Direktorat Jenderal Pajak Semakin Getol Tertibkan Administrasi Pajak Ekonomi Digital
Pajak ekonomi digital mengacu kepada studi the Organisation for Economic Co-operation and Development (OCED).
Dia menilai ada dua upaya yang dapat dilakukan pemerintah guna menertibkan administrasi pajak di media sosial.
Pertama, menegaskan kepada perusahaan media sosial untuk melaporkan jumlah penjual.
• Handaka Santoso Memilih Keliling ke Mal Dibandingkan Main Golf
Kedua, melakukan razia yang langsung dikenakan pajak final.
“Data penjual mungkin bisa didapat, tapi jumlah transaksi yang sulit,” kata Ignatius kepada Kontan.co.id, baru-baru ini.
Sementara, dari pajak e-commerce atau marketplace, Ignatius mengaku tidak tahu apakah pelapak di sana sudah bayar pajak atau belum.
• QR Code Indonesia Standard (QRIS) Siap Dijalankan
Alasannya hal itu bukan menjadi tanggung jawab marketplace.
Selebihnya pembayaran pajak oleh pelapak secara offline.
Di sisi lain, marketplace bersedia memberikan data penjual dan transaksi.
• Tidak Punya Modal untuk Bikin Usaha? Ada 2 Tips Dapat Modal dari Financial Planner
Namun, mereka mengimbau hal itu juga perlu ditegakkan ke pada seluruh lini ekonomi digital.
“Kalau aturan berat sebelah, pelapak malah kabur ke media sosial,” ungkap Ignatius.
Sementara kendala dari pajak periklanan dan jual-beli di internet adalah beberapa perusahaan tidak mempunyai perwakilan di Indonesia.
• 3 Tips Cara Memilih Mainan Aman Bagi Anak Anda
Kata Ignatius transaksi via internet banyak yang berasal dari luar negeri biasanya dari Irlandia, China, dan Singapura.
Padahal pajak dari sana jauh lebih besar di bandang dari marketplace.
Sebab, pajak iklan biasanya masuk ke Pajak Penambahan Nilai (PPN) yang dikenakan tarif 10 persen.
• Proses Pengembalian Dana Talangan Lama, LMAN Ajukan Revisi Peraturan Menteri Keuangan
Sementara dari marketplace 90 persen pelapak merupakan usaha mikro klecil menengah (UMKM) yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun dimana harus membayar pajak 0,5 persen per tahun.