BPJS Kesehatan Defisit, Berikut Harapan BPJS Watch Pada Pemerintahan Periode Jokowi
Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pada periode kedua pemerintahan terkait penyelenggaraan program jaminan sosial.
Defisit di 2019 terbilang sangat besar dan menyebabkan utang BPJS Kesehatan ke RS terus menumpuk triliunan rupiah sehingga cash flow RS terganggu untuk mengoperasionalkan RS.
Tidak hanya rumah sakit yang terganggu tetapi juga pasien JKN, perusahaan obat dan alat kesehatan pun mengalami dampak buruknya.
Denda satu persen yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit akibat keterlambatan bayar, yang nilainya sudah mencapai ratusan miliar, tentunya juga akan menambah beban defisit JKN.
Inefisiensi pembiayaan akibat denda dibiarkan terus terjadi sehingga merugikan APBN.
BPJS Watch meminta Presiden Jokowi harus segera mengambil alih persoalan ini, dan jangan biarkan para pembantunya nanti, di kabinet baru, mengulangi kebiasaan para pembantu sebelumnya yang senang berwacana dan berargumentasi di meja rapat tanpa berani mengeksekusinya.
"BPJS Watch berharap Pak Jokowi paska pelantikan segera mengeksekusi memberikan bantuan kepada BPJS Kesehatan agar utang ke rumah sakit segera diselesaikan, dan terus mengevaluasi kinerja pembantunya dalam menyelesaikan masalah defisit JKN ini. Termasuk mengevaluasi beberapa regulasi seperti di atas yang memang menghambat akses peserta atas penjaminan JKN," kata Timboel.
Kedua, terkait Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Timboel mengatakan, pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan pun masih menyisakan beberapa masalah.
Beberapa regulasi operasional dibuat tidak sesuai dengan ketentuan UU yang mengamanatkannya, dan ada amanat dalam Peraturan Pemerintah yang tidak juga dilaksanakan oleh Pemerintah.
Ia mengatakan, diserahkannya pengelolaan Program JKK dan JKm bagi ASN yaitu PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) kepada PT Taspen tidak sesuai dengan amanat Pasal 92 ayat (2) UU dan Pasal 106 ayat (2) UU ASN No. 5 Tahun 2014 tentang ASN serta Perpres no. 109 Tahun 2013 dan Pasal 75 ayat (2) PP No. 49 Tahun 2018. Bila mengacu pada ketentuan-ketentuan tersebut maka seharusnya Program JKK dan JKm bagi ASN diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Demikian juga Program JKK dan JKm bagi PPNPNS (Pegawai Pemerintah Non PNS) seharusnya juga dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, bukan oleh PT Taspen.
Akibat ketidaksesuaian regulasi dan operasionalisasi ini maka banyak ASN dan PPNPNS yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan ketika mengalami kecelakaan kerja.
• Jangan Lakukan 5 Hal Ini Terhadap Orang yang Sedang Depresi
Tentunya iuran 0,72 persen untuk JKm di Taspen akan berpotensi menyebabkan inefisensi APBN dan APBD mengingat iuran JKm di BPJS Ketenagakerjaan hanya 0,3 persen.
Terlebih, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah melakukan kajian dan telah menyurati Presiden pada tanggal 16 September 2019 terkait pengelolaan JKK dan JKm bagi ASN dan PPNPNS tersebut.
Dalam suratnya KPK menyatakan bahwa “Pemerintah tidak segera menerbitkan PP tentang tata cara pengalihan program Jamsos ketenagakerjaan sebagaimana yang diminta oleh Pasal 66 UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS”.