Perguruan Tinggi yang Mahasiswanya Sedikit Bakal Digabung, Sekarang Diminta Sukarela, Nanti Dipaksa
PERGURUAN tinggi di Indonesia dengan jumlah mahasiswa yang sedikit, mendapat perhatian dari Kemenristekdikti.
Penulis: Zaki Ari Setiawan |
Bahkan, akuntan publik, menurut Nasir, banyak didominasi oleh akuntan dari luar negeri.
“Karena itu, kita di dalam negeri harus bisa memenuhi standarisasi itu,” ujarnya.
• Kata Andi Arief, Satu Jam Setelah Menang Pilpres, Prabowo akan Kasih Solusi Kasus Penculikan Aktivis
Hal tersebut, merupakan upaya dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, agar menyiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi.
Di mana, perlu melakukan penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa.
Termasuk, dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analytic, mengintegrasikan objek fisik, digital, dan manusia, untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan berdaya saing.
• Ratna Sarumpaet Menulis Buku Selama Mendekam di Penjara, Sebentar Lagi Terbit
“Saya mengapresiasi berdirinya STIEBA ini. Sesuai dengan keinginan Bapak Presiden, bagaimana pendidikan itu bisa menghasilkan SDM yang berkualitas, khususnya di Madura,” ucapnya.
Karena itu, lanjut Nasir, yang harus dilakukan adalah pendidikan yang sesuai kebutuhan industri, perusahaan, dan kebutuhan yang ada di masyarakat.
Universitas Ruko
Sumber daya manusia di Indonesia yang memiliki pendidikan tinggi, jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan tenaga kerja yang berpendidikan menengah atas.
Hal itu diungkapkan Menteri Kooordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dalam pemaparannya di Kongres Teknologi Nasional, di Gedung Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Senin (17/7/2017).
Itu pun, kata dia, masih dipertanyakan almamater perkuliahan dari sarjana-sarjana tersebut. Tidak jarang, kata dia, banyak sarjana dari universitas 'ruko' di berbagai daerah.
• Ratna Sarumpaet Ajukan Pemohonan Sebagai Tahanan Kota Lagi, Kali Ini Penjaminnya Fahri Hamzah
"Hanya lima persen Indonesia punya sarjana, itu juga masih dipertanyakan. Mereka lulusan universitas beneran apa yang ada di universitas 'ruko'? Ini juga jadi kendala kita," tuturnya.
"Saya lihat itu di televisi. Ditanya kapan sidangnya, dia enggak tahu. Ditanya pelajaran apa yang disuka, enggak tahu juga. Ini kan masalah jadinya," sambung Luhut Panjaitan.
Warga negara yang sudah masuk dalam usia kerja, lanjut Luhut Panjaitan, sudah seharusnya memiliki pendidikan tinggi sebelum bekerja, sehingga terdapat daya saing dan dapat mengembangkan ide kreatifnya dalam dunia kerja.
Dengan begitu, kata Luhut Panaitan, bukan tidak mungkin dalam beberapa waktu ke depan, Indonesia dapat menjadi negara maju nomor lima di dunia, sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa. (*)