UMK Terlalu Tinggi Jadi Salah Satu yang Memicu 18 Perusahaan Hengkang dari Kota Bekasi
Salah satunya terjadi karena Upah Minimum Kota (UMK) Bekasi yang dianggap tinggi, sehingga memberatkan pengusaha.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi mencatat, ada 18 perusahaan hengkang dari Kota Bekasi.
Angka itu diperoleh berdasarkan pendataan dinas selama lima tahun terakhir atau dari 2013-2018.
Kepala Bidang Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja, Mohamad Rusli mengatakan, ada banyak faktor yang memicu perusahaan itu hengkang dari Kota Bekasi.
Salah satunya terjadi karena Upah Minimum Kota alias UMK Kota Bekasi yang dianggap tinggi, sehingga memberatkan pengusaha.
Pada 2019 ini saja, UMK Kota Bekasi mencapai Rp 4.229.756.
Upah sebesar itu rupanya kedua terbesar di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Karawang sebesar Rp 4.234.010 per bulan.
Tidak hanya itu, para pengusaha juga cenderung mempertimbangkan jangkauan akses dengan konsumen serta mencari ongkos produksi yang lebih murah.
"Kebanyakan perusahaan lebih memilih pindah ke wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah karena kepentingan akses pemasaran sekaligus biaya perjalanan lebih rendah," ujar Rusli pada Kamis (2/5).
Rusli mengatakan, sebelum hengkang para perusahaan itu telah menunaikan kewajibannya kepada para pekerja.
Salah satunya adalah memberikan uang pesangon berdasarkan aturan yang berlaku.
Bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), mereka sudah mencari pekerjaan baru di wilayah DKI, Kota Bekasi maupun Kabupaten Bekasi.
Sebelum gulung tikar, pekerja terlebih dahulu mensosialisasikan rencana ini kepada pekerjanya, sehingga mereka sudah melakukan antisipasi dengan mencari pekerjaan di tempat lain.
Berdasarkan catatannya di Kota Bekasi terdapat tiga kawasan industri besar.
Di antaranya, Kawasan Wahab Affan di Jalan Sultan Agung, Kawasan Kaliabang, di Pondokungu, dan Kawasan Narogong di Bantargebang.
Mereka mendapat pengawasan dari pemerintah daerah meski penindakannya dilakukan petugas dari Pemprov Jawa Barat.
Di sana terdapat 1.350 lebih perusahaan dengan rincian 1.258 perusahaan menengah ke atas, 90 perusahaan besar dan sisanya merupakan perusahaan menengah ke bawah termasuk perusahaan asing.
Walau nilai UMK cukup tinggi, namun sampai sekarang belum ada perusahaan yang melakukan penangguhan pembayaran gaji.
"Kebanyakan perusahaan telah menjalani keputusan pemerintah untuk pemberian upah sebesar Rp 4,2 juta per bulan di tahun 2019," katanya.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi Sudirman menambahkan pemerintah daerah selalu mengedepankan mediasi bila terjadi gejolak.
Oleh karena penanganan sengketa yang ditangani pemerintah daerah sifatnya mediasi, maka hasilnya berupa anjuran.
Menurut dia, anjuran adalah keputusan bersama (KB) yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak.
Berbeda bila kasus ditangani dengan metode konsilasi dan arbitrasi.
Produk dari dua metode ini adalah keputusan, dan ditangani oleh perusahaan swasta.
"Untuk mediasi ditangani oleh pemerintah."
"Sejauh ini, perusahaan maupun pekerja lebih banyak menempuh jalur mediasi karena kalau konsilasi dan arbitrasi biasanya membutuhkan biaya yang besar," katanya.
Bagi pihak yang tidak puas dalam menempuh jalur mediasi, bisa melanjutkan kasus ini ke persidangan hubungan industrial di Kota Bandung, Jawa Barat.
Bahkan bila dalam putusan persidangan itu masih ada yang merasa keberatan, bisa mengajukan upaya hukum kembali berupa kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA).
Bila di tingkat kasasi juga ada yang tidak puas, mereka bisa melakukan upaya hukum yang lebih tinggi berupa peninjauan kembali (PK).
"Kalau kasus sudah masuk ke persidangan, kami tidak bisa mengintervensi."
"Tugas kami hanya sampai jalur mediasi," ujarnya.