Pasang Alat Pendeteksi Tsunami di Selat Sunda 26 Maret 2019, BPPT Klaim Anti Banting dan Anti Maling
Alat pendeteksi tsunami yang dipasang adalah tiga buoy dan cable base tsunami (CBT) sepanjang tiga kilometer.
KEPALA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, pihaknya akan memasang alat pendeteksi tsunami di Selat Sunda pada 26 Maret 2019 mendatang.
Alat pendeteksi tsunami yang dipasang adalah tiga buoy dan cable base tsunami (CBT) sepanjang tiga kilometer.
Hammam Riza mengatakan, alat-alat itu akan ditempatkan di sejumlah titik yang diprediksi akan menjadi sumber tsunami dan sumber gempa bumi megathrust di Selat Sunda, yakni Gunung Anak Krakatau serta graben (patahan kerak bumi) yang ada di sekitar Selat Sunda.
• Jokowi Ungkit Lagi Penguasaan Lahan oleh Prabowo, Pendukung: Balikin!
“Insyaallah tanggal 26 Maret besok kami akan pasang 1 buoy dan 3 km CBT diikuti 2 buoy lainnya. Buoy pertama di sekitar Gunung Anak Krakatau, satu di sekitar graben, dan satu lagi dekat Pelabuhan Ratu,” ungkapnya, ditemui di Gedung II BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019).
Sementara, CBT sepanjang tiga kilometer menurut Hammam Riza akan dipasang di sepanjang Pulau Sertung sampai kompleks Gunung Anak Krakatau.
Hammam Riza pun meyakini buoy dan CBT yang akan dipasang kali ini lebih tahan banting dari tindakan vandalisme, dan diklaim tidak akan dicuri.
• Andi Arief Sarankan Jokowi Ambil Cuti Kampanye, Katanya Rakyat Sudah Anggap Pilpres Tidak Fair
Karena, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluhkan sejumlah buoy yang dipasang di seluruh Indonesia, rusak dan dicuri, sehingga tidak mampu mendeteksi peristiwa tsunami seperti di Palu dan Banten pada tahun lalu.
“Itu adalah buoy generasi ketiga, nanti kita buktikan bahwa alat itu bisa lebih tahan dari tindak perusakan, karena terbuat dari bahan polymer serta tak akan dicuri. karena bukan dari logam seperti yang selama ini menjadi problem pemasangan buoy di Indonesia,” bebernya.
“Ini produk kita sendiri, kami buat sendiri, semua, mulai dari teknologi hingga desain di Puspitek BPPT,” jelasnya.
• Merasa Dihabisi Lewat Tayangan Foto, Andi Arief Bakal Bikin Perhitungan kepada Karni Ilyas
Pemasangan early warning system (EWS) itu, menurut Hammam Riza, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk membangun 2 ribu kilometer CBT di seluruh wilayah Indonesia, dengan target sekitar 2-4 tahun, dan menghabiskan anggaran sekitar Rp 2,6 triliun.
Pada tahun 2019 ini, BPPT rencananya memasang hingga 5 buoy di beberapa tempat di Indonesia yang rawan tsunami.
“Tahun ini rencananya akan dipasang hingga 5 buoy, ke depannya diharapkan bisa 10 untuk dipasang di sekitar Samudera Hindia,” jelasnya.
• Maruf Amin Kampanye Ditemani Menantu Jokowi, Sinyal Bobby Nasution Siap Terjun ke Politik?
“Kami pun mengajak masyarakat untuk merawat bersama alat-alat ini, karena alat-alat tersebut juga untuk menyelamatkan seluruh masyarakat Indonesia,” sambungnya.
Bakal Dijaga Anggota TNI
Sebelumnya, Presiden Jokowi setuju dengan masukan dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo, yang menyarankan alat pendeteksi tsunami mendapatkan pengamanan layaknya obyek vital masyarakat.
"Saya laporkan ke Bapak Presiden, kalau boleh alat deteksi ini dianggap sebagai obyek vital nasional yang harus diamankan oleh unsur TNI," ujar Doni Monardo seusai menghadiri rapat terbatas (Ratas) dengan topik Peningkatan Kesiagaan Menghadapi Bencana, di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (14/1/2019).
"Presiden sudah menugaskan Panglima TNI agar mengeluarkan surat perintah bahwa alat ini dijaga oleh unsur TNI," sambungnya.
• Jokowi: Saya Tidak Mau Dipuji, Kalau Salah, Ingatkan
Doni Monardo menjelaskan sebaik apa pun alat deteksi, apabila tidak dijaga dan dipelihara dengan baik, kemungkinan alat pendeteksi tsunami tersebut akan rusak maupun hilang, baik karena faktor alam maupun ulah manusia.
Terkait pemeliharaan alat deteksi, Doni Monardo mengaku pihaknya akan memperjuangkan anggaran yang cukup untuk pemeliharaan.
Sebab, selama ini alat deteksi hanya dipasang dan tidak ada yang bertanggung jawab pada pemeliharaan.
• Jokowi: Kita akan Menangkan Provinsi Jabar Atas Izin Allah, tapi Tipis Banget
"Selama ini alat sudah dipasang, dikelola oleh BMKG bersama BPPT. Habis itu tidak ada kontrol, tidak ada yang bertanggung jawab. Menjaga ini kan butuh biaya," paparnya.
Dikonfirmasi berapa jumlah alat pendeteksi tsunami yang rusak, Doni Monardo mengaku tidak mengetahui.
Dia mendapat laporan dari BMKG ketika keliling bersama di beberapa lokasi dengan para pakar, memang keluhannya alat deteksi banyak yang rusak. (Rizal Bomantama)