"Tetapi sudah tidak bisa lagi dimintakan untuk kerja sama penangkapan lagi," tutur Nugroho.
Baca juga: Terbitkan Keppres, Jokowi Tetapkan Rabu 9 Desember 2020 Hari Libur Nasional
Nama Djoko Tjandra masuk dalam red notice Interpol sejak sekira satu bulan setelah Juni 2009, pasca-putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 yang menyatakan ia bersalah dan divonis 2 tahun penjara.
"Datanya masih bisa dilihat, tetapi tidak menimbulkan arti, karena yang bersangkutan pernah menikahkan anak di Korea Selatan."
"Tetapi tidak ada proses apa-apa di Korsel oleh kita saat itu," kata Nugroho.
Baca juga: Calon Besannya Diciduk KPK, Bamsoet: Tugas Saya Menjaga Semangat Anak Supaya Tetap Sabar
Menurutnya, jika tak ada permohonan perpanjangan dari penegak hukum, red notice itu bakal habis masa berlakunya 5 tahun sejak diterbitkan, artinya red notice Djoko Tjandra habis masa berlakunya di tahun 2014.
"Saat rapat saya diberitahukan bahwa menurut aturan sejak Juni 2019 status red notice Djoko Tjandra sudah tidak ada lagi, sudah terhapus by system."
"Dan memang tidak ada permintaan perpanjangan dari aparat penegak hukum," tuturnya.
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 28 November 2020: Melonjak 5.418, Pasien Positif Tembus 527.999
Nugroho juga mengaku menandatangani surat balasan kepada istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, yang menanyakan soal status red notice Djoko Tjandra pada April 2020.
"Saya terima surat Anna Boentaran saat rapat dengan Kadivhubinter Irjen Pol Napoleon Bonaparte."
"Surat itu diterima sesuai dengan administrasi internal," beber Nugroho.
Baca juga: 626 Jenazah Dimakamkam Pakai Protokol Covid-19 di TPU Pedurenan Sejak Maret 2020
Nugroho mengatakan, balasan surat dari dirinya kepada Anna Boentara hanya menginformasikan soal status red notice Djoko Tjandra.
"Saya balas karena perintah dari pimpinan balas saja."
"Kalau sudah dikatakan (untuk membalas) oleh pimpinan, dalam hierarki, berarti sudah disetujui," jelas Nugroho.
Baca juga: Wali Kota Cimahi dan Bos RS Kasih Bunda Jadi Tersangka, Suap Rp 425 Juta Dibawa Pakai Tas Plastik
Pimpinan yang dimaksud adalah mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
"Pimpinan sudah minta saya untuk tanda tangan dan dari bawah, yaitu kabag, sudah dikonsep."