Radikalisme Salah Kaprah di Negara Bhinneka Tunggal Ika, Gantinya Manipulator Agama?
Arti radikalisme berarti paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara drastis.
Namun, karena beliau adalah tokoh Islam, mayoritas penduduk Indonesia juga umat Islam, Mahfud tidak salah bila menyoroti ceramah agama di masjid.
Namun, warganet di Twitter sempat kesal dengan pernyataannya itu hingga Mahfud pun sempat menjadi trending topic di Twitter.
Pasalnya, banyak yang tidak suka dengan "kecentilan" Mahfud menyentil perilaku umat Islam saja. Padahal, di luar sana yang radikal bukan cuma umat Islam.
Kendati demikian, manipulator agama harus diberantas agar agama tidak menjadi sesuatu yang tercela.
• BUNTUT Kematian Sulli, Kini Korea Tindak Tegas Pembocor Informasi Internal ke Media Sosial
Akan tetapi, sentilan Mahfud agaknya kurang tepat karena bisa menjadikan justifikasi radikal bagi umat tertentu di tengah masyarakat.
Menghormati HAM
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) Taufan Damanik mengatakan bahwa negara seharusnya berfungsi menghormati dan melindungi hak warga negaranya.
Damanik mengatakan bahwa pelaksana negara jangan salah kaprah. Mereka, kata Damanik, kadang suka salah kaprah.
Pelaksana negara itu belum apa-apa pikirannya sudah melarang-larang, membatas-batasi, dan mengurang-ngurangi.
• TERUNGKAP, Pemilik Mobil Nissan Terra B 1 RI Dikenal Tetangga Seorang Pejabat
"Tugasmu itu yang pertama untuk menghormati. Saya sebagai warga negara punya hak untuk berekspresi. Negara hormati dulu," kata Damanik di dalam Seminar Nasional di Universitas Atma Jaya Jakarta, Sabtu (2-11-2019).
Menurut Damanik, karena terlalu khawatir kebebasan berekspresi melanggar kebebasan orang lain, terkadang membuat aparatur negara langsung melarang-larang.
"Jadi, aneh ini mindset atau mentalitas dari pelaksana negara. Makanya, dalam beberapa waktu terakhir, catatan nasional maupun internasional, ruang demokrasi kita itu menyempit," kata Damanik.
Ia menyayangkan sikap sebagian pelaksana negara yang masih melarang-larang seperti salah satunya melarang celana cingkrang dan cadar.
Padahal, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, hal itu tidak tepat.
• Putri Amelia Digrebek di Hotel Kota Batu Tersangkut Prostitusi Sempat Melamar Staf DPR
"Soalnya membayangkan orang harus seperti yang kita mau. Itu yang salah," katanya menegaskan.
Memang sebetulnya, kata Damanik, kemerdekaan berekspresi itu bukanlah kemerdekaan yang absolut atau tidak bisa dibatasi.
Oleh karena itu, pertama bisa ditunda, bisa dikurangi, bisa dibatasi. Yang pakai melarang-larang itu, inilah dia logikanya.
Akan tetapi, prosedur dan mekanisme atau prasyarat untuk melakukan itu ada.
"Jadi, bukan semena-mena, ketika saya jadi menteri, terus saya melarang-larang orang pakai celana cingkrang, apaan urusan, lo?" kata Damanik.
Prasyarat untuk membatasi kebebasan berekspresi, kata Damanik, pertama apabila mengganggu moral nasional.
• Final GBWC 2019 di Kelapa Gading, Dua Pemenang Wakili Indonesia ke Jepang
Misalnya, ketika tiba-tiba ada orang telanjang di muka umum, itu bisa dilawan karena terpaksa 'kan. Atas nama moral bangsa.
Prasyarat kedua, kata Damanik, apabila mengancam keselamatan nasional. Apabila kedua prasyarat itu dipegang teguh, akan aman saja demokrasi di negara Indonesia.
Adanya provokasi, menghasut, ajakan-ajakan membenci suku dan agama tertentu, ini adalah awal mula adanya radikalisasi dan intoleransi menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti ketika ditemui pada kegiatan bertajuk “Merajut Kebangsaan Melalui Keterbukaan Informasi” di pintu Silang Monas Barat Daya depan bundaran patung kuda Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta, Minggu (3-11-2019).
"Tidak mau menghargai orang lain, tidak mau menghormati dan saling menghormati, yang ada adalah bahwa saya paling benar, saya yang harus diikuti oleh semuanya. Itu adalah bibit-bibit dari radikalisasi," ujar Niken.
• Pintu Air Jakarta dalam Status Aman, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu Hujan Ringan
Oleh karena itu, semua pihak harus menyadari kalau Indonesia itu ialah negara Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki banyak suku, agama, ras, dan golongan namun tetap dapat hidup bersama.
Oleh karena itu, semua anak bangsa ini perlu bergandeng tangan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. (Antara/Abdu Faisal)