Viral Media Sosial
Tom Lembong Bebas, Loyalis Anies Sebut Akan Melawan Perompak Hukum
Loyalis Anies Baswedan, Geisz Chalifah Kritisi Penegakan Hukum Pasca Bebasnya Tom Lembong: Kejahatan Akan Langgeng Apabila Orang Baik Memilih Diam
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Tokoh yang dikenal sebagai loyalis Anies Baswedan, Geisz Chalifah kembali mengkritisi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Melalui akun Instagram pribadinya, @geisz_chalifah pada Kamis (7/8/2025), ia menyoroti praktik kekuasaan dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi.
Dalam unggahannya, Geisz menegaskan apa yang dialami oleh Thomas Lembong atau Tom lembong hanyalah satu dari sejumlah kasus yang ia anggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap individu-individu yang bersikap kritis terhadap pemerintah.
"Bertahun-tahun kita menyaksikan secara telanjang, berbagai kriminalisasi terhadap mereka yang lantang bersuara," tulis Geisz.
"Tujuan mereka cuma satu. Membuat kita jera dan diam dengan segala perilaku ketidakbenaran regim," tegasnya.
Ia menilai tekanan hukum selama ini diarahkan bukan untuk menegakkan keadilan, tetapi untuk menimbulkan efek jera dan membungkam kritik.
Geisz juga menyinggung peran media sosial dan kelompok buzzer, yang menurutnya justru memperkeruh ruang diskusi publik.
Dalam pandangannya, kelompok ini menjadi alat untuk memantau dan melaporkan warganet atau aktivis yang bersuara kritis terhadap pemerintah.
"Setiap suara lantang beresiko dilaporkan oleh para buzzer lapar yang harga dirinya tergadaikan. Mereka para penyembah berhala tak memiliki nurani, tak memiliki kewarasan. Bahkan sedikit saja kemampuan berfikir normalnya manusia mereka tak miliki," ungkap Geisz.
"Kekuasaan memecah belah bangsa. Warga sipil yang buta kebenaran, menistakan akal sehat mengawasi siapapun (para aktifis) yang kritis lalu melaporkannya," bebernya.
Lebih jauh, Geisz menyoroti kondisi demokrasi yang ia sebut mengalami 'kegelapan' dalam satu dekade terakhir.
Ia menggambarkan kebebasan berpendapat semakin terancam dan lembaga-lembaga negara yang semestinya menjadi penjaga keadilan justru dimanfaatkan untuk memperkuat kepentingan kekuasaan.
"10 tahun berlalu demokrasi mengalami kegelapan yang sampai hari ini tak menemukan titik terang. Tom Lembong hanyalah satu dari sekian banyak korban lainnya yang ditarget oleh kekuasaan," jelasnya.
Geisz pun menegaskan tidak akan pernah diam.
Dirinya menolak untuk menyerah dan terus berusaha melawan.
"Apakah kita menyerah lalu berdiam diri, menyilangkan tangan dan pasrah dengan segala kebangsatan yang terjadi. Kami menolak untuk diam. Kami menolak bersikap fatalistik, pasrah dan membiarkan semua terjadi dengan apa adanya sesuka hati mereka," ungkap Geisz.
"Dengan berbagai latar belakang yang berbeda kami cuma punya satu kata: Lawan, lawan dan Lawan. Karena kejahatan itu akan langgeng apabila orang baik memilih diam dan mendiamkan," tegasnya.
Pernyataannya merujuk pada kekhawatiran masyarakat terhadap independensi lembaga hukum dan demokrasi pascareformasi.
Meski tidak menyebutkan secara langsung lembaga atau individu tertentu, Geisz menegaskan 'persatuan' hanya dapat terwujud apabila rasa keadilan benar-benar ditegakkan secara menyeluruh, bukan dengan slogan semata.
"Hari ini kami katakan: Cukup. Cukup sudah segala penyelewangan itu dilakukan. Cukup sudah pengkerdilan Mahkamah Konstitusi menjadi alat dinasti. Cukup sudah lembaga penegak hukum menjadi alat kekuasaan untuk memenjarakan setiap orang yang memilih untuk bersikap kritis," tegasnya.
Oleh karena itu, Geisz mengajak masyarakat untuk tidak pasrah dan tetap bersikap kritis terhadap berbagai bentuk ketimpangan yang dinilainya semakin nyata.
Sebab diyakininya, persatuan tidak hadir hanya dengan slogan.
Persatuan akan hadir bila rasa keadilan kepada setiap warga negara diwujudkan.
"Jangan bicara persatuan bila segala ketimpangan di depan mata," ungkap Geisz.
"Persatuan tak akan terwujud bila penegakan hukum hanya diarahkan kepada yang berbeda, namun melindungi mereka yg berada diketiak kekuasaan. Dengan perilaku busuk sekalipun," ujarnya.
Pernyataan Geisz disambut beragam pendapat masyarakat.
sebagian mendukung, sebagian lainnya mencela Geisz lantaran posisinya sebagai oposisi pemerintahan.
@aayhesya: Haru dan bangga melihat para tkoh yg bukan hnya cerdas berintegritas, tp jg berani. Masyaallah, smoga snantiasa dlm lindungan Allah. Entah kpn tegaknya keadilan di negeri ini, tp yg pnting kita brada di pihak yg slalu berupaya utk itu. Semangat
@zulham_khan79: mantaabb, biarpun selalu vokal dan keras dan lantang tp memilih duduk dibagian belakang, bener2 ciri orang yg ikhlas berjuang
@gund_couture68: Dan kami tetap semangat berada di dalamnya perubahan
@joy_liana10: Tp aku sedih, yg lurus berintegritas cuma segini dan rakyat dibelakang yg ga berdaya, sedsngkan yg berkuasa dan rakus segitu banyaknya yg mampu melakukan segala cara menggagalkan, semoga selalu dlm lindungan Tuhan. Aamiin
@ifta_ita: Kami akan selalu bersama kalian bapak2 yg masih mempunyai hati nurani dan keadilan
@itemenak99: Lawan kedzaliman pak @geisz_chalifah
Tom Lembong Pastikan Tetap Setia dan Gencar di Garis Perjuangan
Terpisah, Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong memastikan dirinya tetap setia dan gencar di garis perjuangan, setelah keluar penjara usai mendapat abolisi dari Presiden Prabowo.
Hal itu dikatakan Tom Lembong dalam akun X nya, @tomlembong, Kamis (6/8/2025).
Tom Lembong juga mengunggah fotonya bersama sang istri.
Baca juga: Rocky Gerung: Sosok yang Penjarakan Hasto dan Tom Lembong Ada di HP Jaksa, Prediksi Radical Break
"Akhirnya kembali di rumah, bersama keluarga tercinta. Saya tetap setia dan gencar di garis perjuangan," kata Tom Lembong.
Namun ia meminta izin menikmati kebersamaan bersama keluarga sejenak.
"Tapi izinkan saya menikmati sejenak, kebersamaan bareng keluarga…," kata Tom singkat.
Ia juga menuliskannya dalam bahasa Inggris.
"Finally home again, with my beloved family. I remain steadfast and intensely committed to our mission. But allow me a moment to savor our togetherness as a family," ujarnya.
Diketahui setelah mendapat abolisi dari Presiden Prabowo, Tom Lembong turut melaporkan auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang memberikan audit keuangan dalam kasus importasi gula.
Sebelumnya Tom Lembong melaporkan 3 hakim yang memvonis dirinya bersalah ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial terkait pelanggaran etik.
Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengatakan, mereka akan melaporkan para auditor tersebut ke Ombudsman dan pengawas internal BPKP.
Tom melaporkan para auditor karena dinilai tidak profesional dalam proses pembuatan auditnya.
"Di penjaranya Pak Tom Lembong ini, salah satu kuncinya adalah audit BPKP yang menyatakan telah timbul kerugian keuangan negara. Tapi, isi auditnya seperti itu," kata Zaid, saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Satu nama yang disebut Zaid untuk dilaporkan adalah Husnul Khotimah, seorang auditor yang juga ketua tim auditor untuk kasus Tom Lembong.
Namun, dia kembali menegaskan bahwa laporan terkait para auditor ini adalah untuk perbaikan sistem hukum dan lembaga audit negara.
"Ya tentu semangatnya bukan semangat menjatuhkan instansi atau institusi BPKP, bukan. (Tapi) agar ada koreksi, jangan sampai ada proses audit yang seperti ini ke depannya," kata Zaid.
Selain para auditor dari BPKP, mereka juga melaporkan dugaan pelanggaran etik perilaku hakim kepada tiga hakim yang menangani kasus Tom Lembong.
Ketiga hakim ini dilaporkan kepada MA dan Komisi Yudisial untuk diproses terkait pelanggaran etik selama proses hukum berlangsung.
Baca juga: Dapat Abolisi, Tom Lembong Juga Laporkan Auditor BPKP Selain 3 Hakim yang Vonis Dirinya
Tiga hakim yang dilaporkan yakni:
1. Dennie Arsan Fatrika (Ketua Majelis), jabatan: Hakim Madya Utama
2. Purwanto S Abdullah (Hakim Anggota), jabatan: Hakim Madya Muda
3. Alfis Setyawan (Hakim Anggota ad-hoc), jabatan: Hakim Ad Hoc Tipikor.
Zaid menegaskan, semangat Tom melaporkan dugaan pelanggaran etik perilaku hakim kepada tiga hakim tersebut adalah untuk memperbaiki sistem hukum di negeri ini.
Tom berharap, agar tidak ada lagi perlakuan kasus hukum yang sama seperti dirinya.
"Tentu semangat ini adalah semangat untuk memperbaiki sistem hukum karena bisa saja siapapun mendapat perlakuan seperti dirinya selama sembilan bulan kemarin," ucapnya.
Sebelumnya Geisz Chalifah yang mewakili komunitas Sahabat Tom Lembong dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di akun YouTube, Sabtu (2/8/2025) mengungkapkan bahwa Tom Lembong melalui pengacaranya sebenarnya akan menolak jika Prabowo memberikan amnesti kepada Tom.
Namun karena yang diberikan Prabowo adalah berupa abolisi, maka Tom Lembong menerima dan kini bebas setelah divonis 4,5 tahun penjara dalam dugaan kasus korupsi impor gula.
"Ada satu hal yang menarik dari tim pengacara Pak Tom mengatakan bahwa kita menerima karena ini abolisi. Tapi kalau ini bentuknya amnesti maka kami tidak terima. Jadi karena abolisi berupa penghapusan kita terima. Tapi kalau amnesti kan pengampunan maka kami tidak terima," papar Geisz.
Sebab kata Geisz, Tom Lembong sangat yakin sama sekali tidak bersalah dalam kassu korupsi yang dituduhkan.
"Karena buat Pak Tom adalah dia benar-benar yakin tidak merasa bersalah sama sekali dan pengadilan terhadap dia adalah kriminalisasi terhadap Pak Tom Lembong. Itu dari tim pengacaranya Pak Tom," kata Geisz.
Menurut Geisz, sebenarnya masih berjalan amicus curiae dari akademisi atau aliansi akademik yang jumlahnya 100 orang, untuk banding di Pengadilan Tinggi.
Amicus curiae, atau "sahabat pengadilan" dalam bahasa Indonesia, adalah pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara, tetapi memiliki kepentingan atau kepedulian terhadap perkara tersebut.
Mereka dapat memberikan pendapat, informasi, atau pandangan hukum kepada pengadilan untuk membantu dalam pengambilan keputusan.
Geisz menerangkan sebenarnya sebelum abolisi diberikan pihaknya terus melakukan perlawanan atas putusan pengadilan atas Tom Lembong.
"Jadi kita tidak ada satu kata pun meminta kepada penguasa untuk keringanan hukuman, amnesti dan sebagainya. Enggak pernah ada. Yang ada di kita adalah melawan, melawan, dan melawan. Karena ini adalah ketidakadilan," kata Geisz.
Menurut Geisz, pendapatnya secara pribadi kasus Tom Lembong adalah menambah daftar kejahatan Jokowi terhadap Anies Baswedan.
"Untuk pendapat saya pribadi, pendapat saya pribadi terkait Pak Tom Lembong ini enggak ada kaitan dengan Pak Tom, tidak ada kaitannya dengan tim lawyer. Tapi pendapat saya pribadi, kasus Pak Tom adalah hanya menambah daftar kejahatan Jokowi terhadap Anis Baswedan. Silakan Anda catat baik-baik. Perlu saya ulangi, Pak Andi. Perlu saya ulangi. Hanya menambah daftar kejahatan Jokowi terhadap Anies Baswedan," kata Geisz.
"Ada banyak sekali kasusnya bisa saya bentangkan, perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan keadaban dalam konteks Anies Basweden," ujarnya.
Lalu, kata Geisz, ada yang aneh dalam penghukuman terhadap Tom Lembong.
Dimana kasusnya 2015 saya ia baru menjabat menteri, namun diperiksa pada Oktober 2023.
"Problemnya sama, problem hukum, tapi kasusnya berbeda, orangnya berbeda. Seorang bernama Ade Armando tersangka, tersangkanya itu sudah melalui praperadilan. Karena ketika SP3-nya diterbitkan, dipraperadilankan, SP3-nya dibatalkan. Sampai hari ini tidak pernah diproses. Itu satu contoh," kata Geisz.
Belum lagi, kata dia yang lain-lain.
"Bagaimana hukum dijadikan alat kekuasaan untuk memenjarakan lawan, tetapi juga melindungi yang lainnya. Yang pro, yang kontra itu masuk. Contoh yang masuk lainnya adalah Jumhur, Suganda. Banyak lagi orang-orang yang masuk dimasukkan penjara selama 10 tahun kemarin. Tapi orang-orang yang pro kepada kekuasaan mereka aman," katanya.
Bahkan menurut Geisz ketika statusnya sudah tersangka dan tersangkanya itu sudah melalui proses prapradilan.
"Artinya bahwa ada ketidakbenaran hukum. Terkait vonis Pak Tom Lembong kemarin dan sekarang menerima abolisi. ini adalah koreksi pemerintah terhadap kondisi proses hukum yang tidak benar. Tafsir saya, kalau seperti itu kejadiannya, maka semua orang yang terlibat terhadap kejahatan pada Pak Tom Lembong harus diusut agar tidak terjadi lagi kasus-kasus semacam ini," katanya.
Sebab kalau tidak kata Geisz, akan berkali-kali Presiden memberikan abolisi dan amnesti lagi.
"Kalau kasus seperti ini terjadi berulang-ulang, maka yang terlibat dalam proses kejahatan ini harus diselesaikan agar institusi hukum kita berdiri dengan tegak. Yang dijalankan dilaksanakan adalah keadilan sosial kepada kita semua, bukan kepada kita ditarget karena kita berbeda gitu loh. Bukan target-target semacam itu," katanya,
Sebab kata Geisz, itulah yang membuat demokrasi kita menjadi tenggelam.
Seperti diketahui Tom Lembong, divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta oleh hakim Tipikor dalam kasus korupsi impor gula, Jumat (18/7/2025).
Namun ia dipastikan mendapat abolisi dari Presiden Prabowo.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan lewat rapat konsultasi dengan pemerintah, pihaknya menyetujui abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada Tom Lembong serta amnesti ke 1.116 terpidana salah satunya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Permohonan abolisi dan amnesti itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto ke DPR lewat Surat Presiden nomor R43 tertanggal 30 Juli 2025.
Baca juga: Terungkap, Tom Lembong Menolak Jika Prabowo Berikan Amnesti, Karena Abolisi Maka Diterima
"DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) seperti ditayangkan Metro TV.
"Yang kedua pemberian persetujuan dan pertimbangan atas persetujuan Presiden tetang amnesti 1.116 orang terpidana termasuk saudara Hasto Kristiyanto," katanya.
Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Dengan kata lain, abolisi adalah bentuk pengampunan yang diberikan oleh negara untuk menghentikan proses hukum suatu perkara pidana.
Sementara Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya. Tujuan amnesti bisa beragam, termasuk mempromosikan rekonsiliasi, memulihkan perdamaian sosial, atau mengakhiri konflik.
Abolisi diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, di mana presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain konstitusi, abolisi juga diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengatakan soal abolisi dan amnesti ini diusulkan pihaknya ke Presiden RI.
"Pemberian abolisi dan amnesti ini, pertimbangannya pasti demi kepentingan bangsa dan negara. Berpikirnya tengang NKRI. Itu yang paling utama," katanya.
Yang kedua kata Supratman kondusifitas dan merajut kebersamaan semua anak bangsa.
"Dan sekaligus untuk mempertimbangan membangun bangsa ini secara bersama-sama, dengan seluruh kekuatan elemen politik yang ada di Indonesia," katanya.
Selain itu juga dengan pertimbangan subjektif bahwa yang bersangkutan memiliki prestasi dan kontribusi kepada republik.
"Ini murni kajian hukum yang kami sampaikan," kata Supratman.
Menurutnya dengan pemberian abolisi dan amnesti ini maka semua proses hukum kepada mereka yang mendapatkannya dihentikan atau dihapuskan.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp
Diperbaiki Setelah Berbulan-bulan Rusak, Ini Penampakan JPO di Jalan Daan Mogot Jakbar |
![]() |
---|
Heboh Kepsek SMPN 1 Prabumulih Dicopot, Disdikbud Beberkan Kasus Chat Mesum Guru |
![]() |
---|
Purbaya Balas Kritik Rocky Gerung, Cengengesan Sebut Jokowi Berjasa Selamatkan Ekonomi |
![]() |
---|
Bukan Prabowo, Purbaya Akui Menghadap Jokowi saat Hadapi Resesi Februari 2025 |
![]() |
---|
Terungkap Obrolan Terakhir Yuda Sebelum Ditemukan Kerangka Manusia di Pohon Aren |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.