Rusuh Papua
Jadi Dalang Kerusuhan Papua, Polda Jatim akan Cabut Paspor Veronica Koman
Polda Jawa Timur berencana mengajukan surat pencabutan paspor untuk tersangka Veronica Koman.
Kapolda Jatim, Irjen Luki Hermawan mengatakan selain mendalami bukti di media sosial, penetapan tersangka juga didasari dari keterangan 3 saksi dan 3 saksi ahli.
• VIDEO: Larangan Bawa Kendaraan Pribadi Tidak Diindahkan Anggota Sudinhub Jakarta Selatan
• Perempuan Misterius Suka Naik Bus Dini Hari di Tol Cipularang, Sopir Senang karena Bawa Untung
• Hotman Paris Show Unggah Konflik Nikita Mirzani Dilaporkan Elza Syarief ke Polisi, Ini Kronologinya
"Sebelumnya, dia dipanggil 2 kali sebagai saksi untuk tersangka Tri Susanti, namun tidak hadir," katanya, Rabu (4/9/2019).
Saat kejadian pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019, menurut Luki, Veronika dikabarkan berada di luar negeri.
Namun walaupun tidak ada di lokasi, Veronica melalui akun media sosialnya disebut sangat aktif mengunggah ungkapan maupun foto yang bernada provokasi.
Sebagian unggahan menggunakan bahasa Inggris.
Veronica Koman dijerat sejumlah pasal di 4 undang-undang, pertama UU ITE, UU 1 tahun 46, UU KUHP pasal 160, dan UU 40 tahun 2008.
Kompas.com berusaha menghubungi Veronica Koman, Kamis (4/9/2019) melalui nomor ponselnya, namun belum tersambung.
Selain itu pesan singkat yang dikirim juga belum direspon.
Tri Susanti dan Syamsul Arifin Ditahan

Polisi telah menahan dua tersangka terkait kerusuhan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, yakni Syamsul Arifin dan Tri Susanti.
Syamsul Arifin (SA) menjadi tersangka ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua, sedangkan Tri Susanti menjadi tersangka ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Brigjen Pol Toni Harmanto mengatakan, penahanan terhadap kedua tersangka tersebut resmi dilakuakn sejak Selasa (3/9/2019).
Kedua tersangka, kata Toni, akan ditahan hingga 20 hari ke depan.
Menurut Toni, polisi memiliki tiga alasan untuk menahan dua tersangka tersebut.
Tiga alasan itu yakni untuk mempermudah penyidikan, berpotensi mengulangi tindakan melawan hukum, serta para tersangka dikhawatirkan bisa menghilangkan barang bukti.
"Tentu ada tiga di hukum acara pidana. Pertama kekhawatiran akan mengulangi tindak pidana. Kedua kekhawatiran untuk menghilangkan barang bukti, dan ketiga berkaitan dengan menghambat proses penyidikan," ujar Toni.