Artis Korea

BUNTUT Kematian Sulli, Kini Korea Tindak Tegas Pembocor Informasi Internal ke Media Sosial

Polemik kematian Sulli, mantan anggota girlband f(x) asal Korea yang diduga bunuh diri akibat cyber bullying di medsos masih ramai diperbincangkan.

REUTERS
Choi Jin-ri alias Sulli eks anggota girl group f(x), informasi internal dibocorkan secara eksternal oleh petugas pemadam kebakaran 

Kwon (35), lebih dikenal dengan nama panggungnya Solbi, juga menjadi sasaran penghinaan dunia maya pada 2009, ketika ia menjadi anggota kelompok K-pop Typhoon, karena diidentifikasi secara keliru dalam video seks yang viral.

Insiden itu memicu depresi hebat, fobia sosial, dan gangguan panik, kata Kwon.

Dia mencari terapi dan belajar melukis, yang dimaksudkan untuk "bertahan hidup" tetapi akhirnya menjadi pekerjaan baru.

 Lima Pimpinan BPK 2019-2024 Resmi Dilantik, Pius Lustrilanang Termiskin, Harry Azhar Azis Terkaya

"Saya terlalu muda dan belum dewasa untuk menerima semua glamor secara sosial untuk mencerna semua kehidupan glamor dan perubahan lingkungan, dan sama sekali tidak ada acara untuk mengatasinya sendiri," kata Kwon.

"Lalu bagaimana kau menanggapi semua komentar online yang kejam? Jika kau menjelaskan, mereka akan bilang kau cuma cari asalan, dan jika kau melawan, mereka akan semakin membencimu."

Kampanye Perubahan Hukum

Kwon menyerukan perubahan budaya komentar anonim di Internet, yang sudah lama disalahkan jadi sumber perundungan siber.

Di Korea Selatan, portal web lokal seperti Naver dan Daum adalah saluran utama konsumsi berita, yang memperbolehkan pengguna meninggalkan komentar tanpa mengungkapkan nama asli mereka.

Setelah kematian Sulli, para penggemar berbondong-bondong ke situs web Gedung Biru kepresidenan mengajukan petisi yang mendesak adopsi sistem komentar online menggunakan nama asli.

Serangkaian undang undang terkait telah bertahun-tahun tertunda di parlemen di tengah perdebatan sengit.

Sebuah jajak pendapat oleh perusahaan survei Realmeter yang dirilis pada hari Rabu menunjukkan hampir 70 persen warga Korea Selatan mendukung skema tersebut, sementara 24 persen menentang.

"Kebebasan berekspresi adalah nilai vital dalam masyarakat demokratis, tetapi menghina dan melukai martabat orang lain adalah di luar batas itu," kata Lee Dong-gwi, seorang profesor psikologi di Universitas Yonsei di Seoul.

"Perlu ada hukuman yang jauh lebih keras bagi mereka yang melanggar hukum itu."

Data kepolisian menunjukkan jumlah kasus pencemaran nama baik atau penghinaan dunia maya hampir dua kali lipat dibandingkan 2014-2018.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved