Pengamat Nilai Koruptor Lebih Takut Miskin Daripada Mati, Ini Hukuman yang Bisa Bikin Jera

Zainal Arifin Mochtar menilai, koruptor dinilai lebih takut dimiskinkan, dibandingkan dituntut hukuman mati.

Editor: Yaspen Martinus
Kompas/Lucky Pransiska
Spanduk berisi pesan hukuman mati bagi koruptor di jembatan penyeberangan di Jakarta. 

DIREKTUR Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, tuntutan hukuman mati bagi koruptor belum tentu bisa memberantas rantai korupsi di Indonesia.

Zainal Arifin Mochtar menilai, koruptor dinilai lebih takut dimiskinkan, dibandingkan dituntut hukuman mati.

"Apakah hukuman mati menjerakan? Kalau saya mengatakan, belum tentu," ujar Zainal Arifin Mochtar di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).

Ini Empat Gugatan Praperadilan yang Bakal Kembali Diajukan Kivlan Zen

"Yang seharusnya menjerakan itu ya penyitaan harta atau pemiskinan. Saya percaya koruptor lebih takut miskin daripada mati," sambungnya.

Zainal Arifin Mochtar mengatakan, salah satu cara supaya koruptor jera adalah lewat hukuman yang keras dan kuat, salah satunya lewat pemiskinan koruptor.

"Selama ini hukuman yang keras dan kuat masih kurang. Buktinya, residivis koruptor saja masih bisa terpilih sebagai pejabat."

TAK MENYERAH! Kivlan Zen Bakal Ajukan Praperadilan Lagi, Kali Ini Empat Gugatan Sekaligus

"Harusnya ada tindakan tegas dari pemerintah, misalnya mengevaluasi hak remisi, bahkan pembebasan bersyarat ke koruptor," papar Zainal Arifin Mochtar.

Selain itu, ia juga menyarankan DPR dan pemerintah untuk mengkaji ulang undang-undang tentang pemilu.

Mantan koruptor memang seharusnya dilarang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.

Rumah Wartawan Serambi Indonesia Diduga Dibakar, PWI Pusat Minta Polisi Usut Tuntas

"Harus dikuatkan juga UU-nya, ya memang harus dilarang koruptor jadi wakil rakyat."

"Koruptor dilarang nyaleg atau bertarung di dalam proses memperbutkan kepercayaan publik," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly khawatir usulan pemindahan narapidana kasus korupsi ke lapas di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, malah memunculkan masalah baru.

Total Personel Koopssus TNI 500 Orang, 80 Persennya Intelijen

Yasonna Laoly menuturkan, nantinya para narapidana kasus korupsi yang dipindah ke Nusakambangan seperti yang diusulkan KPK, malah bisa 'merdeka' karena minim pengawasan.

"Malah merdeka mereka di sana. Enggak ada yang ngawas, enggak ada wartawan," ucap Yasonna Laoly di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/6/2019).

 BREAKING NEWS: MK Gelar Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2019 Tanggal 27 Juni 2019

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
  • Berita Populer
    Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved