Menilik Pasal Santet yang Akan Disahkan DPR RI, Dukun Bisa Dibui 3 Tahun Penjara

Sejumlah pasal yang akan disahkan DPR RI akhir September nanti menuai pro kontra. Salah satunya pasal santet.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Dian Anditya Mutiara
TribunJogja
Ilustrasi santet 

"Kita tidak ingin dengan diberlakukannya delik santet melalui KUHP dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari atau banyak warga yang jadi korban fitnah, lalu menjadi terdakwa dan diadili," katanya.

Menurutnya, praktik santet sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi untuk membuktikan siapa pelaku ataupun korbannya sulit dibuktikan.

Dendam Santet Jadi Motif Tiga Pelaku Ikat dan Bakar Dua Pria Hingga Tewas di Pasuruan

Seorang penegak hukum, kata Pedastaren, tidak bisa menjadikan sebagai alat bukti pengakuan seorang pelaku supranatural (dukun) bahwa si B sakit dan ditemukan jarum di dalam perutnya akibat disantet atau diguna-guna oleh si A.

Bahkan, katanya, keterangan seorang penghayat supranatural juga tidak dapat dijadikan bukti untuk menjerat, misalnya si A melakukan perbuatan melanggar hukum untuk diajukan ke pengadilan negeri.

Selain itu, Pedastaren juga melihat ancaman hukuman tersebut sulit diterapkan kepada pelaku santet atau dukun yang sengaja menyantet seseorang karena disuruh orang lain dengan imbalan berupa uang.

Menurutnya, kasus kejahatan santet-menyantet sering terjadi di kalangan masyarakat akibat persaingan bisnis, jabatan, atau percintaan. Namun, karena menyangkut kekuatan gaib, sulit dibuktikan di ranah hukum.

Indonesia sebenarnya memiliki pasal yang hampir mirip pasal santet terdapat dalam Pasal 546 KUHP.

Pasal 546 itu berbunyi, barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan, atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat atau benda yang memiliki kekuatan gaib, diancam pidana 3 bulan kurungan dan denda maksimal Rp 4.500.

Pidana tersebut juga berlaku untuk orang yang mengajar ilmu kesaktian dan bertujuan menimbulkan kepercayaan bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan pidana, tetapi tanpa kemungkinan bahaya bagi diri sendiri.

BEREDAR Video Panas Sopir Angkot dengan Seorang Wanita Durasi 30 Detik, Tak Sadar Direkam Diam-Diam

Alasan DPR RI

Di tahun 2016 RUU KUHP itu kembali muncul dan dibahas oleh anggota DPR RI.

Masih dikutip Kompas.com dalam rapat Panja R-KUHP, Kamis (17/11/2019), pemerintah beralasan, pasal santet kembali dimunculkan untuk mencegah adanya aksi main hakim sendiri dan untuk menjaga keharmonisan dalam beragama.

Yang dipidanakan, ujar Ketua Tim Perumus R-KUHP Muladi, bukan santetnya, tetapi tindakan menawarkan untuk melakukan tindak pidana dan mencederai orang lain dengan klaim kekuatan gaib. Oleh karena itu, pasal santet memang dimasukkan dalam bab khusus mengenai Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana.

Ditanya Tak Pernah Mengaku, 6 Artis Ini Menikah dengan Selingkuhannya Sendiri

"Dengan demikian, bukan santetnya yang harus dibuktikan oleh penyidik karena hal itu pasti sulit. Namun, tindakan menawarkannya itu. Untuk itu, pasti penyidik punya cara sendiri," kata Muladi.

Ketua Panja R-KUHP Benny K Harman menegaskan, dalam Pasal 295 atau "pasal santet" itu, seseorang yang baru menyatakan dan berkoar-koar memiliki kekuatan untuk melukai atau mematikan seseorang dapat masuk dalam tindak pidana.

"Membuat pernyataan saja bisa kena pidana, apalagi melakukannya. Misalnya, ada yang datang ke dukun dan meminta dukun tersebut untuk menyakiti seseorang, lalu si dukun menyatakan sanggup, itu pidana. Mengumumkan bahwa dirinya tokoh yang punya kekuatan gaib untuk hal negatif pun sudah masuk pidana," kata Benny.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved