Konflik Natuna

Retno Marsudi: Sampai Kapanpun Indonesia Tidak akan Akui 9 Garis Putus yang Diklaim Tiongkok

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENTERI Luar Negeri Retno Marsudi

"Atau yang berada di bawah dasar laut (landas kontinen)," jelasnya.

Sikap Tegas Indonesia

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan empat poin sikap Pemerintah Indonesia atas masuknya sejumlah kapal nelayan dan Coast Guard Cina ke Perairan Natuna sejak beberapa hari lalu.

Sikap tersebut disampaikan secara tegas seusai Rapat Paripurna Tingkat Menteri.

Rapat bertujuan menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020).

• Jadi Calon Kuat Dampingi Shin Tae-yong di Timnas Indonesia, Ini Kata Indra Sjafri

Rapat tersebut dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan dihadiri oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji.

Lalu, Kepala Bakamla Laksamana Madya A Taufiqoerrahman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Kemudian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

• Mahfud MD Tegaskan Indonesia Takkan Perang Melawan Cina, tapi Juga Ogah Negosiasi Soal Natuna

Pertama, Retno menegaskan kembali telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Kedua, Retno menegaskan wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional, yaitu melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982.

Ketiga, Retno menegaskan Tiongkok merupakan salah satu pihak dalam UNCLOS 1982.

• TOTAL 11 Orang Terluka Akibat Gedung Runtuh di Slipi, 3 Driver Ojol Ikut Jadi Korban

Oleh karena itu, Retno menagaskan Tiongkok wajib menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.

"Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak, yang dilakukan oleh Tiongkok."

"Yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," tegas Retno. (Seno Tri Sulistiyono)

Berita Terkini