Revisi UU KPK

Tolak Revisi UU 30/2002, Laode M Syarif Ungkap Prancis Mencontoh KPK Saat Bikin Lembaga Anti Korupsi

SEJUMLAH poin dalam draf revisi Undang-undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinilai bertentangan dengan Konvensi Antikorup

Antara Foto/Indrianto Eko Suwars
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief memberikan keterangan tentang kasus dugaan suap terkait seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama pada konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (16/3/2019). KPK menahan Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi, dan Kepala Kantor Wilayah Kemenang Jawa Timur Haris Hasanuddin dengan barang bukti uang sebanyak Rp 156.758.000. 

SEJUMLAH poin dalam draf revisi Undang-undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinilai bertentangan dengan Konvensi Antikorupsi PBB.

United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) tahun 2003 itu telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 7 Tahun 2006.

Revisi UU KPK ini juga dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Jakarta Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies pada 2012.

Video Syur Hebohkan Sumedang, Diduga Disebarkan Pemeran Pria karena Kesal Ajakan Menikah Ditolak

Padahal, sesuai namanya, prinsip-prinsip mengenai lembaga anti-korupsi ini ditandatangani di Jakarta.

"Tolong dilihat itu Jakarta Principles disetujui di Jakarta oleh semua lembaga anti-korupsi dunia."

"Tiba-tiba kita ingin mengubahnya tidak sesuai dengan Jakarta Principles," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

10 Calon Pimpinan KPK Harus Teken Surat Pernyataan Bermeterai, Setuju Atau Tidak Revisi UU KPK

Salah satu poin penting dalam Jakarta Principles yang disepakati oleh seluruh lembaga anti-korupsi dunia adalah mendorong negara agar berani melindungi independensi lembaga anti-korupsi.

Di sisi lain, draf revisi UU KPK justru dinilai bisa mengancam independensi KPK.

Dalam draf RUU, KPK menjadi lembaga pemerintah pusat, dan pegawai KPK dimasukkan dalam kategori Aparatur Sipil Negara (ASN).

Bantah Isu Pelemparan Ular ke Asrama Mahasiswa Papua, Wiranto: Kalau Benar Ada, Tangkap Lalu Disate

Sebagai tuan rumah Jakarta Principles, kata Laode M Syarif, Indonesia seharusnya menjalankan kesepakatan tersebut.

Apalagi, dari Jakarta Principles dan berkaca pada KPK sebagai role model, terdapat sejumlah negara yang kemudian membentuk lembaga anti-korupsi yang independen.

Salah satunya, Prancis yang membentuk Agence Française Anticorruption (AFA).

Dua Hercules Siap Angkut 835 Mahasiswa dan Pelajar Papua yang Mudik karena Termakan Hoaks

"Banyak negara lain yang mencontoh KPK, dulu Prancis itu tidak punya lembaga anti-korupsi."

"Prancis membentuk setelah dia melihat KPK dan membaca Jakarta Principles," beber Laode M Syarif.

Untuk itu, kata Laode M Syarif, dengan UU yang ada saat ini, KPK sudah mampu bekerja dan bahkan menjadi role model lembaga anti-korupsi bagi sejumlah negara.

Polisi Buru Dukun Santet yang Gagal Celakakan Suami Aulia Kesuma, Bakal Jadi Tersangka Juga?

Pernyataan tegas KPK tidak membutuhkan perubahan atas UU nomor 30/2002, pernah disampaikan Laode M Syarif saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR pada awal 2016.

Atau, beberapa saat setelah Agus Rahardjo Cs dilantik sebagai pimpinan KPK Jilid IV.

Ketimbang revisi UU KPK, menurut Laode, KPK mendorong DPR merevisi UU nomor 20/2001 tentang Tipikor, dengan mengakomodasi sejumlah rekomendasi dalam UNCAC.

Jokowi Janji Segera Pekerjakan Seribu Sarjana Asal Papua di BUMN dan Perusahaan Swasta Besar

"Kebetulan waktu itu yang wakili KPK-nya adalah saya, dan pada waktu itu kami sampaikan bahwa revisi Undang-undang KPK belum diperlukan."

"Yang perlu itu adalah beberapa poin dalam Undang-undang Tipikor agar memasukkan gap yang ada di dalam United Nations Convention Against Corruption dengan Undang-undang Tipikor kita waktu itu."

"Itu jelas dan suratnya mungkin saya bisa sampaikan kepada teman-teman media, copy dari surat tersebut ditandatangani oleh lima pimpinan disampaikan," paparnya.

BREAKING NEWS: Jokowi Janji Bangun Istana Presiden di Papua Tahun Depan

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan sampai membatasi lembaga anti-rasuah tersebut.

"Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu, sehingga independensi KPK menjadi terganggu, intinya ke sana," ujar Jokowi di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).

Menurut Jokowi, dirinya baru saja menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) draf revisi UU KPK, dan akan ia pelajari terlebih dahulu secara detail.

 Revisi UU KPK Batal Jika Jokowi Tak Keluarkan Surat Persetujuan

"Saya mau lihat dulu, nanti satu per satu kita pelajari, putusin, dan saya sampaikan kenapa ini iya, kenapa ini tidak, karena tentu saja ada yang setuju, ada yang tidak setuju dalam DIM-nya," tuturnya.

Jokowi mengaku dalam mengambil keputusan yang tepat terkait revisi UU KPK, ia melakukan diskusi dengan sejumlah menteri dan akademisi sejak awal pekan ini.

"Sudah mulai sejak Hari Senin, sudah kami maraton minta pendapat para pakar, kementerian, semuanya secara detail."

 BREAKING NEWS: Jokowi Janji Bangun Istana Presiden di Papua Tahun Depan

"Sehingga begitu DIM nanti nanti kami lihat, saya sudah punya gambaran," tuturnya.

Terkait Surat Presiden (Supres), kata Jokowi, akan disampaikan kepada publik jika telah dikirim ke DPR.

"Kami baru melihat DIM-nya dulu, nanti kalau Supres kami kirim, besok saya sampaikan. Nanti materi-materi apa yang perlu direvisi," paparnya.

 Jokowi Janji Segera Pekerjakan Seribu Sarjana Asal Papua di BUMN dan Perusahaan Swasta Besar

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan pihaknya tengah berada di ujung tanduk.

Salah satunya, lantaran kembali mencuatnya revisi UU 30/2002 tentang KPK yang kini telah menjadi RUU Inisiatif DPR.

Agus Rahardjo membeberkan sembilan poin dalam draf revisi UU tersebut, yang bakal melemahkan dan bahkan melumpuhkan KPK secara lembaga dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

 Sekantong Kaus Polisi dari Aiptu Imran Yasin Jadi Tanda Perpisahan

"Sembilan persoalan di draf RUU KPK berisiko melumpuhkan Kerja KPK," ujar Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2019).

Berikut ini sembilan poin persoalan di draf RUU KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK:

1. Independensi KPK Terancam

KPK tidak disebut lagi sebagai lembaga independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

KPK dijadikan lembaga pemerintah pusat. 

• Pegawai KPK dimasukkan dalam kategori ASN, sehingga berisiko terhadap independensi pegawai yang menangani kasus korupsi di instansi pemerintahan.

2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi

• Penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari Dewan Pengawas.

Dewan Pengawas dipilih oleh DPR dan menyampaikan laporannya pada DPR setiap tahun.

• Selama ini penyadapan seringkali menjadi sasaran yang ingin diperlemah melalui berbagai upaya, mulai dari jalur pengujian UU hingga upaya revisi UU KPK

• Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa dan dilakukan secara tertutup.

Sehingga, bukti-bukti dari penyadapan sangat berpengaruh signifikan dalam membongkar skandal korupsi

• Penyadapan diberikan batas waktu tiga bulan.

Padahal, dari pengalaman KPK menangani kasus korupsi, proses korupsi yang canggih akan membutuhkan waktu yang lama dengan persiapan yang matang.

Aturan ini tidak melihat kecanggihan dan kerumitan kasus korupsi yang terus berkembang.

• Polemik tentang penyadapan ini semestinya dibahas secara komprehensif, karena tidak hanya KPK yang memiliki kewenangan melakukan penyadapan.

3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR

• DPR memperbesar kekuasaannya yang tidak hanya memilih pimpinan KPK, tetapi juga memilih Dewan Pengawas.

• Dewan pengawas menambah panjang birokrasi penanganan perkara, karena sejumlah kebutuhan penanganan perkara harus izin Dewan Pengawas, seperti penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

4. Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi

• Penyelidik KPK hanya berasal dari Polri, sedangkan penyidik KPK berasal dari Polri dan PPNS.

• Hal ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bagi KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.

• Lembaga-lembaga KPK di beberapa negara di dunia telah menerapkan sumber terbuka penyidik yang tidak harus dari kepolisian, seperti CPIB di Singapura, ICAC di Hongkong, MACC di Malaysia.

Lalu, Anticorruption Commision di Timor Leste, dan lembaga anti-korupsi di Sierra Lone.

• Selama ini proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK sudah berjalan efektif dengan proses rekrutmen yang terbuka yang dapat berasal dari berbagai sumber.

5. Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung

KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan korupsi.

• Hal ini berisiko mereduksi independensi KPK dalam menangani perkara.

Dan akan berdampak pada semakin banyaknya prosedur yang harus ditempuh, sehingga akan memperlambat penanganan perkara.

6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria

• Ketentuan yang sebelumnya diatur di pasal 11 huruf b UU KPK tidak lagi tercantum, yaitu mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat.

• Padahal pemberantasan korupsi dilakukan karena korupsi merugikan dan meresahkan masyarakat, dan diperlukan peran masyarakat jika ingin pemberantasan korupsi berhasil.

7. Kewenangan Pengambilalihan Perkara di Penuntutan Dipangkas

• Pengambilalihan perkara hanya bisa dilakukan untuk proses penyelidikan.

KPK tidak lagi bisa mengambil alih penuntutan sebagaimana sekarang diatur di Pasal 9 UU KPK.

8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan

• Pelarangan ke luar negeri.

• Meminta keterangan perbankan.

• Menghentikan transaksi keuangan yang terkait korupsi.

• Meminta bantuan Polri dan Interpol.

9. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas

• Pelaporan LHKPN dilakukan di masing-masing instansi, sehingga hal ini akan mempersulit melihat data kepatuhan pelaporan dan kewajaran kekayaan penyelenggara negara.

• Posisi KPK direduksi hanya melakukan kooordinasi dan supervisi.

• Selama ini KPK telah membangun sistem, dan KPK juga menemukan sejumlah ketidakpatuhan pelaporan LHKPN di sejumlah institusi. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved