Kasus Narkoba

Edarkan Sabu 1 Kg, Residivis Narkoba Diringkus Polisi Menjelang Tahun Baru

Residivis narkoba kembali ditangkap aparat Kepolisian karena ketahuan hendak mengedarkan sabu seberat 1 Kg. Begini kronologinya

Penulis: Desy Selviany | Editor: Dian Anditya Mutiara
Humas Polres Jakarta Barat
Polres Jakarta Barat tangkap residivis pengedar sabu di kawasan Jelambar, Jakarta Barat 

Namun, ia tidak menjelaskan secara pasti apakah barang haram tersebut digunakan untuk malam tahun baru atau tidak.

"Kita enggak bisa mengatakan bahwa itu untuk kebutuhan spesifik malam tahun baru ya."

"Tapi yang pasti peningkatan itu berdasarkan data itu meningkat pada setiap akhir tahun."

"Kalian sendiri lah menyimpulkan itu kira-kira seperti itu kenapa," kata Krisno di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).

Krisno menjelaskan , salah satu faktor peningkatan peredaran narkoba bisa jadi lantaran banyaknya petugas yang libur.

Sehingga, pengawasan kala itu melemah dan diandalkan peredaran narkoba.

"Kalau kami itu faktornya banyak, mungkin karena angin laut lagi rendah."

"Mungkin pengawasan lagi lengah, dianggap akhir tahun lagi banyak yang libur petugasnya. Jadi semua banyak faktor itu," jelasnya.

Di sisi lain, Krisno menyatakan telah melakukan langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya peredaran narkoba, khususnya di Jakarta.

Salah satunya, dengan pengawasan langsung terhadap titik-titik rawan peredaran narkoba.

"Intelijen kami bergerak, lalu juga mengimbau di tempat hiburan malam jangan sampai disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pengedar ini kan."

"Atau event-event old and new," tuturnya.

Selain tempat hiburan malam, ia juga telah menyoroti sejumlah tempat lain yang dinilai rawan peredaran narkoba.

"Ada tempat semacam kos-kosan atau apartemen tertentu yang rawan itu ada, kita punya gambarannya," bebernya.

Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut ihwal tempat mana yang jadi target peredaran narkoba.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, merespons berkembangnya wacana pembubaran Badan Narkotika Nasional (BNN).

Menurut Dasco, wacana tersebut perlu kajian yang lebih mendalam.

"Kalau soal itu perlu kajian lagi yang lebih spesifik," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menerangkan, setiap negara maju memiliki lembaga khusus yang menangani permasalahan narkotika.

Sehingga, menurutnya wacana pembubaran BNN perlu dikaji lebih mendalam.

Apalagi, kata Dasco, saat ini Indonesia masuk kategori darurat narkoba.

"Sehingga peleburan-peleburan itu saya pikir juga perlu dikaji."

"Karena Indonesia ini termasuk yang narkotikanya sudah dalam tingkat yang mengkhawatirkan, di mana-mana itu sudah menyebar," tutur Dasco.

Wacana pembubaran BNN mencuat dalam rapat Komisi III DPR dengan BNN, Kamis (21/11/2019).

Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota Komisi III DPR mencecar BNN, lantaran tidak ada kemajuan dalam memberantas narkoba di Indonesia.

Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menilai, BNN belum maksimal dalam mencegah narkotika masuk ke Indonesia.

Padahal, kata Masinton, BNN seharusnya sudah membaca jalur narkotika masuk ke Indonesia.

"Jalur masuknya semua kata Bapak udah bisa dideteksi. Mana deteksinya? Masuk semua barangnya, Pak."

"Terus kita setiap saat dicemaskan dengan narkotika tadi. Negara keluar triliunan ngapain kita di sini?" kata Masinton di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

Masinton mengatakan, seharusnya alat-alat canggih yang dibeli dengan biaya triliunan rupiah dan sumber daya yang digaji negara, harus bisa digunakan dalam perang menghadapi narkoba.

Masinton lalu mempertanyakan kinerja BNN.

Menurutnya, jika kinerja BNN masih belum ada kemajuan, ia meminta BNN dibubarkan.

"Kalau memang ini jadi rutinitas, saya minta BNN dievaluasi, bubarkan."

"Kita akan melakukan revisi terhadap Undang-undang Narkotika. Dilebur saja, enggak perlu lagi (BNN). Enggak ada progress," paparnya.

Dianggap Penampungan Jenderal Non-Job

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Sarifuddin Sudding mengkritik kinerja BNN dalam pemberantasan narkoba di Indonesia.

Ia mengatakan, BNN tak menunjukkan langkah konkret dalam memberantas narkoba di Indonesia.

Bahkan, ia menyebut BNN hanya seperti tempat penampungan jenderal non-job.

Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR bersama Kepala BNN Heru Winarko, Kamis (21/11/2019).

"Saya lihat lembaga ini jadi tempat penampungan jenderal non-job saja. Kalau Kombes mau jadi Brigjen, ya masuk BNN dulu."

"Jadi banyak perwira-perwira polisi yang di Mabes diparkir dulu di BNN supaya dapet bintang Brigjen," beber Sudding di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

Menurutnya, sikap dan kinerja BNN tidak seperti sedang menghadapi ancaman narkoba.

"Saya katakan kejahatan ini sungguh sangat luar biasa, extraordinary."

"Dan memang pola-pola penanganannya juga harus luar biasa. Jadi tidak hanya biasa," ucapnya.

"Kejahatan narkoba ini kejahatan transnasional, sampai anak SD pun kena lewat berbagai bentuk macam narkoba."

"Ini ancaman bagi generasi bangsa kita," imbuhnya

Lantas, Sudding meminta BNN menunjukkan data yang mencerminkan kinerja BNN selama ini.

"Coba beri data konkret, berapa jaringan narkoba yang bapak putus mata rantainya?"

"Berapa jumlah narkoba yang bapak rampas? Berapa banyak uang negara yang bapak selamatkan?," Tanya Sudding.

Kepala BNN Heru Winarko lantas membantah pernyataan Sarifuddin Sudding yang menyebut BNN tempat penampungan jenderal non-job.

"Enggak," ucapnya seusai rapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Heru mengatakan, semua orang yang bekerja di BNN telah melalui seleksi dan penilaian yang cukup ketat.

"Kita masuk ke BNN itu ada seleksinya, ada assessment (penilaian), itu tidak semuanya masuk, banyak juga yang tidak masuk," katanya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved