Berita Jakarta

Ketua DPRD Tegaskan Pj Gubernur Bukan Menolak ITF, Tapi Perseroan Tak Bangun Infrastruktur

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengelolaan sampah dengan teknologi canggih terpaksa digunakan di TPST Bantargebang dan ITF Sunter agar krisis tak terjadi. Sebab Jakarta setiap hari memproduksi sampah dalam jumlah besar.

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menegaskan, Pj Gubernur DKI Jakarta bukan menolak pembangunan sampah yang menghasilkan listrik berupa Intermediate Facility Treatment /ITF Sunter, Jakarta Utara.

Akan tetapi, kata dia, dua perseroan yang mendapat penugasan itu tak kunjung mengeksekusi mandat yang diberikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (2017-2022).

“Bukannya Pak Heru menolak ITF, nggak lho. (Perseroan) dikasih penugasan nggak dilaksanakan, nggak dikerjain dan itu intinya,” ujar Prasetio pada Minggu (20/8/2023).

Hal itu dikatakan Prasetio sekaligus menanggapi kritikan koleganya terhadap langkah Heru.

Diketahui, sejumlah anggota Komisi B dan C protes dengan langkah Heru yang justru membangun Refused Derived Fuel (RDF) Bantargebang, bukan membangun ITF.

Baca juga: Ketua DPRD DKI Sepakat dengan Heru yang Pilih ITF Dibanding RDF soal Pengolahan Sampah

Menurut dia, kepala daerah sebelumnya telah memberikan penugasan kepada dua perseroan yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro ) dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Penugasan itu telah tercantum dalam Pergub Nomo 33 Tahun 2018 tentang Penugasan Lanjutan kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah di Dalam Kota (ITF).

Lalu muncul regulasi baru, yaitu Pergub Nomor 65 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota (nama lain ITF).

Setahun kemudian terbit Pergub Nomor 71 Tahun 2020 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara di Dalam Kota (nama lain ITF).

“Lho dikasih tugas nggak dilaksanakan, teman-teman dewan baru agak ngerti. ITF nggak bisa diteruskan karena tiga tahun nggak dilaksanakan, akhirnya mati dengan sendirinya, akhirnya kadaluarsa,” katanya.

Bukan hanya infrastrukturnya, kata dia, lahan yang disiapkan perseroan juga tak kunjung rampung untuk ITF. Dalam perjalanan waktu, kepemimpinan Anies Baswedan berakhir dan diganti oleh Heru Budi Hartono sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta.

Heru melihat persoalan sampah menjadi prioritas di Jakarta sehingga dia memutuskan untuk membangun RDF.

Selain biayanya jauh lebih murah hampir Rp 1 triliun, pengolahan sampah lewat RDF juga menghasilkan bahan bakar pengganti batubara untuk industri semen.

Baca juga: Pengolahan Sampah RDF Dinilai jadi Pilihan Terbaik dan Rasional bagi Jakarta

Sementara pembangunan ITF berkisar Rp 3-4 triliun dan pemerintah daerah harus membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee hingga ratusan miliar setiap tahun kepada mitra swasta.

Atas dasar itulah, Heru membangun RDF karena setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai 7.500 ton ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, yang kini juga sudah hampir penuh.

“Saya baru lihat, ‘waduh (RDF) kayak (pengolahan sampah) di Jepang’. Waktu saya kunjungan kerja ke Jepang, itu kayak gitu. Mesinnya kayak di Jepang, RDF itu persis kayak Jepang,” ucap politisi PDI Perjuangan ini.

Prasetio mendukung, langkah Heru yang akan membangun dua lokasi RDF lagi, yaitu di Rorotan Jakarta Utara dan Pengadegan Jakarta Barat.

Adapun untuk nilai pembangunannya berkisar Rp 1 triliun untuk satu titik di Rorotan.

“Baru satu (RDF), tinggal tambahin sedikit lagi minimal dua lagi supaya tidak terlalu banyak (sampah) di TPST Bantargebang,” ungkapnya.

Prasetio menambahkan, pemerintah pusat juga mendukung langkah pemerintah daerah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan setengah lebih biaya RDF di Bantargebang atau sekitar Rp 613,9 miliar diperoleh dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Pemerintah pusat membantu satu (RDF) jadi kami membangun kan sudah satu nih (di TPST Bantargebang), dan dua dari kami (Pegadegan dan Rorotan). Jadi kami punya tiga, itu selesai,” pungkasnya.

Hak angket

Diberitakan sebelumnya, sejumlah anggota Komisi B dan Komisi C DPRD DKI Jakarta mengusulkan pembentukan hak angket akibat batalnya pembangunan pengolahan sampah yang menghasilkan energi listrik, Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara pada 2023.

Mereka yang mengusulkan hak itu adalah anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, S. Andyka, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Wahyu Dewanto.

Usulan itu disampaikan saat rapat kerja antara Komisi B dan Komisi C dengan jajaran Pemprov DKI Jakarta.

Baca juga: Pengelolaan Sampah Kerap Gagal, DPRD Trauma Minta Pemprov DKI Kaji Pembangunan RDF yang Mahal

Turut hadir Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda DKI Jakarta Sri Haryati; Kepala Dinas LH DKI Jakarta Asep Kuswanto; Kepala BP BUMD DKI Jakarta Nasrudin Djoko dan Dirut PT Jakpro Iwan Takwin.

Anggota Komisi B DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Wahyu Dewanto mengusulkan pembentukan hak angket DPRD DKI Jakarta. Hak angket dibentuk untuk menyelidiki penyebab batalnya ITF dan kendala pembangunannya.

“Tadi saya marah-marah, nyesel juga darahnya naik. Enggak usah ribut lagi, pimpinan. Simple (mudah), hak angket saja sudah,” ujar Wahyu dalam rapat itu.

Wahyu mengaku heran Pemprov DKI bisa semudah itu membatalkan pembangunan ITF Sunter.

Padahal, pemerintah telah menyiapkan anggaran modal awal pembangunan ITF sebesar Rp 577 miliar dari APBD tahun 2023.

“Kenapa waktu itu meminta PMD (penyertaan modal daerah) dan disetujui? Terus ternyata ketakutan dengan ada ITF nanti APBD-nya begini-begitu,” imbuhnya. (faf)

Berita Terkini