Keracunan MBG

Mahfud MD Ungkap Dua Cucunya Keracunan MBG, Satu Masih Dirawat RS, Sebut Program Tanpa Dasar Hukum

Mahfud MD Ungkap Dua Cucunya Turut Keracunan MBG, Ungkap Program Itu Tak Miliki Dasar Hukum Jelas

YouTube Mahfud MD Official
CUCU KERACUNAN MBG - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam, Mahfud MD mengungkapkan bahwa dua orang cucunya dari keponakannya, yang bersekolah di Yogyakarta juga turut menjadi korban keracunan program makanan bergizi gratis (MBG) dan bahkan satu orang diantaranya masih dirawat di rumah sakit. Mahfud menyoroti tidak adanya asas kepastian hukum dalam tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) 

Karenanya kata Mahfud jika kita ingin mengatakan, MBG di kabupaten sana atau di sekolah sana, atau di pengelola dapur nomor sekian itu, pengelolaannya tidak benar.

Baca juga: MBG Selalu Habis, Guru SDN 15 Slipi Punya Trik Supaya Makanan Tetap Segar ketika Dimakan Siswa

"Terus apa ukuran ketidakbenaran? Iya kan, harus ada tata kelolanya yang diatur misalnya dengan PP atau Perpres. Itu kan harus begitu, sejauh ini tidak ada semua itu. Peraturan Ketua Badan Gizi Nasional atau BGN misalnya, atau apa gitu, harus jelas. Sehingga ada ukuran-ukuran parameter yang memberi kepastian," papar Mahfud.

Kepastian hukum itu, menurut Mahfud, pentingnya adalah agar orang bisa memprediksi.

"Kalau saya melakukan ini, kalau benar ini akibatnya, kalau salah, saya akan menerima akibat ini. Akibat perdatanya ini, akibat pidananya ini. Kan bisa kalau ada kepastian hukum. Nah, ini kita tidak tahu sebenarnya tata kelolanya gimana," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan keluhan-keluhan yang banyak itu, tidak jelas penanganannya. 

"Di tangan orang-orang yang tidak profesional sebenarnya," ujar Mahfud.

Juga kata Mahfud terkait dana Rp 71 Triliun yang sudah keluar tahun ini untuk program MBG, bagaimana mempertanggung jawabkannya tidak jelas, karena tidak ada asas kepastian hukum.

"Nah, itu yang kita tidak tahu. Bagaimana ya mempertanggungjawabkan itu secara administratif. Tentu kalau secara konstitusi nanti kan ujungnya ke ke KPK, ke BPK kan kalau ada secara internal pemerintah. Ada BPKP kalau kalau memang itu," kata Mahfud.

Secara konstitusional, menurut Mahfud ada BPK yang memang berwenang memeriksa itu.

"Tetapi tetap BPK pun kalau memeriksa itu, kan selalu menanyakan nomenklatur persis dan dasar hukumnya mengacu ke mana? Ke perpres, apa kepres, apa PP? Nomenklaturnya apa? Cantolannya ke Undang-Undang dsn APBN apa. Kemudian kaitannya dengan Undang-Undang Keuangan Negara apa? Lalu kaitannya dengan ini tadi, asas-asas umum pemerintahan yang baik," papar Mahfud.

Karenanya menurut Mahfud dengan kepastian hukum itu, maka akan menjamin tentang ketepatan waktu dan segala halnya.

"Kalau waktunya gak tepat, apa sanksinya? Kan biasanya kalau dalam hubungan keperdataan, Anda terlambat sekian, denda sekian. Kalau kami yang tidak memenuhi syarat, saya yang didenda, kan gitu. Kalau itu dikaitkan ke situ, prosedur dan standarnya," ujarnya.

Hal ini soal tata kelola menurut Mahfud sangat penting.

Tata kelola, kata dia misalnya mengatur tanggung jawab institusi di lapangan siapa yang bertanggung jawab.

"Pemda di mana posisinya? Guru dengan kepala sekolah di mana? Guru tidak ikut terlibat tapi ketika makan dia membantu anak-anak makan. Nah, pernah ada keluhan ini omprengnya kurang dari seharusnya, misalnya. Gurunya yang suruh ganti," papar Mahfud.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved