Polda Jawa Timur menolak segala bentuk diintervensi dalam penanganan kasus yang menjadikan pengacara dan aktivis, Veronica Koman, sebagai tersangka.
Hal itu terkait desakan para ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) untuk mencabut segala tuduhan terhadap Veronica Koman.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera menegaskan bahwa hukum Indonesia memiliki kedaulatan sendiri sehingga tidak dapat diintervensi.
• UPDATE, Veronica Koman Terdeteksi Ada di Australia, Akun Twitternya Masih Aktif, Share Kabar Papua
• UPDATE Kabar Terbaru Veronica Koman, Pemerintah Tahan Paspornya Usai Ditetapkan sebagai Tersangka
• Veronica Koman Tersangka Menuai Pro-Kontra, Benarkah Sedang Terjadi Kriminalisasi Veronica Koman?
"Enggak ada intervensi. Hukum di Indonesia mempunyai kedaulatan sendiri," ujar Barung ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Tidak hanya itu, kata Barung, polisi akan segera menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Veronica.
Jika Veronica tidak memenuhi panggilan untuk diminta keterangan hingga Rabu hari ini, Barung menuturkan, polisi akan menerbitkan DPO pada minggu depan.
• Viral 3 Pria Ditangkap dan Dibawa Personil TNI Gunakan Heli, Ternyata Perambah Hutan, Bukan Pembakar
"Mungkin minggu depan, sampai hari ini yang bersangkutan belum menghadap," tuturnya.
Sebelumnya, PBB minta polisi Indonesia mencabut perkara yang menjerat Veronica Koman dan membebaskan internet kembali hidup di Papua.
Desakan agar pemerintah Indonesia mencabut perkara yang menjerat aktivis HAM Veronica Koman datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
• Jokowi Curhat Dituduh Antek Asing, Lalu Ungkap Ada Negara Jadi Ikon Kemajuan Padahal Dulu Naik Unta
Para ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) justru mendesak pemerintah Indonesia mencabut kasus Veronica Koman sekaligus memberikan perlindungan terhadapnya.
Dengan kata lain, PBB minta polisi cabut perkaran Veronica Koman.
"Kami mempersilakan pemerintah mengambil langkah terhadap insiden rasisme, tetapi kami mendorong agar pemerintah segera melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi," kata para ahli seperti dikutip dari laman OHCHR, Rabu (18/9/2019).
• Jalan Kaki Ibu Gendong Jenazah Bayi yang Baru Dilahirkan, Akhirnya Polisi Beri Tumpangan
"Dan mencabut segala kasus terhadap dia (Veronica) sehingga dia dapat kembali melaporkan situasi mengenai HAM di Indonesia secara independen," sambung mereka.
Para ahli diketahui bernama Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari Amerika Serikat, Dubravka Šimonovi dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Ethiopia dan Michel Forst dari Perancis.
Selain itu, para ahli itu sekaligus menyampaikan bahwa keinginan polisi mencabut paspor Veronica Koman, memblokir rekening dan meminta Interpol menerbitkan red notice turut menjadi perhatian mereka.
• Putra Sulung Ahok Perawatan untuk Jantung di Rumah Sakit, Sibuk Bantu Kelola Kafe Milik Veronica Tan
• ALASAN Pemprov Riau Tolak Bantuan Gubernur DKI Anies Baswedan Terkait Pemadam Kebakaran Hutan
Dalam keterangan tertulisnya, OHCHR juga mendorong pemerintah Indonesia untuk memperhatikan hak-hak peserta aksi serta memastikan layanan internet tetap tersedia di Papua dan Papua Barat.
Sebab, pembatasan layanan internet yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak 21 Agustus 2019 maupun penggunaan kekuatan militer yang berlebihan, dinilai tak akan menyelesaikan masalah.
Sebaliknya, para ahli menganggap pembatasan kebebasan berekspresi itu dapat membahayakan keselamatan para aktivis HAM untuk melaporkan dugaan pelanggaran.
"Secara umum, pembatasan internet dan akses terhadap informasi memiliki dampak yang merugikan terhadap kemampuan berekspresi seseorang, serta untuk membagikan dan menerima informasi," demikian tertulis dalam sikap mereka.
• VIDEO: ALASAN Kenapa BJ Habibie Tak Wasiatkan Proyek Pesawat R80 Akhirnya Diungkap Putra Sulungnya
• WASIAT Terakhir BJ Habibie Akhirnya Diungkap Ilham Habibie, Disampaikan Kepada Anak Menantu dan Cucu
"Di sisi lain, akses terhadap internet berkontribusi untuk mencegah terjadinya disinformasi serta memastikan transparansi dan akuntabilitas," lanjut mereka.
Kelima ahli tersebut pun sekaligus menyambut baik ketika pemerintah mulai membuka akses internet di sejumlah daerah di Papua pada 4 September 2019.
Diketahui, Veronica ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur atas tuduhan menyebarkan konten berita bohong atau hoaks dan provokatif terkait kerusuhan Papua dan Papua Barat pada tanggal 4 September 2019.
Polisi menjerat Veronica Koman dengan sejumlah pasal dalam beberapa UU, antara lain Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait pasal penghasutan, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Menurut kepolisian, ada beberapa unggahan Veronica yang bernada provokatif, salah satunya pada 18 Agustus 2019. Salah satu unggahan yang dimaksud, yaitu "Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa".
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PBB Minta Kasus Veronica Koman Dicabut, Ini Tanggapan Polisi", juga dengan judul "PBB Turun Tangan, Desak Indonesia Bebaskan Veronica Koman"Penulis : Devina Halim