Buronan Kejaksaan Agung

Terbukti Dapat e-Mail Soal Red Notice dari Anita Kolopaking, Djoko Tjandra Tetap Berkelit

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Djoko Tjandra menjalani sidang pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Junat (11/12/2020). Djoko Tjandra didampingi kuasa hukumnya melakukan nota keberatan atau pleidoi atas tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman 2 tahun penjara.

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Saksi ahli digital forensik Bareskrim Polri menemukan e-mail alias surat elektronik bersubjek surat revisi red notice.

Surat itu dikirim Anita Kolopaking ke alamat e-mail milik Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Fakta itu diungkap ahli dalam sidang lanjutan yang digelar Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/1/2021).

Baca juga: Tahan Ambroncius Nababan, Polisi: Jangan Lagi Main Jari yang Mengarah ke Perpecahan Bangsa

Ditemui usai persidangan, terdakwa kasus suap pengurusan penghapusan red notice Interpol itu menampik keterangan ahli bersinggungan langsung dengan dirinya.

Ia menyebut surat menyurat itu adalah urusan Anita dengan sekretaris pribadinya.

"Oh enggak ada, itu sekretaris saya, bukan saya," tampik Djoko Tjandra.

Baca juga: DAFTAR Lengkap 26 Kapolri Sejak Indonesia Merdeka, Awalnya Dijabat Komjen

Dirinya juga enggan menanggapi apakah pernah membuka surat elektronik kiriman Anita Kolopaking yang juga merupakan pengacaranya.

"Oh bukan bukan," ucapnya.

Terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali itu mengatakan, saksi ahli di persidangan hari ini hanya berbicara hasil analisa dari barang bukti yang bukan miliknya.

Baca juga: Ambroncius Nababan Ditahan, Natalius Pigai: Korban Langsungnya Masyarakat Papua

Sehingga, keterangan ahli disebut tidak berhubungan dengan dirinya secara langsung.

"Tidak ada bahan yang bisa didiskusikan. Semuanya tidak ada barang saya yang diperiksa," tegas dia.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara pengurusan red notice Interpol dengan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, Kamis (28/1/2021).

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 di Indonesia 27 Januari 2021: 308.003 Penduduk Sudah Disuntik

Sidang hari ini beragenda mendengar keterangan saksi ahli yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU).

Jaksa menghadirkan anggota digital forensik dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKP Adi Setya.

Dalam keterangannya di persidangan, Adi menyebut mendapati komunikasi antara Joko Tjandra dan Anita Kolopaking terkait revisi surat red notice.

Baca juga: Punya Bukti Cukup, Polisi Tahan Ambroncius Nababan Hingga 15 Februari 2021

Hal itu ia ungkap saat Adi ditanya jaksa perihal apa yang ditemukan setelah memeriksa barang bukti perkara.

Ia menjelaskan, dari ponsel bernomor bukti 276, barang bukti nomor 1, dan barang bukti berupa HP merek iPhone warna putih yang disita, ditemukan komunikasi antara pihak yang terlibat perkara.

Yakni, komunikasi antara Djoko Tjandra dan Anita Dewi Kolopaking selaku pengacaranya.

Baca juga: Setelah Ditantang Komisi IV DPR, Menteri KP Akhirnya Setop Ekspor Benih Lobster untuk Sementara

"Di sini pada pemeriksaan barang bukti 276 nomor barang bukti nomor 1, barang bukti iphone warna putih yang disita dari Anita Dewi Kolopaking," ucap Adi di persidangan.

Adapun bentuk komunikasinya adalah pengiriman dokumen melalui e-mail atau surat elektronik dengan nama subjek revisi surat red notice.

Isi dari kiriman surat elektronik tersebut juga dilengkapi dengan lampiran pada badan surat yang berbunyi "Dear Pak Joko, terlampir koreksi terbaru atas perihal tersebut di atas. Mohon berkenan di cek kembali. Tks atas perhatiannya."

Baca juga: Sertijab Kapolri, Listyo Sebut Idham Azis Pemimpin, Sang Junior Dipuji Bertangan Dingin

"Pada poin C kami temukan terkait dengan sebuah informasi komunikasi e-mail."

"e-mail itu dikirim dari A_kolopaking@yahoo.com atas nama Anita Kolopaking, dikirim kepada chanjoe89@gmail.com dengan nama Joe Chan JST."

"Kemudian ada juga dikirim ke jokotjandra@gmail.com, e-mail tersebut dengan subjek, revisi surat red notice."

Baca juga: Setelah GeNose, Indonesia Ciptakan Alat Tes Covid-19 Lewat Pemeriksaan Air Liur

"Berikut dilampirkan dengan kalimat juga 'dear pak Joko, terlampir koreksi terbaru atas perihal tersebut diatas mohon berkenan dicek kembali. Tks atas perhartiannya," ucap jaksa membacakan lampiran e-mail tersebut.

Terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra didakwa telah menyuap Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.

Pinangki disuap 500 ribu dolar AS, dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS.

Baca juga: Pasutri Jadi Dalang Penipuan Investasi Proyek Fiktif, Mengaku Menantu Mantan Kapolri Timur Pradopo

Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung lewat Kejaksaan Agung.

Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.

Djoko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Tembus Satu Juta, Satgas: Angka Kesembuhan 80 Persen

Argumennya, putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra, tidak bisa dieksekusi.

Hal itu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.

Akan tetapi, karena terdakwa Djoko Tjandra mengetahui status Pinangki sebagai jaksa, maka ia tidak mau melakukan transaksi secara langsung.

Baca juga: Hanya dalam 2 Hari Jadi Tersangka dan Ditahan, Ambroncius Nababan Masih Pertimbangkan Praperadilan

Selanjutnya, Pinangki menyanggupi akan menghadirkan pihak swasta, yaitu Andi Irfan Jaya, untuk bertransaksi dengan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa ke MA.

Atas perbuatannya, Djoko Tjandra diancam melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP. (Danang Triatmojo)

Berita Terkini