Raperda KTR

Pramono Ingin Sahkan Raperda Kawasan Tanpa Rokok, Pengusaha Warteg Khawatir Tutup Usaha

Pemprov DKI Jakarta akan sahkan Raperda KTR (Kawasan Tanpa Rokok), hal ini bikin resah pengusaha warteg. Sebab kondisi akan tambah berat.

warta kota/arie
WARTEG TERTEKAN - Konsumen sedang menikmati hidangan lezat di warteg. Kini, pengusaha warteg resah karena Pemprov DKI Jakarta akan sahkan raperda KTR yang berdampak pada usahanya. 

“Ini menambah beban pemilik warteg. Sulit bertahan di tengah kondisi ekonomi sekarang ini, ditambah lagi dengan rancangan aturan seperti ini,” ungkap Mukroni.

Menurutnya, keberadaan larangan merokok di warteg akan semakin membuat warteg sepi, sama saja dengan meniadakan konsumen. 

Aturan ini juga akan sulit ditegakkan di lapangan, cenderung justru memberikan kesempatan munculnya oknum-oknum di lapangan, yang lagi-lagi akan semakin memberatkan pedagang warteg

“Konsumen warteg umumnya perokok, dan pedagang warteg untuk menambah pendapatannya juga menjual rokok," ucapnya. 

"Benahi dulu ekonominya. Jangan ada peraturan yang  semakin menekan dan membebani pedagang kecil," ujarnya lagi. 

"Yang dibutuhkan sekarang ini, solusi bagaimana warteg bisa tumbuh kembali, ekonomi membaik," katanya.

Dia menjelaskan warteg sebagai usaha ekonomi kerakyatan, sedang dalam posisi bertahan.

Mukroni menjelaskan, pendapatan warteg turun hingga 90 persen, karena berkurangnya jumlah pelanggan, terutama dari pekerja kantoran dan buruh yang terkena dampak PHK dan kebijakan bekerja dari rumah.

Belum lagi ditambah biaya sewa yang terus semakin naik membuat pemilik warteg tidak mampu memperbarui sewa, terutama di Jakarta, di mana harga sewa lebih tinggi daripada di daerah sekitarnya. 

"Warteg sudah terus berguguran karena terkena imbas ekonomi rakyat kecil yang semakin sulit," katanya. 

"Jangan sekadar buat aturan. Makin banyak aturan tapi ekonomi tidak dibenahi, masyarakat tidak bisa makan. Jangan bikin sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan,” jelasnya.

Mukroni menilai pemaksaan larangan-larangan dalam Raperda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) mustahil diimplementasikan.

"Sangat sulit melaksanakan aturan dengan larangan-larangan dalam Raperda KTR dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, tolong ditunda dulu," ucapnya. 

"Masyarakat sudah ngos-ngosan. Pedagang kecil ini kalau tidak jualan, bisa mati," imbuhnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berjanji Raperda KTR tak akan memberatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved