Hari Pahlawan
Kian Berpolemik, Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto Dinilai Harus Objektif
Ronny Setiawan ajak bangsa menilai Soeharto secara utuh, menghargai jasanya tanpa menutup mata terhadap sisi gelap sejarah.
Ringkasan Berita:
- Ketua Pusaka, Ronny Setiawan, menilai penilaian terhadap Soeharto harus objektif dan berkeadilan sejarah.
- Ronny memahami luka sejarah keluarga Soekarno, namun menilai penolakan berbasis emosi pribadi tidak seharusnya jadi dasar penilaian kebangsaan.
- Ia menyebut Soeharto telah membawa Indonesia pada masa stabilitas dan pembangunan, meski tak lepas dari sisi kelam kekuasaan.
- Ronny mengingatkan pentingnya rekonsiliasi nasional agar bangsa tidak terus terjebak dalam dendam politik masa lalu.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto kian berpolemik.
Pro dan kontra disampaikan sejumlah tokoh nasional atas pemberian penghormatan tersebut.
Ketua Pusat Studi Kekayaan Alam (Pusaka), Ronny Setiawan angkat bicara.
Dirinya menilai pemberian gelar pahlawan itu seharusnya dipandang secara objektif dan berkeadilan sejarah.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menilai pemimpinnya secara utuh, tidak hanya dari luka masa lalu, melainkan juga dari jasa dan kontribusi yang nyata bagi negara," kata Rony dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (9/11/2025).
Ia mengungkapkan Soeharto adalah bagian dari sejarah besar Indonesia yang telah membawa negara ini melalui masa stabilitas politik dan pembangunan ekonomi selama lebih dari tiga dekade.
Meski kepemimpinannya tidak luput dari kontroversi, jasa dan kontribusinya terhadap fondasi pembangunan nasional tidak bisa diabaikan begitu saja.
“Bangsa ini perlu berdamai dengan sejarahnya sendiri. Menghargai Soeharto bukan berarti melupakan sisi gelap masa lalu, melainkan mengakui bahwa beliau adalah bagian dari perjalanan panjang republik ini,” tambahnya.
Baca juga: Ainun Najib: Jika Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Jokowi Harus Dinobatkan Pahlawan Super
Ronny juga menilai bahwa penolakan atas dasar dendam atau luka personal justru dapat memperpanjang polarisasi sosial dan politik yang tidak produktif bagi generasi penerus.
Menurutnya, Indonesia harus mulai membangun tradisi politik kenegarawanan, di mana para pemimpin menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok atau emosi pribadi.
“Setiap pemimpin besar, termasuk Soekarno dan Soeharto, memiliki sisi terang dan sisi kelam. Namun keduanya tetap tokoh penting yang membentuk karakter Indonesia modern. Kita tidak boleh mewariskan dendam, melainkan keteladanan dalam menghargai perjuangan setiap anak bangsa,” tegasnya.
Ronny mengajak semua pihak, termasuk partai politik dan elemen masyarakat sipil, untuk menjadikan momentum perdebatan ini sebagai pelajaran moral tentang kedewasaan politik dan kebangsaan.
“Partai politik seharusnya menjadi teladan dalam menebarkan semangat rekonsiliasi dan persatuan. Jangan justru membiarkan perbedaan sejarah menjadi alasan untuk memperuncing konflik lama,” ujarnya.
Ia berharap agar bangsa Indonesia tidak terus berkutat pada luka masa lalu, melainkan melangkah maju dengan semangat saling menghargai dan membangun masa depan bersama.
“Sudah saatnya semua pemimpin nasional, baik yang masih aktif maupun yang telah wafat, diingat sebagai negarawan, bukan sekadar tokoh partai atau simbol masa lalu. Hanya dengan cara itu kita benar-benar menjadi bangsa yang dewasa,” pungkasnya.
Jokowi Pahlawan Super
| Cenares Indonesia Nilai Penghormatan pada Pemimpin Masa Lalu Cermin Kebesaran Bangsa |
|
|---|
| Kontroversi Gelar Pahlawan Soeharto, Dekan FISIP UAI: Menghargai Semua Pemimpin Cermin Bangsa Dewasa |
|
|---|
| Pro Kontra Gelar Pahlawan Soeharto, Akademisi: Bangsa Besar yang Berdamai dengan Sejarahnya |
|
|---|
| Gemapi Papua Serukan Rekonsiliasi Sejarah, Dukung Gelar Pahlawan Nasional Soeharto |
|
|---|
| Kritik Megawati, ARCB Sebut Bangsa Besar Bukan yang Hidup dari Luka Tapi Penghormatan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/soeharto1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.