Viral Media Sosial

Ini Tanggapan Bamsoet Soal Putusan MKMK yang Copot Anwar Usman dari Ketua Mahkamah Konstitusi

Editor: Dwi Rizki
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam peresmian Law Firm Black Stone & Associates, D'Javu Bar & Lounge, Jalan Hang Jebat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu (8/11/2023).

Dari total 21 laporan para hakim konstitusi, 15 di antaranya ditujukan kepada Anwar Usman.

Jimly mengungkapkan bahwa seluruh hakim konstitusi yang mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres, bermasalah.

"Independensi para hakim bersembilan ini kami nilai satu-satu," kata Jimly.

Baca juga: MKMK Bacakan Putusan Sidang Kode Etik, Massa Aksi Unjuk Rasa Pilih Bubarkan Diri dari Patung Kuda

Seluruh hakim konstitusi, kata Jimly, turut berperan pada masalah kolektif dalam bentuk pembiaran dan budaya kerja yang memungkinkan pelanggaran etik.

Padahal, menurut Jimly, setiap hakim konstitusi, tidak boleh saling mempengaruhi kecuali dengan akal sehat.

Kendati seluruh hakim bermasalah, Jimly mengakui Anwar Usman menjadi hakim yang memiliki masalah paling banyak.

Keterlibatan Anwar Usman dalam pengambilan putusan membuka jalan kemenakannya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres Prabowo Subianto. Padahal, Wali Kota Solo itu belum genap berusia 40 tahun.

Jimly mengatakan MKMK membacakan putusan sebelum tenggat perubahan nama capres-cawapres pada Rabu, 8 November 2023 untuk memberi kepastian kepada masyarakat.

"Jauh lebih penting, bagaimana tradisi negara hukum dan demokrasi kita terus meningkat mutu dan integritasnya," kata Jimly.

Reaksi Ganjar Pranowo Terkait Putusan MKMK

Bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo menghormati keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menjatuhkan teguran lisan secara kolektif kepada enam hakim konstitusi karena terbukti secara bersama-sama melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

"Ya, saya hormati keputusannya," ucap Ganjar kepada awak media di Kantor CSIS, Jakarta, Selasa (7/11/2023).

Dia juga yakin sanksi tersebut akan diuji untuk mengetahui sejauh mana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus sebuah perkara disertai penilaian atas prosedur hukum acaranya.

"Saya hormati kan ada yang mengeksamen (sanksi teguran lisan)," jelas dia.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie Pecat Anwar Usman dari Jabatan Ketua MK, Tidak Boleh Mencalonkan Diri Lagi

Sebelumnya diberitakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan putusan berupa teguran lisan terhadap seluruh hakim Konstitusi atas tindakan pelanggaran kode etik dan perilaku.

Sanksi itu dikeluarkan MKMK melalui tiga putusan, yaitu Putusan Nomor 5/MKMK/L/10/2023, Putusan Nomor 3 dan Putusan Nomor 4.

Dalam Putusan Nomor 5, hakim yang dikenai sanksi teguran lisan adalah Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan M Guntur Hamzah.

Pada Putusan Nomor 3, hakim yang mendapat teguran lisan adalah hakim konstitusi Saldi Isra dan delapan konstitusi lainnya terkait kebocoran informasi dari Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

Baca juga: Ganjar Pranowo Sebut Anak Muda Lebih Tertarik Jadi Presiden Dibanding Masuk Partai Politik

Pada Putusan Nomor 4, MKMK menjatuhkan teguran lisan terhadap hakim konstitusi Arief Hidayat dan hakim MK lainnya terkait kebocoran informasi RPH, serta teguran tertulis karena pernyataan di media massa yang dianggap merendahkan Mahkamah Konstitusi.

Dalam Putusan MKMK Nomor 5, MKMK menyatakan enam hakim terlapor terbukti melanggar kode etik dugaan adanya pembiaran yang kemudian menjadi tradisi bahwa memeriksa memeriksa perkara yang berpotensi munculnya benturan kepentingan tidak dilakukan secara hati-hati dengan konstruksi argumentasi yang meyakinkan.

MKMK menilai telah terbangun tradisi untuk menguji norma padahal dibaliknya terkandung muatan kepentingan yang bisa memberi manfaat bagi keuntungan pribadi.

"Pada puncaknya adalah potensi benturan kepentingan yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Peristiwa hukum sebagaimana terjadi di atas tentunya tidak akan terjadi seandainya setiap hakim konstitusi memiliki rasa sensitifitas yang tinggi dan waspada terhadap isu benturan kepentingan," begitu bunyi putusan MKMK.

Selain itu, menurut MKMK, hilangnya budaya saling mengingatkan di antara sesama hakim apabila memang dirasakan adanya benturan kepentingan salah satu hakim berpotensi terlibat benturan kepentingan menjadi persoalan tersendiri.

"Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan pada angka 1," bunyi putusan MKMK.

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap para Hakim Terlapor."

Dalam putusan itu, MKMK juga menyatakan sembilan hakim konstitusi dianggap telah melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan butir penerapan ke 9 terkait kebocoran informasi, yang menyebut "keterangan rahasia yang diperoleh hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya dilarang dipergunakan atau diungkapkan untuk tujuan lain yang tidak terkait dengan tugas Mahkamah."

Anwar Usman Tidak Boleh Mencalonkan Diri

Anwar Usman akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) karena terbukti melakukan pelanggaran etik. 

Keputusan pemecatan Anwar Usman tersebut diumumkan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie. 

Hal itu tertuang dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Jimly dalam sidang di Gedung MK, Selasa (7/11/2023).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tegas Jimly.

Tidak cukup sampai di situ, Anwar Usman juga tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir," ucapnya.

"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," sambung Jimly.

Sementara untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua MK menyusul pencopotan Anwar Usman itu maka Jimly memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra jadi pemimpin sementara. 

Hal itu dilakukan dalam waktu 2x24 jam sejak putusan selesai diucapkan, untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (dwi)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

Berita Terkini