MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan perkara nomor 57/PUU-XVII/2019 soal uji materi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis hakim konstitusi menyatakan objek permohonan pemohon, salah objek alias error in objecto.
"Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," putus Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019) siang.
• Jokowi Minta Indonesia Finis Dua Besar di SEA Games 2019, Menpora Langsung Hitung Ulang Target Emas
Majelis hakim menimbang permohonan Muhammad Raditio Jati Utomo, Deddy Rizaldy Arwin Gommo dkk, dengan kuasa Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, keliru mencantumkan objek permohonan.
Para pemohon mencantumkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 dalam posita dan petitumnya.
Padahal, perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ialah UU Nomor 19 Tahun 2019.
• Tiga Pegawai KPK Mundur karena Menolak Jadi ASN, Sudah Dapat Tempat Kerja Pengganti yang Bagus
Sedangkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang dimaksud para pemohon merupakan Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang disebut oleh para pemohon dalam posita dan petitumnya."
"Sebagai Undang-undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, adalah tidak benar," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
• PBNU Usulkan Presiden dan Wapres Kembali Dipilih MPR, Juga Minta Utusan Golongan Dihidupkan Lagi
Karena, lanjutnya, UU 16/2019 yang menurut para pemohon adalah UU Perubahan Kedua Atas UU 30/2002 tentang KPK, merupakan permohonan yang salah objek atau error in objecto.
Berkenaan dengan permohonan para pemohon terkait Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat 13, dan Pasal 31 dalam UU 30/2002 tentang KPK, mahkamah berpendapat hal itu masih terkait pengujian formil permohonan yang salah objek.
Sehingga, sebagai konsekuensi yuridisnya, permohonan a quo tidak lagi punya relevansi untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
• Pemerintah Pertimbangkan Perpanjang SKT FPI karena Nyatakan Setia kepada Pancasila dan NKRI
Lebih lagi, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
Sehingga, bila para pemohon hendak mengajukan pengujian pasal-pasal a quo, harusnya pemohon mengaitkannya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
"Sebab, kedua undang-undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan."
• Menteri Agama Fachrul Razi: Saya yang Dorong FPI Diberikan Izin Lagi