Gubernur Papua Lukas Enembe Tegaskan Dukung Jokowi, Sebelum Picu KPK Kena Dena Adat Rp 10 Triliun

Gubernur Papua Lukas Enembe Tegaskan Dukung Jokowi, Sebelum Picu KPK Kena Dena Adat Rp 10 Triliun.

KOMPAS.com/Ihsanuddin
Gubernur Papua Lukas Enembe usai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018). 

Denda KPK Dari 5 Wilayah Hukum Adat

Roy mengatakan denda adat masih berlaku di Papua meliputi 5 wilayah hukum adat yakni Ahim Ha, Lapago, Meepago, Mamta dan Saeran.

Denda adat ini kerap diterapkan masyarakat adat Papua untuk menyelesaikan sejumlah masalah diantara warga mulai dari pencemaran nama baik, perkawinan, perebutan hak hingga perang suku.

Secara konstitusi katanya denda adat ini diakui di Indonesia berdasarkan Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4.

Bunyinya menyatakan negara mengakui serta menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Dalam konteks hukum adat, KPK dianggap oleh masyarakat adat Papua yang mencermati kasus ini sejak awal, telah mempermalukan pemimpin mereka Gubernur Papua," ujar Roy.

Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 triliun.
Unjuk rasa ribuan masyarakat adat Papua mengecam KPK di depan Kantor Pemprov Papua di Jayapura Rabu (13/2/2019). Saat itu masyarakat adat menetapkan hukum adat berupa sanksi denda adat ke KPK sebesar Rp 10 triliun. (Istimewa)

Ini Profil Gubernur Lukas Enembe Simpatisan Jokowi Pemicu KPK Kena Denda Adat Rp 10 Triliun

KPK Dijatuhkan Denda Adat Rp 10 Triliun karena Dinilai Berupaya Mengkriminalisasi Gubernur Papua

KPK Harus Merespon Sanksi Denda Adat Agar Pemberantasan Korupsi di Papua Maksimal

Karenanya KPK harus merespon putusan masyarakat adat dengan berkomunikasi kepada para pemimpin suku di masyarakat adat Papua.

Sebagai penegak hukum, kata Roy, KPK harus hadir ke Papua atas putusan denda adat ini dan memiliki kewajiban menyelesaikannya.

KPK bisa berkomunikasi dengan masyarakat adat Papua melalui Majelis Rakyat Papua atau MRP sebagai lembaga kultural, atau pihak lain.

"Intinya KPK sebagai penegak hukum mesti mengkomunikasikan sanksi denda adat ini ke masyarakat adat Papua," kata Roy.

Dengan mengkomunikasikan denda adat ke masyarakat adat Papua, kata Roy, KPK bisa menjelaskan permasalahan ini hingga menegosiasikan sanksi denda adat yang diberikan.

"KPK bisa meminta maaf kepada masyarakay adat Papua atas yang dilakukannya, juga meminta maaf ke Gubernur Papua.

Jika KPK tidak merespon denda adat yang dijatuhkan masyarakat adat Papua, kata Roy maka ada konsekuensi yang akan diterima KPK.

" Yakni penegakan hukum oleh KPK di Papua tidak akan efektif. Pemberantasan korupsi oleh KPK di Papua, tidak akan berjalan maksimal. Sebab masyarakat Papua sudah tidak percaya, akibat KPK tidak mentaati dan menghormati serta mengkomunikasikan denda adat yang diputuskan oleh masyarakat adat Papua kepadanya," kata Roy.

Kuasa hukum Pemprov Papua Stefanus Roy Rening usai bertemu penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (11/2/2019).
Kuasa hukum Pemprov Papua Stefanus Roy Rening usai bertemu penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (11/2/2019). (Wartakotalive/Budi Sam Law Malau)

Survei Terbaru Pilpres 2019 Tunjukkan Fakta Suara yang Diincar Jokowi-Maruf Lari ke Prabowo-Sandi

Survei Terbaru Pilpres 2019 Tunjukkan Jokowi-Maruf Dalam Posisi Tertekan, Simak Selengkapnya

Seperti diketahui akibat peristiwa di Hotel Borobudur, Sabtu (2/2/2019) tengah malam lalu, KPK dan Pemprov Papua saling melaporkan tindak pidan ke Polda Metro Jaya.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved