"Pertama itu teknis di lapangan, tidak terkait kerajaan atau dinasti. Kedua, dinasti itu pewarisan kekuasaan melalui darah. Sementara ini kan pemilu. Ada kemungkinan menang dan kalah. Santai aja, jangan tegang menghadapi pilkada. Ini demokrasi lokal yang biasa," jelas Fahri.
Di sisi lain Fahri mengakui, dia memang pernah mengkritik Gibran apabila maju pilkada bakal merusak reputasi Jokowi sebagai ayahnya.
• Bela Ahok yang Diserang usai Bongkar Borok Direksi Pertamina, Teddy Gusnaedi: Kok Ada yang Marah?
"Saya pernah kritik Gibran, kalau maju pilkada bisa berakibat ke arah reputasi bapaknya. Sekarang terbukti rame kan. Tapi, tetaplah itu tidak mengubah makna teoritis terminologi dinasti yang terkait dengan pewarisan dengan darah. Pilkada bukan pewarisan darah. Pilkada bukan dinasti," jelasnya.
Menurut Fahri, dalam tradisi dinasti, pewaris kerajaan tidak mengambil resiko kalah menang.
"Dalam pilkada, peserta pilkada punya peluang kalah dan menang. Calon mengambil resiko. Tapi biar saja orang mengambil resiko. Anak pak jokowi dan anak pak makruf mengambil resiko," tulisnya.
• Said Didu Prihatin Anies Baswedan Diserang Buzzer hingga Dijegal Pemerintah Pusat terkait PSBB Total
"Dalam pilkada kalau gak suka dengan kandidat, kalahkan di kotak suara. Itu caranya. Saya mendengar banyak anak pejabat yang kalah. Di kota Makassar pernah kotak kosong mengalahkan kandidat yang di-backup oleh para pejabat tinggi di republik ini. Rakyat memilih kotak kosong," Fahri menandaskan.