Kuliner

Mencicip Gudeg Legendaris Bu Tinah di Stasiun Gondangdia, Jangan Datang Pas Jam makan Siang!

Gudeg Legendaris Bu Tinah di Stasiun Gondangdia Sudah ada sejak 1986. Antreannya mengular, dagangannya selalu habis setelah lewat jam makan siang.

Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
KULINER - Suasana Warung Gudeg Jogja Bu Tinah di Jalan Srikaya II, tepatnya sebelah Stasiun Gondangdia, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (19/11/2025). Warung Gudeg Jogja Bu Tinah berdiri sejak tahun 1986. 
Ringkasan Berita:
  • Antreannya terkenal mengular setiap hari dan selalu habis tak lama setelah jam makan siang.
  • Resep rahasianya telah diwariskan dalam keluarga.
  • Gudegnya dimasak selama 3 hari untuk mendapatkan rasa yang legit, namun dengan modifikasi bumbu khas Jakarta.
  • Rahasia kenikmatannya: cabai rawit utuh dan penggantian areh dengan kuah opor ayam.
  • Dalam sehari, warung ini bisa menghabiskan 30-40 ekor ayam untuk menemani gudegnya.

WARTAKOTALIVE.COM, MENTENG - Jika Anda berencana mampir ke Warung Gudeg Bu Tinah, pastikan bukan saat jam makan siang. 

Setiap tengah hari, antrean pelanggan mengular hingga memenuhi lorong, dan dagangan selalu habis tak lama setelah jam makan siang usai.

Perjalanan Tinah di dunia kuliner dimulai pada 1986, ketika ia merantau ke Jakarta.

Kala itu, ia membantu budenya berjualan gudeg di Pasar Boplo, yang kini dikenal sebagai Pasar Jaya Gondangdia.

Dari sekadar membantu, Tinah perlahan mempelajari teknik memasak gudeg warisan keluarga hingga akhirnya benar-benar menguasainya.

Setelah menikah, Tinah memberanikan diri membuka warung gudeg sendiri. Ia memilih kawasan Stasiun Gondangdia sebagai tempat berjualan.

Resepnya pun ia modifikasi sesuai bahan-bahan yang mudah didapatkan di Jakarta.

“Berjualan di Jakarta, saya menyesuaikan lidah di sini juga, mayoritas kurang suka manis dan saya buat lebih pedas saja,” ujarnya ketika ditemui Wartakotalive.com, Rabu (19/11/2025) siang.

Baca juga: Mencicipi Viralnya Soto Goreng Bang Ateng di Pasar Palmerah Jakbar, Seperti Apa Kenikmatannya?

Warung Gudeg Jogja Bu Tinah resmi berdiri pada 1986.

Lokasinya dulu berada persis di dalam area Stasiun Gondangdia, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Namun setelah stasiun dibersihkan dari pedagang kaki lima, warung tersebut pindah ke lorong di samping stasiun yang berada di Jalan Srikaya II, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat.

Salah satu ciri khas gudeg adalah warna cokelat gelap yang biasanya dihasilkan dari daun jati.

Namun, karena daun jati sulit ditemukan di Jakarta, terlebih untuk kebutuhan memasak harian, Tinah pun menggantinya dengan gula jawa.

Untuk mendapatkan warna dan rasa yang mendekati gudeg asli Jogja, ia memasak gudeg sejak tiga hari sebelum dijual.

Proses panjang ini membuat bumbu meresap dan rasa gudegnya semakin legit.

“Sayur kreceknya juga saya sesuaikan dengan selera,” kata Tinah.

Ia memasukkan cabai rawit utuh dalam masakannya sehingga sensasi pedas langsung terasa. Bagi pelanggan yang tidak terlalu kuat pedas, ia menyarankan menambah santan pada porsinya agar rasanya lebih lembut.

Opor ayam menjadi pendamping wajib gudeg, begitu pula di warung Bu Tinah. 

“Dalam sehari, saya bisa menghabiskan 30 sampai 40 ekor ayam,” jelas dia.

Berbeda dengan gudeg tradisional yang memakai areh atau santan kental, Tinah menggantinya dengan kuah opor sehingga sajian gudegnya terasa lebih basah.

Meski ada beberapa penyesuaian, cita rasa gudeg Bu Tinah tetap dianggap mempertahankan karakter khas Jogja, namun dengan sentuhan yang lebih pas di lidah orang Jakarta.

Gudeng Bu Tinah buka setiap hari mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Satu porsi Nasi Gudeng paket telor seharga Rp 20.000 per porsi dan paket ayam seharga Rp 30.000 per porsi. (m27)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved