Ini 6 Fakta Anggota DPR RI yang Nangis Saat Perebutan Kursi MPR, Sosoknya Penuh Kontroversi
Seorang anggota DPR RI asal Papua Barat menangis mengkritik elit politik yang sibuk perebutkan kursi Ketua MPR.
Penulis: Desy Selviany |
“Jangan ada pikiran dalam dialog nanti rakyat Papua meminta merdeka sebab tak semua rakyat Papua ingin merdeka,”
"Kalau dibilang Kami ingin merdeka memang iya, namun kami ingin merdeka dari kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan, menentang keras apa yang diperjuangkan Gubernur Papua tentang Gubernur Jenderal.”
5 Sikap Politik
Jimmy selama ini memperjuangkan agar PT Freeport Indonesia ditutup. Sebab ia menilai perusahaan tersebut tidak berkontribusi kepada Indonesia dan Papua.
Ia juga mendukung adanya dialog yang dibangun untuk menyelesaikan konflik Papua.
Menolak UU Pilkada dengan pasal inti bahwa Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, karena bersikap mendukung pilkada langsung oleh rakyat.
• Meski Ditolak, Mata Uang Digital Libra Dapat Dukungan dari Visa dan Mastercard
Jimmy juga pernah Menolak revisi UU MD3 di tahun 2014 dan menolak ambil bagian sebagai anggota DPR yang menyetujui paket pimpinan DPR 2014-2019 yang saat itu terpilih Setya Novanto.
Dikutip dari Jariungu.com Jimmy juga meminta penundaan Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP. Ia juga mendorong adanya RUU wawasan nusantara sebagai payung hukum mempererat kehidupan berbangsa.
6. Kontroversi
Jimmy juga menyimpan sejumlah kontroversi saat menjadi politisi. Dikutip dari Tribunnews.com ia pernah dilaporkan seorang perempuan bernama Yunike Howay.
Yunike melaporkan Jimmy ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR atas tuduhan selingkuh. Ia melaporkan Jimmy pada Senin (7/8/2017) lalu.
Saat itu Jimmy dilaporkan membawa perempuan lain yang bukan istrinya saat dilantik menjadi anggota DPR pada 18 Juli lalu.
• Pernah Dituding Terlibat Kasus Prostitusi Online, Anggun Maharani Muncul di Majalah Pria Dewasa Asia
Selain itu Jimmy juga pernah divonis bersalah atas kasus korupsi APBD Papua Barat oleh Pengadilan Negeri (PN) Jayapura.
Ia terlibat kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pinjaman Rp 22 miliar dari anggota DPRD Papua Barat di 2009-2014 yang kemudian dijadikan perkara pidana karena kerjasama mantan gubernur.