Ledakan di SMAN 72

Pelaku Peledakan SMA Negeri 72 Jakarta Sempat Jadi Anak Ceria Saat SMP

Pelaku peledakan SMA Negeri 72 Jakarta FN sempat menjadi anak yang ceria sebelum masuk ke SMA

Editor: Desy Selviany
Istimewa
PELAKU PELEDAKAN - Tulisan Die (mati) memakai noda darah tertulis di samping oleh pelaku teror di SMA Negeri 72 Jakarta saat mencoba akhiri hidup 

WARTAKOTALIVE.COM - Tetangga sekaligus Ketua RT tempat pelaku peledakan SMA Negeri 72 Jakarta, Danny mengungkapkan bahwa FN sempat menjadi anak yang ceria sebelum masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Perilaku FN disebut mulai berubah saat masuk ke SMA Negeri 72 Jakarta. 

Saat masih duduk di bangku SMP, FN disebut sosok yang ceria dan mudah bergaul. 

Tak sedikit teman sekolahnya yang sering diajak main ke rumahnya untuk belajar kelompok saat itu.

Namun perubahan perilaku FN mulai terlihat saat SMA. Pemuda berusia 17 tahun itu tidak lagi membawa teman untuk kerja kelompok di rumah.

Bahkan FN tidak lagi menjadi anak yang ceria juga minim berinteraksi dengan tetangga.

"Waktu SMP di sini, menurut dari anak pegawai (rekan kerja ayah F) yang sudah dewasa, dia sering ke rumah banyak temennya, belajar kelompok, masih sering. Dulu banyak temannya. Tapi setelah balik lagi ke sana SMA nya itu mulai nggak ada temen. Enggak ada interaksi dan lain-lain," tutur tetangga FN Danny seperti dimuat Tribun Jakarta pada Kamis .

Meski begitu, FN tidak pernah mempunyai catatan buruk di lingkungan rumahnya.

Ia tak pernah membuat masalah apalagi sikap menyimpang selama tinggal di komplek perumahan itu.

FN hanya terlihat saat keluar rumah karena ada keperluan atau saat berangkat sekolah.

“Tidak pernah, karena terlihat pun tidak pernah. Aktivitasnya sekolah, terus pulang ke rumah, besok sekolah lagi. Sekuriti juga lihat hanya pergi ke sekolah, pulang. Paling kalau keluar diantar ayahnya untuk foto copy mungkin atau ada urusan lain," jelasnya

Tak pernah sekalipun FN ikut kegiatan dengan anak-akan sebayanya yang tinggal di komplek perumahan tersebut.

Baca juga: Sosok Zidan Pria Disabilitas Diterima Kerja di Transjakarta

Bahkan kegiatannya bisa dikatakan monoton yakni keluar rumah untuk pergi sekolah, pulang dan berdiam diri di kamarnya yang tak terlalu besar itu.

FN disebut hanya bersosialisasi ketika dirinya hendak makan saja. 

Selebihnya, ia lebih memilih untuk mengurung diri di kamar dengan laptop dan handphonenya dan asyik dengan dunianya sendiri di dunia maya.

"Sama juga di rumah tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak sebayanya di sini ya, dengan pegawai di rumah juga, sesama yang tinggal di sana juga sangat jarang berkomunikasi," ungkapnya.

Bahkan, pemilik rumah yang merupakan bos ayahnya FN pun bercerita kepada Danny jika dirinya tak pernah ditegur ketika berpapasan dengan anak pegawainya tersebut. 

Perubahan sikap itu, disebut Danny, sangat terasa ketika ia menginjak masa SMA.

Padahal, saat FN masih menimba ilmu di jenjang SMP, ia dikenal sebagai anak yang ceria dan mudah bergaul.

Diketahui seorang siswa nekat meledakan sekolahnya saat salat Jumat berlangsung Jumat (7/11/2025). 

FN meledakan masjid yang ada di sekolahnya dan melukai puluhan orang yang tengah ibadah.

Usai melakukan perbuatannya, FN nekat mengakhiri hidup. Namun nyawanya berhasil diselamatkan setelah mendapatkan penanganan medis. 

Usut punya usut, diduga FN menjadi korban perundungan di sekolahnya. Siswa kelas XII itu dikenal tidak memiliki teman sebaya dan dijauhi karena dianggap aneh.

Namun demikian Polisi masih mendalami motif FN melakukan teror di sekolahnya. 

Kasus ini pun menjadi perhatian DPR RI, Pemprov DKI Jakarta, hingga Kementerian.

Psikolog Anak Remaja dan Keluarga Sani Budiantini Hermawan menilai pelaku anak Peledakan SMA Negeri 72 Jakarta sesungguhnya adalah korban sebenarnya. 

Pelaku inisial FN yang diketahui masih berusia 17 tahun meledakan bom rakitan di masjid SMA Negeri 72 Jakarta saat salat Jumat berlangsung pada Jumat (7/11/2025).

Sani mengatakan bahwa FN merupakan korban dari sistem yang terjadi di dalam lingkungannya terutama sekolah.

Kabar bahwa FN adalah korban perundungan bisa jadi membuat anak tersebut terganggu mentalnya. 

Di mana FN tidak bisa menyalurkan kemarahannya terhadap teman yang merundungnya. 

Akibatnya kata Sani, FN menyalurkan rasa kebencian dan amarahnya dengan menyaksikan konten-konten negatif terkait teror di media sosial. 

Pun hal ini bisa dilihat dari tokoh-tokoh terorisme yang menjadi idola FN dan tertulis di senjata mainan yang dipakainya saat melakukan aksi teror. 

“Jadi jangan anak ini ditempatkan seolah-olah menjadi pelaku, karena dia itu korban, korban dari sistem yang ada di lingkungannya,” jelas Sani.

Aksi peledakan dan teror tersebut kata Sani bisa jadi dipilih FN lantaran siswa tersebut menganggap sistem tidak bisa melindunginya.

(Wartakotalive.com/DES/TribunJakarta)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved