Penculikan
Bocah Dua Tahun di Bekasi Diculik dengan Pelakunya adalah Teman Lama Ibu yang Bertemu Saat Sarapan
Ketika itu, istrinya hendak membeli sarapan bertemu teman lamanya di Gerbang Utama Perumahan Bekasi Timur Regensi.
Penulis: Muhammad Azzam |
Bocah berusia dua tahun asal Bekasi Timur, Kelurahan Cimuning, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, menjadi korban penculikan pada Rabu (18/12/2019).
Bocah usia dua tahun itu diduga diculik oleh teman lama orangtuanya.
Ayah korban adalah Hermawan (33) menceritakan, anaknya diculik pada Rabu (18/12/2019) sekitar pukul 06.00 WIB.
Ketika itu, istrinya hendak membeli sarapan bertemu teman lamanya di Gerbang Utama Perumahan Bekasi Timur Regensi, Jalan Bantar Gebang-Setu Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi.
Korban yang telah akrab meminta digendong pelaku.
Kemudian istrinya meninggalkan sebentar anaknya untuk memesan makan.
Akan tetapi, saat menoleh, anaknya bersama pelaku sudah tidak ada.
"Itu (pelaku) teman lama istri ketemu di depan gerbang perumahan."
"Anak kan sudah sering ketemu juga, jadi anak minta digendong, istri pesan makan eh noleh sudah tidak ada," ujar Hermawan saat dikonfirmasi Wartakota, Rabu (18/12/2019).
Hermawan menjelaskan, ketika itu istrinya tak ada rasa curiga sedikit pun karena sudah kenal dekat dengan teman lamanya tersebut.
Istrinya juga hanya meninggalkan anaknya sebentar untuk membeli makanan tak jauh dari lokasi mereka.
"Kami juga sudah menyambangi rumah kontrakan mereka tapi sudah ada," ucap dia.
Orangtua korban sempat mencari anaknya ke sejumlah sudut di kawasan sekitar perumahannya, tapi tak kunjung ditemukan.
Hingga akhirnya, mereka melaporkan kejadian ini ke Polres Metro Bekasi Kota.
"Sudah laporan ke Polres sekitar jam 9 pagi," imbuhnya.
• Nyawa Sosok Bayi yang Dilahirkan Tidak Tertolong karena Ibu Mendorong Terlalu Kuat Saat Melahirkan
Hermawan yang saat dihubungi Warta Kota pukul 19.00 WIB, sedang di jalan bersama kepolisian untuk mencari keberadaan anaknya maupun kedua pelaku itu.
"Belum ketemu, ini masih dicari."
"Polisi juga sedang bergerak sama saya," ungkap dia.
Kasubbag Humas Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Erna Ruswing Andari mengatakan, laporan soal kasus penculikan balita usia dua tahun di Perum Bekasi Timur Regensi telah diterimanya dengan nomor laporan LP/3.121/K/ XII/ SPKT/ Restro Bekasi Kota.
"Anggota telah bergerak melakukan pencarian korban, dan mengejar diduga pelakunya," kata Erna.
• Jika Kebanyakan Orang Takut Bertemu Mayat Meski Faktanya Penjaga Kamar Mayat Malah Menyetubuhi Mayat
Penculikan terjadi di depan gerbang utama Perumahan Bekasi Timur Regensi, Jalan Bantar Gebang-Setu Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi pada Rabu (18/12/2019) sekitar pukul 06.00 WIB.
Berdasarkan keterangan orangtua korban, kata Erna, kedua terduga pelaku penculikan itu bernama Sukirna dan Eva.
• Adu Anjing dengan Taruhan yang Kalah Dijadikan Barbeque dan Menu Santapan Penggemar Adu Hewan Sadis
Ada pun kronologis kejadiannya, lanjut Erna, ketika itu ibu korban yang hendak memesan sarapan ketoprak di depan gerbang Bekasi Timur Regensi bertemu pelaku.
Anaknya yang sudah kenal dekat dengan pelaku meminta digendong, ibu korban tak khawatir dikarenakan kenal dengan pelaku.
Kemudian, ibu korban meninggalkan sebentar untuk membeli ketoprak tersebut. Tapi saat menoleh pelaku sudah tidak ada.
"Tapi saat menengok ke belakang anaknya sudah tidak ada. Sudah berusaha dicari tapi tidak ketemu sampai akhirnya dilaporkan ke kami (polisi)," katanya.
• Sebanyak 65 Ton Sampah Berhasil Dikumpulkan dari Banjir Kanal Barat Terbesar Usai Hujan Lebat
Sebelumnya, diberitakan, kalangan keluarga korban kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) mengungkap kembali kekejaman PKI dalam melakukan tindakan kejam pada rakyat Indonesia.
Kekejaman PKI itu biasanya dikenang dalam peristiwa G30S PKI, yang terjadi pada bulan September 1965.
Upaya kekejaman PKI memang membekas pada kalangan keluarga korban.
Mereka menyaksikan kekejaman PKI di antaranya terjadi di sejumlah kota, di antaranya yang paling brutal terjadi di Madiun, Ngawi, dan Jakarta.
Kesaksian disampaikan di antaranya oleh anak kandung Letjen Ahmad Yani, Untung Mufreni Yani, yang diunggah di media sosial.
"Katanya, ada orang bilang tidak ada penyiksaan, tidak ada, itu bohong semua."
"Kami yang lihat, kami yang mengalami."
"Orangtua kami yang sangat kami cintai diseret-seret keluar," kata anak kandung Letnan Jenderal Ahmad Yani, Untung Mufreni Yani, dalam sebuah testimoni yang diunggah di media sosial.
"Kami kejar ayah kami sampai pintu belakang, nanti, saya tunjukkan."
"Itu satu orang Cakrabirawa sudah siap di depan."
"Di depan kami."
"Kami buka pintu, dia bilang, siapa yang keluar, kami tembak," katanya mengisahkan ayah kandungnya yang diperlakukan dengan kejam, kala penyerbuan dan penculikan itu terjadi.
Kisah kelabu sejumlah korban kekejaman PKI yang melakukan upaya kudeta berdarah memang banyak dialami oleh sejumlah korban.
Banyak kalangan ulama dan rakyat sipil menjadi korban kekejaman PKI.
Di antaranya mereka yang merupakan ulama dan kalangan penganut agama Islam banyak diculik dan disatukan dengan sejumlah korban yang dikumpulkan PKI.
Dari banyak kesaksian sejumlah saksi hidup, mereka dikubur hidup-hidup di satu lubang oleh anggota PKI dan Barisan Tani Indonesia (BTI).
MISTERI tentang hukuman yang diterima PKI dan sejumlah orang yang diduga terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta gerakan kiri memang demikian mengerikan.
Meski demikian, hukuman keras yang harus diterima oleh kelompok PKI memang dianggap setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan PKI.
Presiden RI ke-II, Soeharto menjelaskan dalam sebuah penjelasan di Prancis di tahun-tahun awal penumpasan PKI menjelaskan alasan terkait tentang PKI.
"Mengenai bahan pembuktian kurang, mereka tidak segera dilepaskan kepada masyarakat karena masyarakat yang melihat dengan mata kepala sendiri bahwa mereka melakukan penculikan, pembunuhan, pembakaran, maka tidak mungkin kalau dikatakan mereka tidak bersalah," kata Soeharto.
Selengkapnya dapat disaksikan dalam cuplikan video berikut ini.
Pernyataan Presiden Soeharto yang demikian jelas dengan nada bicara yang datar itu sebenarnya disampaikan di Francis di tahun 1972, tapi kebanyakan buku dan cerita yang terkait dengan PKI seperti dikubur dalam-dalam.
Banyak kalangan yang tidak ingin menguak luka lama yang sangat dalam.
Meski demikian, banyak kalangan tidak tahu siapa PKI dan bagaimana kekejaman mereka.
Banyak yang tidak mengerti tentang sejarah kelam ini.
Meski demikian, sebagian kalangan saksi sejarah, saksi hidup tentang peristiwa di tahun 1948 dan 1965 terkait dengan PKI memang demikian menimbulkan sejarah kelam yang sangat menyedihkan untuk Indonesia.
Setiap September, kepedihan karena kekejaman PKI memang selalu diungkap, bahkan ada kewajiban untuk menyaksikan film Pengkhianatan G30S PKI.
Film kontroversial itu wajib disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia di kala Orde Baru berkuasa.
Orde Baru adalah pemerintahan yang memang lahir dengan penumpasan PKI.
Lantas, seperti apa sebenarnya PKI itu?
Saksi sejarah, Mochammad Moeslim misalnya menjelaskan, kekejaman PKI memang sangat nyata.
Karena itu, menurut dia, kebanyakan masyarakat mendukung PKI ditumpas, tapi banyak keturunan PKI masih tetap hidup dan menaruh dendam membara.
"Bapak saya, Sastrosewoyo dan anak-anaknya semua yang masih hidup, sebagian cucunya adalah saksi kekejaman dan kebiadaban PKI, mereka itu bukan manusia," kata warga asli Ngawi ini menceritakan tentang PKI yang sangat kejam di Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Kala itu, tahun 1947, menjelang Muso dan gerombolan PKI beraksi.
Mereka menculik tokoh-tokoh agama, warga yang tinggal di desa-desa, khususnya mereka yang dianggap sebagai orang Islam.
"Bapak saya dan adik saya diculik PKI, kejam sekali, mereka menyiksa bapak saya," katanya.
Bahkan semua keturunan diculik, anak-anak PKI juga sangat kejam.
"Saya ditawan saat masih umur 5 tahun, pantat saya sakit karena ditusuk-tusuk pakai bambu oleh anak PKI yang juga masih anak-anak karena umurnya mungkin baru 10 tahun," katanya.
Menurut Moeslim, meski masih anak-anak saja sudah kejam, bagaimana saat dewasa.
"Mereka sungguh kejam dan tidak punya perikemanusiaan," katanya.
Baca: Tabir Gelap Jelang 30 September Terkuak Meski Catatan Sarwo Edhie dan Aidit Lenyap
Baca: Terungkap Kala Lagu Genjer Dijadikan Lagu Khas PKI Sisakan Kepedihan untuk Penciptanya
Moeslim menceritakan bagaimana akhirnya Sastrosewoyo bisa tetap bertahan meski sekujur tubuhnya luka parah karena siksaan PKI.
"Warga lainnya sedesa tidak selamat, mereka dilemparkan massal ke dalam lubang di lereng Gunung Lawu, dijadikan satu, hanya bapak saya yang hidup meski tubuhnya luka-luka," katanya.
Sejak mengalami siksaan PKI yang demikian kejam, Sastrosewoyo menjalani sisa hidupnya dengan menderita, kegagahannya mulai luntur karena ada luka-luka dalam yang dialaminya.
Kalangan PKI menyiksa orang dengan benda tumpul, dipukuli, disayat-sayat, semua itu memang benar adanya.
"Sangat kejam dan biadab," kata Moeslim.
Baca: Bung Karno Tolak Permintaan Soepardjo untuk Dukung G30S Gagalkan Manuver PKI Rebut Kekuasaan
Karena itu, Moeslim mendukung penghukuman yang diberikan terhadap PKI.
"Mereka semua harus dihukum dan ditumpas," katanya.
Menurut Moeslim, sejumlah keturunan PKI masih hidup semua dan mereka menaruh dendam kesumat.
"Sejarah jangan ditutupi, harus diungkap, mereka itu bukan manusia," katanya.
Soekarno juga pernah menghukum keras tokoh-tokoh PKI, tapi hukuman yang lebih keras diberikan di saat Soeharto berkuasa.