Lingkungan Hidup
Terungkap Ustadz Abdul Somad Sangat Murka pada Pembakar Hutan Minta Mereka Harus Digantung di Monas
Ustadz Abdul Somad murka karena dia tahu, peristiwa pembakaran hutan ini bukan akibat terbakar sendiri, tapi hutan memang sengaja dibakar.
Sebelum ini, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai, kembali mencuatnya bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jelas merugikan masyarakat.
"Hal ini juga memancing munculnya protes dari negara tetangga."
"Kejadian ini terus-menerus berulang, terutama, saat kita menghadapi kemarau," katanya di Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Padahal, kata Fadli Zon, sejak jauh hari, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan bahwa tahun ini, kita kembali bertemu kemarau panjang seperti empat tahun lalu.
Tapi, kata dia, seperti biasanya, antisipasi pemerintah tak kelihatan.
"Ironis, bencana asap ini terjadi di tengah wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan."
"Apa jadinya nanti jika bandara harus ditutup dan kantor-kantor Pemerintah harus diliburkan bila terjadi bencana asap di Ibu Kota baru?"
"Pertanyaan berikutnya, bagaimana publik mempercayai Pemerintah sanggup memindahkan ibu kota, jika mengatasi bencana asap saja tak mampu?" katanya.
Menurut Fadli Zon, semua itu adalah pertanyaan-pertanyaan standar dan sederhana yang hinggap di kepala kita, saat membaca kembali meluas dan meningkatnya bencana asap yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, tahun ini.
"Bencana asap yang terjadi tahun ini memang sangat bertolak belakang dengan klaim yang pernah diutarakan Pak Joko Widodo saat acara debat calon presiden tanggal 17 Februari 2019 silam."
Pada waktu itu, kata Fadli Zon, sebagai petahana, Presiden Joko Widodo mengatakan klaim bahwa tak ada lagi karhutla dalam kurun tiga tahun terakhir masa pemerintahannya.
Padahal, menurut Fadli Zon, merujuk data-data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ataupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sepanjang pemerintahannya selalu terjadi karhutla dengan luasan bersifat fluktuatif.
"Pada 2015, areal kebakaran hutan mencapai 2,6 juta hektare."
"Itu adalah bencana karhutla terburuk sesudah bencana tahun 1997/1998, yang luas areal kebakarannya mencapai 10 hingga 11 juta hektare."
"Pada 2016, luas areal yang terbakar turun menjadi 438.363 hektare."
"Tahun berikutnya, 2017, luas areal kembali turun menjadi 165.528 hektare."
"Tapi, pada 2018, luar areal kembali melonjak menjadi 510 ribu hektare," katanya.
Tahun ini, kata Fadli Zon, luas areal diperkirakan akan kembali bertambah.
Menurut data BNPB, luas karhutla pada periode Januari hingga Agustus 2019 saja sudah mencapai 328.724 hektare.
Provinsi Riau tercatat sebagai wilayah terluas yang dilanda karhutla, yakni mencapai 49.266 hektare.
Daerah terluas berikutnya adalah Kalimantan Tengah, dengan luas karhutla mencapai 44.769 hektare.
Selanjutnya adalah Kalimantan Barat seluas 25.900 hektare, Kalimantan Selatan seluas 19.490 hektare, dan Sumatera Selatan seluas 11.826 hektare.
Dari tingkat polusi, menurut Fadli Zon, berdasarkan data yang dimilikinya, levelnya juga telah melampaui ambang batas.
• Cover Majalah Tempo Dilaporkan ke Dewan Pers oleh Kelompok Relawan Jokowi Mania
"Hingga akhir pekan lalu, misalnya, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Pekanbaru, Riau, mencapai 848."
"Di Kabupaten Siak, Riau, mencapai level 877."
"Padahal, batas polusi kategori berbahaya adalah 350," katanya.
Di tengah peningkatan skala bencana yang terjadi, Fadli Zon menyatakan, dia melihat, opini yang disampaikan pemerintah terkait penyebab karhutla justru simpang siur.
"Jika KLHK tegas menyebut korporasi bahkan sudah melakukan penyegelan terhadap lebih dari 40 perusahaan, namun kita mendengar Menko Polhukam justru memberikan pernyataan berbeda dari kesimpulan KLHK."
"Saya kira, ini akan membuat penyelesaian kasus karhutla jadi tidak jelas dan tak tegas."
"Pernyataan Menko Polhukam bahwa karhutla disebabkan oleh petani peladang, bagi saya, sangat tak perlu dan tak produktif," katanya.
Fadli Zon bertanya, berapa sih luas areal yang dikuasai petani?
"Berapa besar signifikansinya terhadap luasan karhutla secara keseluruhan?"
"Saya kira, lebih produktif jika pemerintah dan aparat penegak hukum fokus memback-up KLHK dalam melakukan penindakkan terhadap para pelanggar yang tengah diselidiki."
"Saya ingin mengingatkan, sejak September 2014, Indonesia telah meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas-Batas)."
Menurut Fadli Zon, ini adalah perjanjian lingkungan hidup yang pertama kali ditandatangani negara-negara ASEAN pada 2002 untuk mengendalikan pencemaran asap di Asia Tenggara.
• Ucapan Moeldoko Soal Kabut Asap agar Masyarakat Ikhlas Disambut Netizen Minta Dia Pindah ke Riau
Perjanjian ini merupakan reaksi terhadap bencana asap yang terjadi pada akhir 1990-an, akibat pembukaan lahan dengan cara membakar hutan di Sumatra dan Kalimantan.
Indonesia menjadi negara ASEAN terakhir yang meratifikasi perjanjian tersebut.
"Jadi, bencana asap ini sejak lama telah menjadi isu diplomatik penting."
"Sehingga, Pemerintah seharusnya menindak tegas korporasi yang terlibat kejahatan karhutla, termasuk jika pelakunya adalah perusahaan asing," kata Dr Fadli Zon MSc, yang merupakan Wakil Ketua DPR RI Bidang Korpolkam dan Wakil Ketua DPP Partai Gerindra tersebut.
• Pertempuran Hidup dan Mati Antara Seekor Anaconda dan Buaya di Amazon Lalu Lihat Siapa yang Hidup
SEJUMLAH kalangan hanya sanggup mengirim doa dan mengelus dada terkait dengan bencana asap yang terjadi akibat hutan yang terbakar terus menerus.
Kebakaran hutan semakin hebat yang dirasakan di sejumlah wilayah.
Akibatnya, masyarakat harus berjuang keras menembus asap.
Sebuah tayangan video yang diunggah di media sosial menjelaskan betapa sulitnya masyarakat menghadapi bencana asap akibat hutan yang terbakar hebat.
Seorang netizen menulis:
Pada tayangan video tersebut tampak sejumlah pengendara kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil terperangkap kabut asap.
Bahkan, saking pekatnya, pengendara sepeda motor tampak hilang kendali.
Ada yang tidak mampu mengendalikan kendaraan mereka.
Tampak di video singkat itu, pengendara motor tidak mampu menembus kabut asap dan benar saja, ada pengendara motor yang tidak bisa mengendalikan kendaraan mereka dari arah berlawanan.
Akibatnya, sepeda motor itu nyelonong dan menabrak pohon, pengendaranya pun mengalami kecelakaan akibat menabrak pohon, belum diketahui nasibnya hingga berita ini ditulis.
Sementara itu, diungkap Kompas.com, kebakaran hutan dan lagan (Karhutla) di Provinsi Riau terus bertambah. Kabut asap pun semakin pekat dan merata menyelimuti bumi Lancang Kuning itu.
Hal ini mungkin diperburuk dengan minimnya curah hujan di Riau.
Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Indra Gustari mengatakan, sayangnya saat ini, sebagian Riau masih mengalami musim kemarau.
"Hanya sebagian wilayah Riau yang mulai hujan. Tapi intensitasnya masih kecil atau rendah," ungkap Indra kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2019).
Dengan curah hujan yang rendah seperti ini, artinya tidak cukup untuk memadamkan atau menghilangkan asap kebakaran.
"Curah hujan diprediksi meningkat baru akhir September ini," kata Indra.
Berkaitan dengan kabut asap di Riau, dilansir The Channel News Asia, Ketua Komite Lingkungan Hidup Negara Bagian Selangor, Hee Loy Sian mengatakan, pihaknya akan memasok masker debu untuk masyarakat dan membuat hujan buatan guna mengurangi pencemaran kabut asap kebakaran hutan.
Meski Malaysia berencana membuat hujan buatan, Indra berpendapat, hujan buatan kurang efektif dijadikan solusi kabut asap Riau.
Ini karena kelembapan udara di sebagian besar wilayah Indonesia masih rendah, yakni di bawah 70 persen.
Indra mengatakan, hanya wilayah Aceh, Kalimantan Utara, dan Papua yang memiliki kelembapan udara di atas 75 persen.
"Prediksi kelembapan udara mulai meningkat di atas Sumatera bagian utara dan Semanjung Malaysia pada dasarian ke III September. Jadi hujan buatan akan efektif kalau kelembapan udaranya di level 700 hPa, cukup tinggi lebih dari 75 persen," jelas Indra.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/ustadz-abdul-somad-zakat.jpg)