Ledakan di SMAN 72

Gibran Ingatkan Bahaya Bullying, Singgung Soal Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta

Gibran mengingatkan kepada semua pihak untuk saling jaga, khususnya pihak sekolah untuk mencegah aksi perundungan atau bullying.

Editor: Dwi Rizki
Kompas.com
BULLYING - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Setiabudi, Jakarta Selatan pada Rabu (12/11/2025). Gibran mengingatkan kepada semua pihak untuk saling jaga, khususnya pihak sekolah untuk mencegah aksi perundungan atau bullying. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta disoroti langsung Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka.

Bahkan Gibran mengingatkan kepada semua pihak untuk saling jaga, khususnya pihak sekolah untuk mencegah aksi perundungan atau bullying.

Mengingat, pelaku yang merupakan siswa SMAN 72 Jakarta itu memiliki niat jahat karena telah lama menjadi korban bullying.

Hal tersebut disampaikan Gibran dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Setiabudi, Jakarta Selatan pada Rabu (12/11/2025), 

Ditegaskannya, sekolah harus menjadi tempat aman bagi anak-anak.

Sekolah harus menjamin tidak ada lagi aksi bullying dan menjadi ruang nyaman bagi anak-anak ke depannya.

"Sekolah itu harus menjadi tempat yang aman, nyaman bagi anak-anak kita, tempat yang bebas dari perundungan,” kata Gibran dikutip dari Kompas.com

Dalam kesempatan itu, Gibran juga mengingatkan semua pihak harus saling menjaga dan peka agar kejadian seperti di SMAN 72 Jakarta tidak terulang.

Pendekatan Restoratif untuk Pelaku

Sebelumnya diberitakan, Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri mengungkapkan bahwa terduga pelaku dalam peristiwa ini adalah seorang siswa aktif di SMAN 72 Jakarta.

“Berdasarkan hasil penyelidikan awal, pelaku merupakan anak di bawah umur dan siswa aktif di sekolah tersebut," kata Asep dalam konferensi pers pada Selasa (11/11/2025). 

Kemudian, Asep mengungkapkan, ledakan tersebut mengakibatkan sebanyak 96 orang mengalami luka berat hingga ringan dan dirawat di empat rumah sakit.

Dari jumlah korban tersebut, 72 di antaranya mengalami gangguan pada gendang telinga.

"Total korban akibat peristiwa tersebut tercatat sebanyak 96 orang dengan rincian 67 orang luka ringan, 26 luka sedang, dan tiga orang luka berat," ujar Asep.

Hingga Selasa, 68 pasien sudah dipulangkan.

Sementara 28 lainnya masih di rawat di Rumah Sakit Yarsi, Rumah Sakit Islam Jakarta, dan Rumah Sakit Kramat Jati.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah mengapresiasi langkah cepat berbagai pihak dalam menangani korban ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara.

Menurut Margaret, respons medis dan psikologis berjalan efektif berkat kolaborasi antara layanan kesehatan, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), psikolog Polri, serta unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). 

Hingga kini, pendampingan telah diberikan kepada 96 korban.

“Kita patut mengapresiasi tenaga kesehatan dan tim psikolog yang langsung turun membantu anak-anak korban,” ujar Margaret, dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).

Baca juga: Saran KPAI untuk Selesaikan Kasus Perundungan dan Penganiayaan Pelajar SMK Negeri di Cikarang Bekasi

Sejak hari pertama kejadian pada Jumat (7/11/2025), KPAI melakukan pemantauan langsung ke rumah sakit dan sekolah. 

Margaret menegaskan, KPAI memastikan seluruh korban, baik yang mengalami luka fisik maupun trauma, mendapatkan penanganan yang layak.

“Kami juga berkoordinasi dengan pihak sekolah dan kepolisian agar proses belajar tetap berjalan, sekaligus memastikan dukungan psikologis diberikan secara menyeluruh,” tambahnya.

Terkait pelaku yang masih di bawah umur, KPAI menegaskan proses hukum harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta Undang-Undang Perlindungan Anak. 

Margaret menekankan pentingnya penerapan pendekatan diversi dan keadilan restoratif.

Baca juga: Kagumi Tindak Kekerasan, Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Merasa Selalu Tertindas hingga Kesepian

“Anak yang berhadapan dengan hukum tidak bisa diperlakukan seperti orang dewasa. Prinsipnya harus untuk kepentingan terbaik anak,” tegasnya.

Lebih lanjut, Margaret menyoroti pentingnya penguatan perlindungan dan keamanan anak di sekolah. 

Ia menegaskan, satuan pendidikan harus menjadi lingkungan yang aman dari segala bentuk kekerasan.

“Kami akan terus mendorong implementasi Sekolah Ramah Anak serta peran aktif tim pencegahan kekerasan di sekolah agar kasus seperti ini tidak terulang,” ujarnya.

Selain itu, KPAI juga mengingatkan pentingnya dukungan keluarga dan pengawasan terhadap aktivitas anak, baik di dunia nyata maupun digital. 

Margaret menilai maraknya konten negatif di media sosial perlu menjadi perhatian bersama.

“Kita harus melindungi anak-anak dari paparan kekerasan dan konten berbahaya di dunia maya. Ini adalah tanggung jawab bersama,” pungkasnya.

Cari Pelampiasan

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin menjelaskan terduga pelaku, anak berhadapan dengan hukum (ABH), diketahui sebagai pribadi penyendiri.

Berdasarkan penyelidikan mendalam, ABH merasa kesepian dan tidak memiliki sosok untuk berbagi cerita dan keluh kesahnya.

“Dia merasa tidak ada yang menjadi tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya, baik itu di lingkungan keluarga, kemudian di lingkungannya itu sendiri, maupun di lingkungan sekolah,” kata Iman.

Kasubdit Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan, bahwa keluh kesah itu berubah jadi rasa marah terhadap orang-orang di sekitarnya.

“Merasa kesepian, tidak ada harus menyampaikan kepada siapa. Lalu, yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam,” ujar Mayndra.

Berangkat dari rasa dendamnya, ABH diduga mencari cara untuk melampiaskan emosinya itu.

Lalu, mulai berselancar di internet, dan berlabuh pada konten bermuatan kekerasan yang membahayakan nyawa orang lain.

Kemudian, terduga pelaku diduga jatuh makin dalam dan menemukan sebuah komunitas pengagum kekerasan.

Lalu, memilih bergabung karena merasa memiliki minat yang sama.

“Yang bersangkutan juga mengikuti sebuah komunitas media sosial yang bisa dikatakan di situ juga mereka sangat mengagumi kekerasan,” katanya.

Di komunitas itu, anggotanya akan mendapatkan apresiasi jika melakukan tindak kekerasan.

Menurut Mayndra, perhatian yang didambakan ABH ini pun memacunya untuk melakukan hal serupa, dengan meledakkan tujuh bom di sekolahnya.

“Nah, motivasi yang lain ketika beberapa pelaku itu melakukan tindakan kekerasan lalu meng-upload ke media tersebut, ya, maka komunitas tersebut mengapresiasi sebagai sesuatu yang heroik,” ujarnya.

Ibu Bekerja di Luar Negeri

Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengungkapkan pelaku peledakan inisial F itu diketahui hanya tinggal bersama ayahnya.

Sementara ibu pelaku peledakan diketahui bekerja di luar Indonesia.

Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terduga pelaku peledakan itu sering merasa kesepian.

F yang merupakan siswa di sekolah tersebut juga menutup diri dari lingkungan sosialnya.

"ABH tinggal bersama ayahnya, sementara ibu bekerja di luar negeri," kata Budi Hermanto dikonfirmasi pada Rabu (12/11/2025).

Baca juga: Kagumi Tindak Kekerasan, Pelaku Ledakan di SMAN 72 Jakarta Merasa Selalu Tertindas hingga Kesepian

Saat ditanya apakah ayahnya mengetahui gerak-gerik anaknya saat merakit sendiri bahan peledak, polisi masih mendalaminya.

Polisi juga mencari informasi konten kekerasan serta laman atau website yang diakses ABH untuk merakit bom.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved