pengacara Donny Tri Istiqomah. Lewat gugatan uji materil itu,

 Dapat Izin Dewan Pengawas, KPK Bakal Geledah Kantor DPP PDIP dan Ruang Kerja Hasto Kristiyanto?

 KPU Bawa Bukti Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ikut Tanda Tangan di 3 Surat Harun Masiku

PDI-P meminta agar suara calon legislatif yang telah meninggal dunia dialihkan dan diperhitungkan menjadi suara partai.

Selanjutnya, berdasarkan putusan No 57.P/HUM/2019, MA mengeluarkan fatwa yang menyatakan perolehan suara terbanyak caleg menjadi diskresi parpol untuk menentukan kader terbaik sebagai pengganti caleg terpilih yang meninggal dunia.

"Surat itu keluar atas keputusan MA. Bahwa ada ruang di sana untuk lakukan pergantian, makanya Ibu (Megawati) tanda tangan di situ. Itu normatif saja sebagai ketua umum dan sekjen," kata Komarudin di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu (11/1/2020).

Namun, menurut Komarudin KPU tak melaksanakan fatwa MA itu. KPU menetapkan Riezky Aprilia menjadi mengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI yang meninggal pada Maret 2019 sebelum gelaran Pileg.

"Tapi kemudian oleh KPU tidak terima surat itu, makanya dilaksanakan sekarang Aprilia itu sudah dilantik jadi anggota DPR," terangnya.

Menurut KPU Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengungkap ada tiga surat dari PDI-P untuk KPK yang dibubuhi tanda tangan Sekjen Hasto Kristiyanto.

Surat itu terkait permohonan agar caleg PDI-P Harun Masiku ditetapkan sebagai pengganti antar waktu (PAW) untuk Nazarudin Kiemas.

"Jadi KPU menerima surat dari DPP PDI Perjuangan sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung , (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019," ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).

Arief menjelaskan, surat pertama merupakan permohonan pelaksanaan putusan MA yang ditandatangani Ketua Bapilu Bambang Wuryanto dan Sekjen Hasto Kristiyanto.

Momen Wahyu Setiawan Disemprot Chusnul dan KPU Membatalkan PAW Harun Masiku Saat Wahyu Ditangkap KPK

KPU Bawa Bukti Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ikut Tanda Tangan di 3 Surat Harun Masiku

Selanjutnya, surat kedua merupakan tembusan perihal permohonan fatwa terhadap putusan MA Nomor 57.P/HUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 ditandatangani Ketua DPP Yasonna Hamonangan Laoly dan SekjenHasto Kristiyanto.

Surat ketiga, tertanggal 6 Desember 2019 ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto.

Karena surat ketiga ditujukan ke KPU, maka KPU menjawab pada 7 Januari 2020. Arief mengatakan KPU tak dapat melaksanakan putusan MA.

"Yang isinya (surat balasan) kurang lebih sama dengan balasan untuk surat pertama (tidak bisa menjalankan)," ujar dia.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membeberkan resep nasi goreng milik ketua umum-nya Megawati Sukarnoputri, ke masyarakat umum, saat kampanye di alun-alun Kota Tangerang, Banten, Minggu (24/3/2019).
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membeberkan resep nasi goreng milik ketua umum-nya Megawati Sukarnoputri, ke masyarakat umum, saat kampanye di alun-alun Kota Tangerang, Banten, Minggu (24/3/2019). (ISTIMEWA)

Kronologi PAW

Dikutip dari Kompas.com, Nama Nazarudin Kiemas mengemuka dalam kasus suap penetapan anggota DPR RI 2019-2024 yang melibatkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) nonaktif, Wahyu Setiawan.

Pada Pemilu 2019, Nazarudin merupakan politisi PDI Perjuangan yang mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI dari dapil Sumatera Selatan I.

Namun, dalam prosesnya adik almarhum mantan Ketua MPR Taufik Kiemas ini meninggal dunia sebelum hari H pemungutan suara yang jatuh pada 17 April 2019 lalu.

Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, menjelaskan kronologi pencalonan Nazarudin dalam pemilu lalu.

Menurut Evi, pada 20 September 2018, KPU menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) DPR RI Pemilu 2019 dapil Sumatera Selatan I.

Ada 8 orang caleg PDI Perjuangan yang ditetapkan dalam DCT itu. Adapun dalam DCT caleg PDI Perjuangan Dapil Sumatera Selatan I, nama Nazarudin Kiemas mendapat nomor urut 1.

Kemudian, secara berturut-turut disusul oleh Darmadi Djufri pada nomor 2, Riezky Aprilia pada nomor 3, Diah Okta Sari pada nomor 4, Doddy Julianto Siahaan pada nomor 5, Harun Masiku pada nomor 6, Sri Suharti pada nomor 7 dan Irwan Tongari pada nomor 8.

"Berdasarkan informasi dari media online pada 27 Maret 2019, diketahui bahwa Nazarudin Kiemas meninggal dunia. Dari situ KPU melakukan klarifikasi kepada DPP PDI Perjuangan melalui surat KPU Nomor 671/PL.01.4-SD/06/KPU/IV/2019 tanggal 11 April 2019 perihal Klarifikasi Calon Anggota DPR RI dalam Pemilu Tahun 2019," ujar Evi dalam konferensi pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye, seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye, seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. (TRIBUNNEWS/JEPRIMA)

DPP PDI Perjuangan lalu menjawab surat KPU tersebut melalui surat nomor 2334/EX/DPP/IV/2019 tanggal 11 April 2019.

Surat itu pada pokoknya membenarkan bahwa Nazarudin Kiemas telah meninggal sesuai surat kematian dari Rumah Sakit Eka Hospital tanggal 26 Maret 2019.

Lalu, Berdasarkan Surat balasan dari DPP PDI-P tersebut dan mengacu pada ketentuan Pasal 37 huruf d Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara KPU melakukan sejumlah langkah.

Pasal itu menyatakan, jika terdapat calon anggota DPR, yang meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sejak ditetapkan sebagai calon anggota DPR, maka KPPS bisa mengumumkan calon yang meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat melalui papan pengumuman di TPS dan/atau secara lisan kepada pemilih sebelum pemungutan suara dilaksanakan.

Selanjutnya, melalui Surat Ketua KPU Nomor 707/PL.01.4-SD/06/KPU/IV/2019 tanggal 16 April 2019 perihal Pengumuman Calon Anggota DPR yang Tidak Memenuhi Syarat diinformasikan kepada KPU Provinsi Sumatera Selatan bahwa Nazarudin Kiemas telah meninggal.

"Kemudian, kondisi ini harus ditindaklanjuti dengan memedomani ketentuan Pasal 37 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 dan sesuai ketentuan Pasal 55 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019," tutur Evi.

"Aturan itu menyebut bahwa dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara yang dicoblos pada nomor urut dan/atau nama calon anggota DPR, yang telah meninggal dunia, suara tersebut dinyatakan sah dan menjadi suara sah Partai Politik," lanjutnya.

Selanjutnya, berdasarkan kondisi ini, nama Nazaruddin Kiemas dicoret dari DCT sebagaimana Keputusan KPU Nomor 896/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IV/2019 tanggal 15 April 2019 tentang Perubahan Keenam DCT DPR RI Pemilu Tahun 2019.

Setelah proses pemungutan suara dilakukan, KPU mencatat perolehan suara caleg DPR RI dari PDI Perjuangan dapil Sumatera Selatan I.

Perolehannya adalah sebaga berikut: PDI Perjuangan: 145.752 suara

1. NAZARUDIN KIEMAS : 0 suara

2. DARMADI DJUFRI : 26.103 suara

3. RIEZKY APRILIA : 44.402 suara

4. DIAH OKTA SARI : 13.310 suara

5. DODDY JULIANTO SIAHAAN: 19.776 suara

6. HARUN MASIKU: 5.878 suara

7. SRI SUHARTI : 5.699 suara

8. IRWAN TONGARI : 4.240 suara

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved