BPJS Kesehatan Defisit, Berikut Harapan BPJS Watch Pada Pemerintahan Periode Jokowi
Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada periode kedua pemerintahan terkait penyelenggaraan program jaminan sosial.
Lalu KPK pun menyatakan “Tidak dipatuhinya peta jalan oleh semua yang berkepentingan sehingga terjadi penyimpangan atas UU berupa penerbitan produk hukum yang tidak sesuai dengan yang diperlukan.”
Ia mengatakan, dalam Ringkasan Eksekutif Kajian Kebijakan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebagai lampiran surat ke Presiden tersebut, pada alinea ke-9, KPK menyatakan:
”Hal lainnya yang turut dikaji yaitu ilustrasi apabila penyelenggaraan Jamsos Tenaga Kerja oleh 3 penyelenggara digabung menjadi satu badan ke BPJS Ketenagakerjaan, maka potensi biaya operasional yang dihemat mencapai sebesar kurang lebih Rp 1 Triliun per tahun. Surat KPK tersebut mengoreksi pelaksanaan jaminan sosial selama ini yang tidak sesuai dengan UU sehingga menyebabkan inefisiensi."
BPJS Watch berharap Presiden Jokowi paska dilantik segera merespon dengan serius kajian dan surat KPK ini sehingga penyelenggaraan program Jamsos kembali sesuai dengan tiga asas dan sembilan prinsip SJSN.
Seluruh pekerja, baik swasta maupun ASN dan PPNPNS, bergotong royong dan mendapatkan manfaat yang sama, seperti layaknya seluruh pekerja swasta maupun ASN dan PPNPNS bergotong royong di program JKN.
"Untuk jangka pendek, Pemerintah harus tetap memastikan pelaksanaan JKK dan JKm seluruh PPNPNS di BPJS Ketenagakerjaan, tidak boleh lagi ada upaya menarik-narik ke PT Taspen," katanya.
Kemudian, terkait dengan revisi PP No. 44 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan program JKK dan JKm, yang mengacu pada pasal 29 dan 36 PP no. 44 tersebut, manfaat Program JKK dan JKm dilakukan evaluasi secara berkala paling lama setiap 2 tahun, Sejak diterbitkan tanggal 1 Juli 2015 lalu, kedua program ini tidak pernah dievaluasi manfaatnya.
Dengan dana kelolaan yang cukup besar, per 30 Juni 2019 dana kelolaan Program JKK sebesar Rp 32,47 triliun dengan hasil investasi per tahun bisa mencapai Rp 2,4 triliun, dan JKm sebesar Rp 11, 78 triliun dengan hasil investasi per tahun sekitar Rp 900 miliar.
"Maka seharusnya Pemerintah sudah dua kali meningkatkan manfaat JKK dan JKm, tapi hingga saat ini Pemerintah belum juga meningkatkan manfaat JKK dan JKm yang akan meningkatkan kesejahteraan buruh," katanya.
Walaupun Menteri Sekretaris Negara telah meminta paraf beberapa kementerian untuk pengesahan revisi PP No. 44 Tahun 2015 pada bulan Mei lalu namun hingga saat ini revisi PP tersebut belum juga ditandatangani Presiden.
Akibat keterlambatan ini peserta masih mendapat manfaat seperti yang diatur di PP no. 44 yang lama. Dari draft revisi PP No. 44 yang saya baca ada beberapa kenaikan manfaat, salah satunya adalah santunan kematian menjadi Rp 42 juta dan beasiswa untuk dua anak hingga perguruan tinggi.
"Bulan lalu di Kota Kendari dan tanggal 17 Oktober kemarin di Kota Mataram, saya menyaksikan langsung pemberian santunan kematian kepada ahli waris dari seorang nelayan (di Kendari) dan kepala dusun (di Kota Mataram) yang meninggal dunia dari BPJS Ketenagakerjaan yaitu masing-masing sebesar 24 juta," katanya.
"Bila saja Presiden menyegerakan menandatangani revisi PP No. 44 tahun 2015 maka kedua ahli waris tersebut akan mendapatkan santunan sebesar Rp 42 juta dan dua anak dari pekerja yang meninggal dunia tersebut akan mendapatkan beasiswa hingga perguruan tinggi," ujar dia.
Akibat para pembantu Presiden yang memperlama proses revisi dan penandatanganan revisi PP ini oleh Presiden menyebabkan ahli waris nelayan dan kepala dusun tersebut gagal mendapatkan santunan yang lebih baik untuk mendukung mensejahterakan keluarganya.
"Ini sangat ironis tentunya. Semoga setelah dilantik, Pak Presiden Jokowi langsung menandatangi revisi PP No. 44 tahun 2015," katanya.
• Ini Cara Memperbaiki Mood Agar Anda Bisa Bergairah Melakukan Aktivitas
Berita ini sudah diunggah di Kontan dengan judul Ini harapan BPJS Watch di periode kedua Presiden Jokowi