"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD Ahy, lonceng kematian PD makin kencang," jelasnya.
Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mensahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.
Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.
Baca juga: Jangan Sampai Konflik Demokrat seperti Peristiwa Kudatuli, Sejarah Kudeta Parpol Paling Berdarah
"PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" jelasnya.
Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.
"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," tandasnya
Baca juga: Saiful Mujani: Ini Ironi Luar Biasa, Kejadian Pertama Sebuah Partai Dibajak Orang Luar Partai
Baca juga: Partainya Dikudeta, SBY Bakal Pimpin Demo ke Istana, ProDem Siap Kerahkan Anggota Lawan Penindasan
"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," terangnya.
Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh partai Demokrat.
"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkapnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD akhirnya memberikan pernyataan terkait Kongres Luar Biasa yang digelar kubu Johnny Allen di Deli Serdang, Sumatera Utara hingga penetapan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Mahfud menyebut, pemerintah tidak bisa melarang terselenggaranya kegiatan tersebut.
"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bs melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang," jelas Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (11/3/2021)
Mahfud MD kemudian memberikan contoh kejadian serupa, dimana saat itu terjadi KLB hingga membuat Partai Kebangkitan Bangsa terpecah.
Baca juga: Terpilih Jadi Ketum Demokrat Versi KLB, Moeldoko Disarankan Yunarto Wijaya Mundur dari KSP
"Sama dengan yang menjadi menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)," ungkapnya.
Mahfud juga singgung sikap diam SBY ketika menjadi presiden dan terjadi perebutan partai antara Abdurrahman Wahid atau Gusdur dengan Muhaimin Iskandar.