Penculikan

Bocah Dua Tahun di Bekasi Diculik dengan Pelakunya adalah Teman Lama Ibu yang Bertemu Saat Sarapan

Ketika itu, istrinya hendak membeli sarapan bertemu teman lamanya di Gerbang Utama Perumahan Bekasi Timur Regensi.

Penulis: Muhammad Azzam |
Warta Kota/Muhammad Azzam
Ilustrasi penculikan bocah 2 tahun terjadi. 

"Mengenai bahan pembuktian kurang, mereka tidak segera dilepaskan kepada masyarakat karena masyarakat yang melihat dengan mata kepala sendiri bahwa mereka melakukan penculikan, pembunuhan, pembakaran, maka tidak mungkin kalau dikatakan mereka tidak bersalah," kata Soeharto.

Selengkapnya dapat disaksikan dalam cuplikan video berikut ini.

Pernyataan Presiden Soeharto yang demikian jelas dengan nada bicara yang datar itu sebenarnya disampaikan di Francis di tahun 1972, tapi kebanyakan buku dan cerita yang terkait dengan PKI seperti dikubur dalam-dalam.

Banyak kalangan yang tidak ingin menguak luka lama yang sangat dalam.

Meski demikian, banyak kalangan tidak tahu siapa PKI dan bagaimana kekejaman mereka.

Banyak yang tidak mengerti tentang sejarah kelam ini.

Meski demikian, sebagian kalangan saksi sejarah, saksi hidup tentang peristiwa di tahun 1948 dan 1965 terkait dengan PKI memang demikian menimbulkan sejarah kelam yang sangat menyedihkan untuk Indonesia.

Setiap September, kepedihan karena kekejaman PKI memang selalu diungkap, bahkan ada kewajiban untuk menyaksikan film Pengkhianatan G30S PKI.

Film kontroversial itu wajib disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia di kala Orde Baru berkuasa.

Orde Baru adalah pemerintahan yang memang lahir dengan penumpasan PKI.

Lantas, seperti apa sebenarnya PKI itu?

Saksi sejarah, Mochammad Moeslim misalnya menjelaskan, kekejaman PKI memang sangat nyata.

Karena itu, menurut dia, kebanyakan masyarakat mendukung PKI ditumpas, tapi banyak keturunan PKI masih tetap hidup dan menaruh dendam membara.

"Bapak saya, Sastrosewoyo dan anak-anaknya semua yang masih hidup, sebagian cucunya adalah saksi kekejaman dan kebiadaban PKI, mereka itu bukan manusia," kata warga asli Ngawi ini menceritakan tentang PKI yang sangat kejam di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Kala itu, tahun 1947, menjelang Muso dan gerombolan PKI beraksi.

Mereka menculik tokoh-tokoh agama, warga yang tinggal di desa-desa, khususnya mereka yang dianggap sebagai orang Islam.

"Bapak saya dan adik saya diculik PKI, kejam sekali, mereka menyiksa bapak saya," katanya.

Bahkan semua keturunan diculik, anak-anak PKI juga sangat kejam.

"Saya ditawan saat masih umur 5 tahun, pantat saya sakit karena ditusuk-tusuk pakai bambu oleh anak PKI yang juga masih anak-anak karena umurnya mungkin baru 10 tahun," katanya.

Menurut Moeslim, meski masih anak-anak saja sudah kejam, bagaimana saat dewasa.

"Mereka sungguh kejam dan tidak punya perikemanusiaan," katanya.

Baca: Tabir Gelap Jelang 30 September Terkuak Meski Catatan Sarwo Edhie dan Aidit Lenyap

Baca: Terungkap Kala Lagu Genjer Dijadikan Lagu Khas PKI Sisakan Kepedihan untuk Penciptanya

Moeslim menceritakan bagaimana akhirnya Sastrosewoyo bisa tetap bertahan meski sekujur tubuhnya luka parah karena siksaan PKI.

"Warga lainnya sedesa tidak selamat, mereka dilemparkan massal ke dalam lubang di lereng Gunung Lawu, dijadikan satu, hanya bapak saya yang hidup meski tubuhnya luka-luka," katanya.

Sejak mengalami siksaan PKI yang demikian kejam, Sastrosewoyo menjalani sisa hidupnya dengan menderita, kegagahannya mulai luntur karena ada luka-luka dalam yang dialaminya.

Kalangan PKI menyiksa orang dengan benda tumpul, dipukuli, disayat-sayat, semua itu memang benar adanya.

"Sangat kejam dan biadab," kata Moeslim.

Baca: Bung Karno Tolak Permintaan Soepardjo untuk Dukung G30S Gagalkan Manuver PKI Rebut Kekuasaan

Karena itu, Moeslim mendukung penghukuman yang diberikan terhadap PKI.

"Mereka semua harus dihukum dan ditumpas," katanya.

Menurut Moeslim, sejumlah keturunan PKI masih hidup semua dan mereka menaruh dendam kesumat.

"Sejarah jangan ditutupi, harus diungkap, mereka itu bukan manusia," katanya.

Soekarno juga pernah menghukum keras tokoh-tokoh PKI, tapi hukuman yang lebih keras diberikan di saat Soeharto berkuasa.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved