Memilih Menjadi Youtuber Dibandingkan Peneliti, Penjelasan Ditjen Pajak
Menjadi peneliti di Indonesia masih kurang menjanjikan sehingga menjadi youtuber adalah pilihan.
Menjadi peneliti di Indonesia masih kurang menjanjikan sehingga menjadi youtuber adalah pilihan. Jika ingin menjadi peneliti, akan memilih menjadi peneliti di luar negeri.
WARTA KOTA, PALMERAH--- Menjadi peneliti atau youtuber? Mungkin akan ada jawaban memilih jadi youtuber dibandingkan peneliti.
Memang perbandingan itu belum ada survei yang memperkuat pemilihan antara menjadi youtuber atau peneliti.
Akan tetapi ada gambaran yang menunjukkan dari 1.000 penduduk di Indonesia, hanya 98 orang jadi peneliti.
Hal itu diungkap oleh Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Yunirwansyah, di Seminar Nasional Perpajakan, Kamis (14/3/2019).
• Ditanya Gading Marten Soal Wijaya Saputra, Gisella Anastasia: Baru Ngeker-ngeker Nih
Yunirwansyah mengakui lingkungan di Indonesia masih belum dapat mendorong geliat tumbuhnya penelitian.
"Jadi peneliti bukan profesi yang menjanjikan di Indonesia," kata Yunirwansyah.
Yunirwansyah mengatakan, orang lebih cenderung menjadi youtuber, cenderung jadi foto model.
Berdasarkan data UNESCO, biaya yang dikeluarkan untuk penelitian di Indonesia masih 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Secara rinci, dari sektor bisnis mengeluarkan biaya untuk penelitian 547 juta dolar AS, pemerintah 839 juta dolar AS, sedangkan universitas 744 juta dolar AS.
Biaya ini termasuk kecil bila dibandingkan dengan Jepang yang mencapai 3,4 persen dari PDB, dan Jerman yang mencapai 2,9 persen dari PDB.
Bahkan Korea Selatan mencapai 3,4 persen dari PDB.
• Pesan Luna Maya Usai Menerima Penghargaan IMA Awards 2019 Membuat Penonton Histeris
Sedangkan untuk wilayah ASEAN, Singapura dan Malaysia masing-masing mencapai 1,3 persen dan 2,2 persen.
"Sehingga banyak anak-anak kita yang direkrut di Singapura karena dananya besar," ujar Yunirwansyah.
Sedangkan dari sisi pajak, perusahaan dalam negeri cukup banyak membayarkan biaya royalti ke luar negeri untuk profesi peneliti.
Sesuai dengan aturan mengenai Pajak Penghasil (PPh) Pasal 23 atau 26, royalti untuk peneliti dikisaran 2 persen-15 persen.
Adapun data tahun 2016 menunjukkan 8.500 perusahaan membayar Rp 44,12 triliun.
Sedangkan tahun 2017 tercatat Rp 46,78 triliun, dan untuk tahun 2018 baru sebesar Rp 103 miliar.
Atas pembayaran tersebut berdasarkan PPh 23 mendapat penerimaan pajak masing-masing tahun Rp 1,12 triliun (2016), Rp 1,24 triliun (2017), dan Rp 1,44 triliun (2018).
Sedangkan berdasar PPh 26 pendapatan pajak Rp 5,8 triliun (2016), Rp 6,41 triliun (2017) dan Rp 7,13 triliun (2018).
Untuk itu, pemerintah melalui Ditjen Pajak tengah menggodog beleid baru berupa penguragan pajak bagi perusahaan swasta yang memiliki anggaran penelitian atau reseaarch and development (R&D).
Beleid ini lantas dikenal dengan super deductible tax.
Sekedar informasi, fasilitas super deductible tax merupakan penambahan faktor pengurangan PPh di atas 100 persen.
Sehingga pajak yang dibayarkan badan usah semakin kecil. Sejauh ini skema keringanan pajak hingga 200 persen.
Simulasi pemberian insentif pajak ini, apabila perusahaan memiliki nilai investasi dalam penelitian mencapai Rp 1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak Rp 3 miliar selama lima tahun kepada perusahaan tersebut.
• Update Pertandingan Dynamo Kiev Vs Chelsea di Liga Europa, The Blues Unggul 3-0
Membiayai
Andovi da Lopez (25), pemain film dan YouTubers, senang saat sebagian penghasilannya didunia maya era modern ini bisa ikut 'menghidupi' orang lain.
Meski mulai banyak yang mencaci-maki karena peran Herdi di Dilan 1991, Andovi tidak mempersoalkannya.
Bagi Andovi, Herdi hanyalah peran dalam film, bukan dirinya di kehidupan nyata. Toh, sejatinya, Andovi tetap berbuat baik bagi sesama dengan menyumbangkan sebagian penghasilan untuk beasiswa.
"Daripada memberi ponsel, mendingan (membantu membiayai) untuk pendidikan," kata Andovi berbincang di Restoran Mang Engking, kawasan Kopo, Bandung, Jawa Barat, Minggu (24/2/2019) malam.
Dana pendidikan itu bukan hanya dari kantong Andovi saja. Kakaknya yang menyandang gelar sarjana Teknik Fisika Jurusan Energi Nuklir Universitas Indonesia juga berbagi penghasilan sebagai beasiswa.
"Gue sama kakak gue yang juga YouTubers menjadi satu-satunya YouTubers yang memberi beasiswa ke orang lain," jelas Andovi, lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Saat ini Andovi membiayai tiga mahasiswa selama kuliah hingga lulus dan menjadi sarjana.
Ketiganya masing-masing kuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung (Unila), Lampung, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi UNS Solo, Jawa Tengah, dan Fakultas Teknik Arsitektur UGM, Sleman, Yogyakarta.
"Mereka sama-sama masih kuliah di semester dua," jelas Andovi yang setiap saat menekankan ke para anak asuhnya tersebut supaya berpendidikan sambil berkarya.
Perayaan 1 Juta Subscriber
Hal itu pula yang ditekankan Andovi dan kakaknya di channel YouTube mereka.
"Kuliah nggak harus di UI (Universitas Indonesia). Yang penting selesai kuliah. Jangan jadi YouTubers tapi nggak berpendidikan," ujar Andovi.
Beasiswa itu diberikan Andovi sebagai bagian perayaan atas capaian 1 juta subscriber di channel YouTube-nya.
Beasiswa itu diberikan Andovi bekerjasama dengan aplikasi Ruang Guru.
"Mereka (Ruang Guru) memberi gue tiga pilihan anak dan tiga anak ini yang akan kami biayai sampai lulus kuliah. Uangnya benar-benar duit sendiri, bukan dari sponsor," jelasnya.
• Sudah Pacaran dengan Bekas Kekasih Agnez Mo, Gisella Anastasia: Semua Bertahap, Tidak Asal Jebret
Kontan.co.id/Benedicta Prima
Berita ini sudah diunggah di Kontan.co.id dengan judul Pemerintah: Pajak royalti tinggi, masyarakat pilih jadi youtuber ketimbang peneliti