Kasus Rizieq Shihab

Hizbut Tahrir Indonesia Merasa Senasib dengan Rizieq Shihab

Sejak pengumuman pembubaran pada 8 Mei lalu, sampai Rabu (31/5/2017) hari ini HTI belum menerima surat peringatan resmi dari pemerintah.

Tribunnews.com/FERDINAND WASKITA
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (10/5/2017). 

WARTA KOTA, KUNINGAN - Sejak pengumuman pembubaran pada 8 Mei lalu, sampai Rabu (31/5/2017) hari ini Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum menerima surat peringatan resmi dari pemerintah.

"Pasca-pengumuman pembubaran oleh Menkopolhukam, hingga sekarang kita belum tahu persis langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah," ujar Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, dalam konfrensi pers yang digelar oleh presidium alumni 212, di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan.

Pengumuman pembubaran HTI dibacakan langsung oleh Menkopolhukam Wiranto di kantornya. Ia menyebut HTI adalah organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, serta tidak berkontribusi terhadap pembangunan nasional.

Sesuai UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), pembubaran ormas harus dilakukan dengan pelayangan surat peringatan sebanyak tiga kali. Setelahnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bisa meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA), lalu proses dilanjutkan melalui Kejaksaan Agung untuk memulai persidangan.

"Proses persidangan tidak bisa dilakukan, bila pemerintah, jaksa tidak bisa menunjukkan proses sebelumnya (surat peringatan)," kata Ismail.

Pasca-pengumuman pembubaran oleh pemerintah, HTI mengaku banyak menerima intimidasi. Di daerah, kata Ismail, ada kelompok yang memaksa agar papan nama HTI diturunkan. Selain itu, ada aktivis HTI yang berstatus guru, juga menerima intimidasi.

Ia menyebut HTI telah dikriminalisasi, sama seperti yang menimpa Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, yang ditersangkakan karena kasus dugaan pornografi.

"Penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka, menunjukkan bukti kriminalisasi ulama, penetapan sebagai tersangka, tidak memiliki dasar hukum," tegasnya.

Acara konferensi pers di mana Ismail Yusanto menyampaikan pernyataannya itu, adalah acara yang digelar oleh Presidium Alumni 212. Dalam konfrensi pers yang dipimpin oleh Ketua Presidium Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo, mereka menuntut pemerintah mengakhiri kriminalisasi terhadap ulama. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved