WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah salah satu ancaman utama kesehatan masyarakat di dunia.
Insiden DBD meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir, dengan kasus yang dilaporkan kepada WHO naik dari 505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta pada tahun 2019.
Jumlah kasus demam berdarah tertinggi tercatat pada tahun 2023, yang memengaruhi lebih dari 80 negara di seluruh wilayah WHO.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat hingga minggu ke-23 tahun 2024 saja, terdapat 131.501 kasus DBD dengan kematian sebanyak 799 kasus.
Angka kasus kejadian tersebut lebih tinggi dari kumulatif kasus DBD di tahun 2023 yaitu 114.720 kasus, dan mendekati total kasus kematian sepanjang tahun 2023 yaitu 894 kasus.
dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P, Kementerian Kesehatan RI, mengatakan sampai saat ini, pencegahan dan pengendalian DBD di Indonesia berfokus lebih berat pada pengendalian vektor yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Sejak tahun 1980-an, kita telah menjalankan Gerakan 3M Plus secara berkelanjutan, dilanjutkan dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), dan baru-baru ini, kami memperkenalkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia sebagai bagian tambahan dari program yang ada.
Meskipun semua upaya ini telah dilakukan, kasus demam berdarah di Indonesia masih menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Baca juga: Jokowi Tawarkan Kaesang jadi Cawagub Jakarta, Pengamat: Tunjukan Bukti, Biar Enggak Jadi Fitnah
"Kami yakin bahwa pendekatan inovatif lainnya diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Karena itulah, Kementerian Kesehatan terus menguatkan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk
sektor swasta, dan berkomitmen menerapkan pendekatan-pendekatan inovatif, termasuk melalui vaksinasi," ujarnya belum lama ini.
Sementara itu, Prof. Dr. dr. Rismala Dewi, Sp.A(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta, menuturkan,
"Kami menyadari pentingnya pencegahan DBD yang terintegrasi dan komprehensif. Oleh karena itu, organisasi profesi, termasuk salah satunya adalah IDAI, merekomendasikan imunisasi DBD kepada anak-anak usia 6-18 tahun.
Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan perlindungan optimal kepada anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi dengue, tetapi juga untuk secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat penyakit ini.
Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), memaparkan bahwa dengue atau yang sering disebut sebagai DBD merupakan penyakit yang dapat menjangkit siapa saja tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, maupun gaya hidup.
“Di negara atau wilayah dengan tingkat penularan DBD yang tinggi, anak-anak dan orang dewasa muda cenderung menjadi yang paling terkena dampaknya, dengan angka kematian lebih tinggi pada anak-anak," ujarnya.
"Sayangnya, di masyarakat kita masih banyak terjadi miskonsepsi tentang DBD dan menganggap penyakit ini tidak berbahaya. Masih banyak orang yang berpikir bahwa apabila sudah pernah terkena DBD, maka mereka aman dan menjadi kebal. Padahal, tidak begitu. Masyarakat perlu memahami bahwa virus dengue terdiri dari empat serotipe," papar Prof Sri.