Ratna Sarumpaet Dipukuli Diduga Kabar Bohong, Otaknya Bisa Dipidana UU ITE Jika Penuhi Unsur Ini
PENGANIAYAAN terhadap Ratna Sarumpaet kini diduga sebagai sebuah kabar bohong. Otak penyebarnya ternyata bisa dikenakan UU ITE.
Namun UU ITE memang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”.
Tapi terkait dengan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menggunakan frasa “menyebarkan berita bohong”, sebenarnya terdapat ketentuan serupa dalam Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
Menurut R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 269), terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.
Menurut hemat kami sebagai ditulis hukumonline.com, penjelasan ini berlaku juga bagi Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Suatu berita yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian adalah termasuk juga berita bohong.
Menurut hemat kami, kata “bohong” dan “menyesatkan” adalah dua hal yang berbeda. Dalam frasa “menyebarkan berita bohong” yang diatur adalah perbuatannya, sedangkan dalam kata “menyesatkan” yang diatur adalah akibat dari perbuatan ini yang membuat orang berpandangan salah/keliru.
Selain itu untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) UU ITE maka semua unsur dari pasal tersebut haruslah terpenuhi. Unsur-unsur tersebut yaitu:
Setiap orang
Dengan sengaja dan tanpa hak. Terkait unsur ini, dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M dalam artikel Danrivanto Budhijanto, "UU ITE Produk Hukum Monumental" diunduh dari www.unpad.ac.id) menyatakan antara lain bahwa perlu dicermati (unsur, ed) ’perbuatan dengan sengaja’ itu, apakah memang terkandung niat jahat dalam perbuatan itu. Periksa juga apakah perbuatan itu dilakukan tanpa hak? Menurutnya, kalau pers yang melakukannya tentu mereka punya hak. Namun, bila ada sengketa dengan pers, UU Pers (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ed) yang jadi acuannya.
Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.
Karena rumusan unsur menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya harus terpenuhi untuk pemidanaan, yaitu menyebarkan berita bohong (tidak sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan seseorang berpandangan pemikiran salah/keliru).[1] Apabila berita bohong tersebut tidak menyebabkan seseorang berpandangan salah, maka menurut hemat kami tidak dapat dilakukan pemidanaan.
Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Unsur yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan menyesatkan tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya, tidak dapat dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi kerugian konsumen di dalam transaksi elektronik.
Nah, sudah memenuhi unsur-unsur ini belum ya peristiwa kabar penganiayaan Ratna Sarumpaet?
Klik tautan ini untuk baca lengkap ulasan di hukumonline terkait pasal 28 UU ITE. Klik disini.